Kupi Beungoh
Ekonomi Gampong Subulussalam: Peremajaan Sawit Rakyat Aceh dan Kasus Korupsi Rp 664.8 Miliar (XII)
Kejaksaan Tinggi Aceh dalam kasus peremajaan sawit rakyat ini telah memeriksa paling kurang 10 orang saksi
Secara nasional kelemahan itu antara lain; 66 persen karena umur tua, 22 persen karena bukan bibit hibrida, 8 persen karena populasi per hektar sangat rendah, dan 4 persen karena faktor lain (Apkasindo 2021).
Untuk Aceh, sesungguhnya sejumlah kelemahan itu juga tidak berbeda jauh.
Bahkan dalam hal penggunaan bibit yang diberikan oleh pemerintah dalam 15 tahun terakhir, dari beberapa laporan LSM dan media, cukup banyak ditemukan bukan bibit híbrida, dan bahkan sering ditemukan bibit asalan produksi rakyat.
Di Aceh, dari total luas perkebunan sawit 535.002 ha, seluas 240.366 ha (44,92%) dikelola oleh masyarakat.
Sedangkan selebihnya dikelola oleh perusahaan.
Laporan APKASINDO (2021) menunjukkan dari 240.366 ha kebun sawit rakyat di Aceh, yang sudah menjalani peremajaan sampai dengan tahun 2020 adalah 30.600 hektare, atau 12,73 persen.
Baca juga: Puluhan Petani di Tenggulun Bertahan di Kebun Kelapa Sawit Halau Gajah Liar
Baca juga: Program Peremajaan Sawit Rakyat di Subulussalam Capai 2.356 Hektare, Total Anggaran Rp 78 Miliar
PRS, Anugerah Penguatan Sawit Rakyat.
Terus terang apa yang terjadi dengan perjalanan sawit rakyat di Aceh, terutama yang berurusan dengan interaksi pemerintah dengan petani swadaya lebih banyak berjalan apa adanya.
Ada daftar panjang masalah, mulai dari persoalan lahan, penyimpangan dalam pelaksanaan, persoalan bibit dan input lainnya, dan infrastruktur jalan di kawasan sentra produksi.
Atas dasar itu, ketika program Peremajaan Sawit Rakyat dilancarkan sebagai program nasional prioritas, Aceh seharusnya menjadikan program ini sebagai titik awal baru pemberdayaan dan penguatan sawit rakyat.
Hal ini sangat penting untuk dicatat, karena penyediaan dana hibah dari program ini yang relatif lengkap dan memadai.
Disamping itu juga ketersediaan kredit untuk perkebunan sawit jika petani memang menginginkannya.
Sebagai catatan, seluruh persyaratan dan implementasi program ini sepenuhnya berazaskan kepada penerapan Good Agrcultural Practices, - GAP dalam baju besar sawit berkelanjutan.
Secara lebih runtut peremajaan sawit rakyat disebut memenuhi kriteria sawit berkelanjutan, karena program ini berurusan dengan aspek legalitas lahan, aspek peningkatan produktivitas, aspek sertifikasi ISPO, dan prinsip keberlanjutan itu sendiri.
Program ini mempunya sebuah misi mulia, yakni ingin menjadikan kesetaraan antara produktivitas perkebunan sawit rakyat dengan perusahaan.