Jurnalisme Warga

Kilas Balik Pengibaran Bendera Merah Putih Pertama di Aceh

Setelah Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta, tidak serta-merta bangsa

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Kilas Balik Pengibaran Bendera Merah Putih Pertama di Aceh
FOR SERAMBINEWS.COM
M. YUSRIZAL, S.Pd., Guru Sejarah (honorer) di SMAN 11 Banda Aceh dan alumnus Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala, melaporkan dari Banda Aceh

OLEH M. YUSRIZAL, S.Pd., Guru Sejarah (honorer) di SMAN 11 Banda Aceh dan alumnus Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala, melaporkan dari Banda Aceh

Setelah Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta, tidak serta-merta bangsa ini terbebas dari penjajahan. Belanda yang telah diusir Jepang dari Indonesia pada tahun 1942 coba menancapkan kembali kekuasaannya di tanah republik ini.

Rakyat Indonesia tidak menerima sikap Belanda yang demikian—menjajah negara yang telah merdeka—maka meletuslah perang hampir di seluruh wilayah Indonesia yang dikenal dengan Perang Revolusi Kemerdekaan 1945-1949. Patut digarisbawahi, Aceh tidak bisa ditaklukkan Belanda dan sekutu dalam perang dimaksud, terkecuali Pulau Weh, Sabang.

Kabar kemerdekaan disebar begitu cepat ke seluruh pelosok negeri melalui telegram maupun utusan yang dikirim dari pusat, Jakarta. Kabar kemerdekaan tiba di Kutaraja (sekarang Banda Aceh) pada 18 Agustus 1945. Dalam buku karangan A.K. Jakobi berjudul “Aceh Daerah Modal: Longmarch ke Medan Area” menyebut, Syamaun Gaharu menerima berita kemerdekaan secara diam-diam dari seorang tentara  Jepang di Kutaraja. Ketika itu Syamaun menjabat Chu-i (letnan satu) Gyugun (tentara bentukan Jepang).

Berita kemerdekaan juga diperoleh Husin Jusuf di Bireuen, ketika itu ia menjabat Sho-i (letnan dua) Gyugun. Husin Jusuf memperoleh informasi kemerdekaan Indonesia pada 19 Agustus 1945 melalui siaran radio militer Jepang di Bireuen.

Secara resmi, berita kemerdekaan tersebar secara terbuka di Aceh pada 20 Agustus 1945. Berita kemerdekaan diperoleh oleh para pemuda Aceh yang bekerja di Kantor Hodoka (Penerangan). Para pemuda yang curiga atas gerak-gerik Jepang menyadap informasi dengan memonitor siaran Radio Jakarta yang ditujukan kepada Teuku Nyak Arif selaku Ketua Aceh Syu Sangi-Kay (Dewan Pertimbangan Keresidenan) di Kutaraja.

Sebelumnya, berita kekalahan Jepang juga sudah dikantongi oleh Ali Hasjmy selaku pengelola Atjeh Sinbun (surat kabar bentukan Jepang). Hasjmy dipanggil oleh atasan tentara Jepang, K Yamaha, dan memerintahkan agar Aceh Sinbun tidak terbit lagi lantaran Jepang telah kalah perang oleh sekutu pada 14 Agustus 1945.

Tentara Jepang sebagai pihak yang kalah perang diharuskan menetap di Indonesia menunggu kedatangan tentara sekutu untuk mengambil alih kekuasaan—melucuti senjata Jepang serta memulangkannya.

Merebaknya informasi kekalahan Jepang serta informasi kemerdekaan Indonesia membuat masyarakat Aceh euforia. Pemberitahuan kemerdekaan Indonesia disebar melalui selebaran, ditempel hampir di setiap bangunan di Kutaraja. Hal tersebut sebetulnya sangat berbahaya bagi keselamatan, sebab pos tentara Jepang masih aktif di berbagai sudut Kutaraja.

Puncak pembangkangan pemuda Aceh terhadap tentara Jepang terjadi pada 24 Agustus 1945. Para pemuda melakukan upacara pengibaran bendera Merah Putih di halaman Kantor Atjeh Syu Keimubu (Kantor Kepolisian Aceh masa Jepang). Sekarang kantor tersebut menjadi Gedung Badan Pembina Rumpun Iskandar Muda (Baperis)–Gedung Juang yang beralamat di Jalan Sultan Mahmud Syah, Kota Banda Aceh.

Muhammad Hasyim selaku Wakil Kepala Polisi yang diangkat Jepang memimpin jalannya pengibaran Merah Putih. Prosesi tersebut terendus oleh tentara Jepang yang sedang melakukan patroli mengawal Tyokan (sekarang Pendopo Gubernur) yang tak jauh dari lokasi upacara.

Tentara Jepang segera mengambil sikap menurunkan bendera Merah Putih dan diganti dengan bendera Hinomaru, bendera Jepang. Demi menghindari pertikaian berdarah, para pemuda Aceh membiarkan serdadu Jepang meninggalkan lokasi pengibaran. Tapi setelahnya, Merah Putih kembali dinaikkan oleh para pemuda Aceh.

Melihat hal itu, Jepang kembali ke lokasi dan menurunkan Merah Putih, lalu diganti lagi dengan Hinomaru. Ketegangan kedua belah pihak kembali terjadi. Saat tentara Jepang berlalu, Merah Putih kembali mengudara, Hinomaru ditumpuk ke bawah. Jepang yang tahuihal itu kembali datang menurunkan Merah Putih untuk kesekian kalinya. Penurunan yang berulang tersebut membuat Amin Bugis, pemuda yang ikut dalam upacara pengibaran bendera, berang. Lelaki ini merampas bendera Merah Putih dari tangan tentara Jepang, lalu dengan cekatan ia panjat tiang bendera dan mengikatnya kuat-kuat di atas pucuk tiang, sedangkan tali pengerek dipotong oleh Amin Bugis.

Keberanian Amin Bugis menyebabkan tentara Jepang mati kutu. Dengan kepala tertunduk para serdadu Nippon (Jepang) itu pun pergi meninggalkan lokasi. Berkibarlah Merah Putih pertama di Aceh dengan begitu gagah serta penuh perjuangan. Tak lama setelahnya, Kantor Atjeh Syu Keimubu beralih fungsi menjadi Kantor Kepolisian RI di Aceh.

Kini, di lokasi pengibaran Merah Putih terdapat prasasti yang bertulisakan “Di tempat ini penaikan Sang Saka Merah Putih pertama dengan melalui insiden antara Rakjat dengan serdadu Kolonial Jepang (TGL. 24-8-1945)”.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved