Breaking News

Kupi Beungoh

Brazil, India, USA, dan Rusia Pengekspor Utama Makanan Halal, Bagaimana dengan Aceh?

Diskusi tentang halal food industry ini dibuka oleh Prof. Dr. Eng. Ir. Teuku Abdullah Sanny, M.Sc Peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB).

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
Ismail Rasyid, CEO PT Trans Continent. 

Oleh: Ismail Rasyid*)

BERAWAL dari sebuah diskusi ringan di dalam Grup WhatsApp FGD - TOKOH ACEH NASIONAL, saya tertarik untuk membawa isu ini ke ruang yang lebih luas, dalam bentuk artikel di media massa.

Diskusi tentang halal food industry ini dibuka oleh Prof. Dr. Eng. Ir. Teuku Abdullah Sanny, M.Sc Peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB).

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Tampaknya perlu juga dishare ke FGD tentang industri dunia baru yang sedang tetap stabil cenderung akan menanjak sekalipun di masa pandemic,” begitu beliau memulai diskusi ringan tapi sangat penting ini.

Saat memulai tema diskusi itu, Sabtu (3/7/2021), Prof TA Sanny mengatakan, dirinya bersama Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) sedang rapat membicarakan tentang opportunity atau kesempatan emas ini bagi Aceh.

“Tentu Aceh sebagai daerah dengan label syariah harus juga menguasai halal food industry ini. Insya Allah,” tulis beliau.

Anehnya, kata Teuku A Sanny, industri halal food saat ini dikuasai oleh Brazil, India, USA, Rusia, dan Argentina.

“Di mana Indonesia sebagai negara muslim terbesar dunia? Ternyata kita hanya sebagai: KONSUMEN,” lanjutnya dengan memasang tiga emoji yang seakan mengambarkan perasaan ‘han ek pike’.

Baca juga: Wali Kota New York Bill de Blasio Distribusi 500.000 Makanan Halal untuk Muslim di Bulan Ramadhan

Baca juga: Kini, Umat Muslim Amerika Semakin Mudah Dapatkan Makanan Halal, Pakar Industri Halal Semakin Ramai

Apa yang Terjadi?

Atlantico, sebuah lembaga yang berada di bawah payung Institut Afrika Brasil dalam sebuah artikelnya pada tahun 2015 menulis, ada 1,9 miliar Muslim di dunia saat ini.

Informasi dari Pew Survey mengungkapkan bahwa secara global populasi Muslim akan meningkat 35% dalam 20 tahun ke depan.

Para Atlantico mengingatkan, populasi Muslim ini adalah pangsa pasar yang sangat potensial.

Tapi, untuk menaklukkan pasar yang berkembang ini, investor perlu memperhatikan kekhususan agama.

Mulai dari perilaku, cara berpakaian, hingga makanan yang disebut halal.

Menurut Datamonitor Company, pasar makanan halal saat ini bertanggung jawab atas seperlima dari perdagangan dunia di sektor ini, yang meliputi minuman energi, sayuran, makanan kaleng, gourmet, dan makanan berkualitas tinggi.

Brasil memegang posisi terdepan di pasar ini.

Negara ini adalah pengekspor produk halal terbesar ketiga di dunia, tepat di belakang China dan Amerika Serikat.

Data yang dikumpulkan Federasi Asosiasi Muslim Brasil (Fambras) menunjukkan bahwa 33% dari produksi ayam di Brasil ditargetkan untuk pasar Halal, karena Arab Saudi adalah pembeli utama.

Pada daging sapi, persentasenya bahkan mencapai 40%, dan pembeli utamanya adalah Mesir.

Pangsa pasar Brasil sangat strategis untuk keseimbangan komersial ini.

Pasar Halal di seluruh dunia diperkirakan mencapai US$ 400 miliar dolar dan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 15% per tahun.

Pada 2018, Newsweek, majalah dan situs web berita utama berusia lebih dari 80 tahun yang bermarkas di New York, USA, dalam laporan menempatkan Brazil sebagai pengekspor daging terbesar di dunia, termasuk daging halal yang dikonsumsi oleh hampir 2 miliar Muslim di seluruh dunia.

Salaam Gateway, sebuah situs web berbasis di Dubai yang didedikasikan untuk budaya dan gaya hidup Islam, memperkirakan industri makanan dan minuman bersertifikat halal bernilai $415 miliar pada tahun 2015.

Jauh dari Timur Tengah dan negara mayoritas Muslim mana pun, Brasil berada di puncak daftar negara pengekspor makanan ke Organisasi Kerjasama Islam, yang mencakup 57 negara mayoritas Muslim, dengan nilai $15,9 miliar (sekitar Rp 6.000 triliun).

Untuk diketahui, hingga 2 juta Muslim yang melaksanakan ibadah haji di Arab Saudi setiap tahunnya, mengonsumsi daging halal yang diimport dari Brazil.

Baca juga: Makanan Halal dan Baik dalam Islam  

Tantangan Sekaligus Peluang

Sebagai seorang pelaku usaha ekspor-impor, meski saat ini perusahaan kami belum bergerak di bidang usaha ekspor impor makanan, saya sangat tertarik dengan tema diskusi ini.

Karena menurut saya, ini adalah tantangan sekaligus peluang bagi saya selaku putra Aceh, juga bagi daerah Aceh secara keseluruhan, selaku daerah yang telah menasbihkan diri sebagai “Serambi Mekkah yang menerapkan Syariat Islam dalam kehidupan masyarakatnya”.

Pertama, saya mengutarakan pendapat saya tentang

Menurut saya tidak aneh sama sekali , karena ini adalah bisnis :

Saya pikir hal tersebut sangat wajar terjadi karena beberapa negara tersebut punya konsep yang jelas.

Mereka cepat membaca pasar, menangkap peluang, melakukan kajian, serta langsung menggarap dengan serius.

Tidak hanya berwacana, pemerintah negara-negara itu dengan serius membuka panggung dan membimbing para pelaku usaha, mulai dari UMKM-nya.

Karena pasar dari halal food ini bisa menembus seluruh masyarakat dunia, terutama akan mudah masuk ke negara-negara yang mayoritas muslim yang lebih cenderung membeli daripada memproduksi sendiri.

Di ASEAN saja, negara Thailand sangat agresif dan kreatif, tidak hanya product pertanian tapi juga seafood.

Thailand mengimpor salmon yang diolah menjadi stick salmon, lengkap dengan sertifikasi Halal, padahal Thailand bukanlah negara muslim.

Di tempat kita, UMKM yang agresif seakan dibiarkan berjuang sendiri.

Para pengusaha UMKM ini kesulitan mendapatkan sertifikat halal, umumnya disebabkan karena kurangnya pembinaan.

Belum lagi bicara tentang branding dan pemasaran.

Masalah lainnya yang klasik adalah finansial alias modal yang pas-pasan sehingga sangat sulit untuk bersaing di tingkat regional, apalagi internasional.

Maka, kalau kita mau berbicara komprehensif supply chain dan ingin memasuki pasar domestik – regional, apalagi internasional, saya pikir perlu uluran tangan pemerintah yang riil untuk membantu pengusaha UMKM dalam pembinaan, branding dan pemasaran, hingga bantuan finansial.

Baca juga: Ultah Ke-53, Ismail Rasyid Dapat Hadiah ‘Kapal Kontainer’ Berlogo Trans Continent dari Putrinya

Baca juga: Pengusaha Nasional, Ismail Rasyid, Saatnya Aceh Lebih Banyak Bicara Kapal Bisnis, bukan Kapal Perang

Sejauh ini saya melihat Bank Indonesia sangat concern tentang hal ini, khususnya tentang pembinaan UMKM, namun ini tidak akan banyak membantu jika tidak ditindaklanjuti oleh instansi terkait dalam implementasinya.

Perlu sinergitas semua pihak dan harus kontinue dan konsisten.

Khusus Aceh, kita sudah menang secara moral karena daerah Aceh sudah dikenal sebagai Serambi Mekkah, daerah yang religius dengan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islami.

Menurut saya, brandnya yang sudah terbentuk sejak lama ini merupakan modal besar bagi Aceh untuk menjadi icon sebagai daerah yang menghasilkan makanan halal.

Hanya tinggal keseriusan dan penguatan image saja sedang kan

Namun tidak bisa dipungkiri bahwa kualitas dan kontinuitas tetap harus menjadi hal yang utama.

Kalau jajaran pemerintahan di Aceh tidak memberikan perhatian serius untuk menangkap peluang ini,  maka tentu ini cuma menjadi wacana dan kita hanya bisa merasa prihatin saja.

Sementara mereka (para pengusaha UMKM) butuh sentuhan nyata untuk tumbuh dan berkembang, hingga mencapai cita-cita menjadikan Aceh sebagai pusat industri halal food dunia. SEMOGA.

*) PENULIS adalah CEO PT Trans Continent, Ketua Ikatan Alumni USK Wilayah Jabodetabek.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved