Berita Subulussalam

Mengenal Baby Blues sampai Depresi Pasca Melahirkan, Sindrom Ibu Sayat Bayi di Subulussalam

Kondisi ini berawal dari sindrom baby blues, namun jika lebih dari 2 minggu tidak ditangani, waspadai kemungkinan berlanjut depresi pasca melahirkan.

Penulis: Firdha Ustin | Editor: Safriadi Syahbuddin
Kolase Serambinews.com/Khalidin/Ist
IBU BUNUH BAYI - Sirwati (19), ibu muda asal Desa Pasar Rundeng, Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam menjadi pelaku pembunuhan bayinya sendiri yang masih berusia enam bulan, Kamis (8/7/2021). Pelaku telah diamankan ke Mapolres Subulussalam untuk pemeriksaan lebih lanjut. 

Dia menyadari bahwa tubuhnya tidak akan secara ajaib kembali seperti semula.

Dia kemudian harus memproses dan menerima kenyataan bahwa dia mungkin sebenarnya tidak pernah terlihat atau merasakan hal yang sama seperti sebelum dia hamil.

Perubahan fisik ini seperti payudara kendor, munculnya stretch mark, kulit kendur di perut dan bagian tubuh lainnya.

Semua ini bisa membuatnya menjadi depresi pascamelahirkan.

5. Kecemasan

Kehidupan dengan bayi yang baru lahir bisa tampak tidak nyata dan tidak pasti bagi ibu baru.

Apalagi jika ini adalah ibu pertama yang belum memiliki pengalaman dalam merawat bayi.

Ada ibu-ibu yang bahkan takut menggendong bayinya lantaran takut menyakitinya.

Tak hanya itu, si ibu juga bisa cemas saat memberi makan bayi mereka, terutama ketika mereka tidak dapat menyusui karena alasan tertentu.

Ibu bisa cemas tentang hubungan mereka dengan pasangan mereka.

Kecemasan dapat menguasai kehidupan seorang ibu baru tentang setiap aspeknya.

Anda dapat membantu ibu yang cemas dengan memberi dia kata-kata bijak bahwa kondisi ini semua orang akan melewatinya dan bahwa tidak apa-apa untuk membuat kesalahan.

Masa-masa sulit ini akan berlalu dan semuanya akan baik-baik saja.

6. Tidak Ada Dukungan dari Orang-Orang Terdekat dan Tersayang

Apa yang paling dibutuhkan seorang ibu baru dari pasangan, keluarga, dan teman-temannya adalah pengertian dan dukungan tanpa syarat.

Tidak ada ibu yang dapat menangani hidupnya dengan bayi baru secara efisien jika dia tidak memiliki dukungan dari orang-orang di sekitarnya.

Dukungan tersebut dapat datang secara fisik, mental, spiritual dan finansial.

Kurangnya dukungan dapat mendorongnya ke jurang depresi pascapersalinan yang dalam.

7. Kesulitan dan Ketidakpastian Keuangan

Tidak salah lagi jika memiliki anak akan membutuhkan biaya.

Setiap ibu ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya, baik itu makanan, mainan, pakaian atau pendidikan.

Tetapi semua ini harus dibayar mahal dan jika ibu secara finansial tidak stabil, dia pasti akan mengalami banyak ketegangan.

Hal ini dapat menyebabkan ibu mengalami depresi pascapersalinan.

Masalahnya bisa menjadi lebih besar jika ibu baru adalah orang tua tunggal atau sepenuhnya bergantung pada pasangan yang tidak kooperatif.

Jika Anda sebagai rekan yang menghadapi ibu baru dengan kondisi keuangan seperti ini, Anda dapat membantunya dengan memberi bantuan keuangan.

Cara ini akan menjadi perbuatan baik jika Anda dapat membantunya mandiri secara finansial dalam beberapa cara.

Kaitan Baby blues dan Depresi Pasca Melahirkan

Praktisi psikologi dan juga terapis, Nuzulia Rahma Tristinarum menyebutkan jika baby blues merupakan bentuk depresi paca kelahiran yang paling ringan.

“Ini adalah bentuk depresi pasca-kelahiran yang paling ringan,” kata Nuzulia seperti dikutip Serambinews.com dari Kompas.com pada Jumat (9/7/2021).

Maka, jika tanda-tanda baby blues masih terjadi pada ibu selama lebih dari dua minggu atau setidaknya satu bulan, waspadai kemungkinan berlanjut menjadi depresi pasca-kelahiran.

"Kalau sudah lebih dari dua minggu bukan lagi baby blues. Atau paling tidak kalau sudah lewat sebulan bisa disebut postpartum depression (depresi pasca melahirkan). Bisa terjadi bertahun-tahun," kata dia lagi.

Depresi pada ibu pasca-kelahiran bisa dari yang ringan hingga berat, dengan pemicunya bisa datang dari gabungan antara fisik, psikologis, dan psikososial.

Gejala yang muncul melebihi kondisi baby blues, yaitu seorang ibu akan mulai mudah tersinggung, kehilangan nafsu makan, atau sering menangis.

Ibu yang mengalami gangguan semacam ini pun biasanya kehilangan minat terhadap diri sendiri dan bayi.

Mereka kerap berbicara sendiri, hingga puncaknya, mulai muncul pikiran untuk melukai bayi dan diri sendiri.

"Jadi kalau ibu sampai membunuh bayinya itu bukan lagi disebut baby blues," kata Nuzulia.

Namun, menurut dia, ibu yang melukai bayi atau diri sendiri juga tak selalu karena depresi pasca-kelahiran. Bisa jadi karena psikosis atau gangguan jiwa.

Yang pasti, dalam kondisi semacam ini ibu tentu membutuhkan pertolongan psikiater.

Untuk itu, orang-orang di sekitar ibu, mulai dari suami, keluarga, teman, hingga tetangga sebaiknya mengerti kemungkinan ibu mengalami baby blues atau pun depresi pasca melahirkan. (Serambinews.com/Firdha Ustin)

Baca juga berita lainnya

Baca juga: Arab Saudi Serukan Masyarakat Lihat Bulan Sabit Satu Zulhijjah Jumat Malam

Baca juga: Aminullah di Mata Syamsunan Mahmud, Mantan Dirut BPD Aceh 1989

Baca juga: Profil dan Sosok Rosaline Irene Rumaseuw, Wasekjen PAN yang Usulkan RS Khusus Pejabat

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved