Opini
Pucok Krueng, ‘Surga’ Terpencil di Aceh Barat Daya
Aceh Barat Daya (Abdya) memiliki luas 1.490,60 km dengan total populasi 148.687 jiwa. Kabupaten ini terkenal

Malem Diwa selalu menantikan kedatangan mereka walau tetap bersembunyi. Suatu hari ketika mereka sedang mandi, Malem Diwa mengambil secara acak selendang salah satu dari mereka dan menyembunyikannya di rumah.
Setelah selesai mandi terjadilah keributan karena hilangnya salah satu selendang dari ketujuh bidadari tersebut, dan yang hilang tersebut adalah selendang milik bidadari yang paling bungsu. Cukup lama juga para bidadari lainnya coba membantu mencarikan baju tersebut, tapi tak juga ditemukan. Akhirnya, dengan berat hati bidadari tersebut kembali ke kahyangan dan meninggalkan bidadari yang kehilangan selendangnya.
Bidadari yang ditinggal pun menangis di tepi sungai. Setelah menyembunyikan selendang milik bidadari tersebut Malem Diwa kembali ke sungai dan menawarkan pertolongan. Ia tawarkan agar bidadari tersebut dapat menginap di rumah ibu angkatnya yang tinggal tak jauh dari rumah Malem Diwa. Sejak itu mereka berteman baik. Kemudian, karena tertarik Malem Diwa pun jatuh cinta, akhirnya Malem Diwa meminangnya untuk dijadikan istri.
Namun, sang putri memberikan persyaratan kepada Malem Diwa sebelum menikahinya, yaitu ambilkan tiga buah pinang. Pinang ini bukan pinang biasa, pohonnya hanya memiliki satu tangkai, tapi memiliki tiga buah yang berjuntai. Setiap buahnya itu terdiri atas emas, perak, dan intan.
Konon, tak ada seorang pun yang mampu mengambil buahnya, mengingat pohonnya sangatlah tinggi dan dijaga oleh hewan yang berbisa seperti ular, kala jengking, dan kelabang.
Malem Diwa tidak sanggup memetik buah tersebut, lalu ia minta bantuan kepada binatang-binatang untuk membantunya. Malem Diwa meminta rayap untuk membuatkan kursi untuk tempat duduknya. Kemudian ia meminta elang untuk mengangkat kursi yang didudukinya setinggi pertengahan batang pinang saja. Ia meminta tupainya memetik tiga buah pinang tersebut. Singkat cerita, tupai tersebut berhasil memetik buah pinang dan menyerahkannya kepada Malem Diwa. Pohon pinang itu pun tumbang dan tempat jatuhnya membentuk aliran sungai yang sekarang disebut “Pucok Krueng”. Ujung pohonnya jatuh ke sebuah pulau yang sekarang disebut Ujung Serangga. Malem Diwa pun menikah dengan sang putri dan hidup bahagia. Ya, begitulah legendanya. Pembaca boleh percaya, boleh tidak.