Luar Negeri
Warga Jalur Gaza Hidup dengan 97 Persen Air Tercemar, Resiko Tertular Penyakit hingga Keracunan
Krisis air di Jalur Gaza mempengaruhi setiap orang di daerah yang berpenduduk 2 juta ini.
SERAMBINEWS.COM, GAZA - Krisis air di Jalur Gaza mempengaruhi setiap orang di daerah yang berpenduduk 2 juta ini.
Banyak orang di Gaza harus membeli air minum mereka dari pemasok swasta karena air keran sering tidak berfungsi karena pemadaman listrik yang lama, dan seringkali terlalu asin untuk diminum.
Sumber daya air yang sangat tercemar di Jalur Gaza itu berdampak serius pada kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak, menghadapi risiko penyakit yang ditularkan melalui air.
Krisis air di Jalur Gaza telah memburuk selama beberapa dekade terakhir karena blokade Israel, pengurangan dana kemanusiaan, dan rangkaian serangan militer Israel, seperti yang dilansir dari Al Jazeera pada Selasa (12/10/2021).
Falesteen Abdelkarim (36 tahun) dari kamp pengungsi Al-Shati, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa air di daerahnya “tidak bisa diminum”.
“Rasanya seperti berasal dari laut. Kami tidak bisa menggunakannya untuk minum, memasak, atau bahkan mandi,” ujar Abdelkarim.
Abdelkarim mengatakan warga memiliki akses ke air kota hanya 3 kali seminggu, dan kadang-kadang, air itu “bercampur dengan limbah” karena infrastruktur yang rusak di kamp-kamp pengungsi.
"Hidup di kamp-kamp pengungsi sangat menyedihkan. Kami selalu membeli air minum dari pedagang kaki lima,” kata Abdelkarim, ibu lima anak itu tentang krisis air.
Air yang tercemar
Banyak pedagang swasta di Gaza menghilangkan kandungan gamar dari air kota dan menjualnya kepada orang-orang tersebut dengan harga rata-rata 7 dollar AS (Rp 99.500) untuk setiap 1.000 liter air.
Muhammad Saleem (40 tahun) dari lingkungan Al-Sheikh Redwan di Gaza utara, mengatakan bahwa usaha kebun di rumahnya telah gagal karena air yang terlalu tercemar.
“Semua tanaman saya mengering dan mati karena salinitas air dan klorida yang tinggi,” kata Saleem kepada Al Jazeera.
Saleem menyadari bahayanya mengkonsumsi air yang tercemar garam dan klorida tersebut.
“Jika tanaman mati karena air ini, bagaimana dengan tubuh manusia?” kritiknya.
Organisasi hak asasi manusia telah memperingatkan selama bertahun-tahun tentang situasi krisis air yang memburuk di Jalur Gaza.