Kilas Balik Tsunami Aceh 2004

Kilas Balik Tsunami Aceh 2004 | Dahsyatnya Ombak Tsunami, Tiada Lagi 'Olele di Koetaradja'

Saat tsunami, hampir sebagian besar wilayah di Serambi Mekkah rata dengan tanah, satu di antaranya ialah wilayah wisata Ulelheue.

Penulis: Firdha Ustin | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM
Kenangan - Pantai Ulelheue yang dulu semarak dikunjungi wisatawan seperti dalam gambar ini. kini keindahannya 'lenyap' diterjang tsunami. Gambar ini ditayangkan dalam Harian Serambi Indonesia, edisi Minggu 9 Januari 2005. 

SERAMBINEWS.COM - Tanggal 26 Desember 2021, Aceh kembali memperingati 17 tahun silam gempa dan tsunami yang meluluhlantakkan Tanah Rencong.

Bencana maha dahsyat yang bermula dari gempa magnitudo 9,3 itu terjadi pada Minggu, 26 Desember 2004 sekitar 07.59 WIB.

Gempa dirasakan selama 10 menit dan berpusat di Samudra Hindia pada kedalaman 10 kilometer di dasar laut, kemudian disusul dengan gelombang tinggi yang disebut tsunami, air laut menyapu daratan membuat sekitar ratusan ribu nyawa tenggelam.

Saat tsunami, hampir sebagian besar wilayah di Serambi Mekkah rata dengan tanah, satu di antaranya ialah wilayah wisata Ulelheue (orang luar sering menyebut Olele).

Pantai Ulelheue yang dulu semarak dikunjungi, namun setelah Tsunami, keindahan pantai ini "lenyap' diterjang Tsunami.

Dalam kilas balik tsunami Aceh 2004, Serambinews.com kembali menayangkan arsip berita dari Harian Serambi Indonesia, edisi Minggu 9 Januari 2005.

Artikel ini ditayangkan tepat 14 hari setelah tsunami menghantam kota Serambi Mekkah kala itu.

Baca juga: KILAS BALIK TSUNAMI ACEH 2004 | Kisah Putri Selamat dari Maut Badai Tsunami setelah Cengkram Jerigen

Tiada Lagi "Olele di Koetaradja"

Pieter, seorang pekerja media televisi dari Toronto, Kanada, tampak geleng-geleng kepala sambil mengangkat bahu.

Dia berkata, "Tak pernah saya melihat kehancuran sedahsyat ini".

Pernyataan Pieter meluncur spontan ketika dia bersama Serambi melihat kehancuran total sebuah wilayah dalam Kota Banda Aceh, yaitu Ulelheue (orang luar sering menyebut Olele, red). Kecamatan Meuraxa.

Tak ada lagi tanda-tanda kehidupan di wilayah pesisir itu.

Dermaga penyeberangan kapal cepat Banda Aceh-Sabang yang terbilang modern dan baru beroperasi belum sampai setahun tinggal kerangka.

Asrama Polisi tak berbekas.

Baca juga: Saat Titiek Puspa Menangis di Aceh yang Telah Porak Poranda Diterjang Gelombang Tsunami

Kantor Bea Cukai tak tetandai lagi.

Pemukiman masyarakat, seperti Dusun Kakap. Dusun Alue, Dusun Tenggiri, Dusun Bawal, dan Dusun Tongkol di tepian pantai lenyap.

"Dari 1.000-an jiwa yang menghuni empat dusun itu, mungkin hanya 500 jiwa yang tersisa," ujar Tamrin Kota (57) dibenarkan kerabatnya, Sofyan Abbas (50), dua warga Dusun Kakap yang selamat dalam hantaman gelombang tsunami pada 26 Desember 2004.

Tanda-tanda kehancuran kawasan Ulelheue sudah terlihat ketika mulai memasuki Jalan Sultan Iskandar Muda.

Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh saat bencana tsunami terjadi 26 Desember 2004
Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh saat bencana tsunami terjadi 26 Desember 2004 (SERAMBINEWS.COM/IST)

Di kiri kanan ruas jalan protokol tersebut, mulai dari Simpang Empat Jam tampak puing-puing bangunan menggunung di kiri-kanan jalan.

Lapangan Blangpadang, yang berhadapan dengan gedung sekolah, seperti Methodis, SMK, rumah dinas kapolda, RRI, Dinas Sosial, dan depannya lagi (di persimpangan SMP/SMA 1) ada rumah dinas Pangdam Iskandar Muda, luluh-lantak.

Baca juga: Kisah Teungku Sofyan Korban Tsunami 2004, Terkubur 7  Hari, Tergulung Ombak dan Tertimpa Reruntuhan

Hingga upaya pembersihan bengkalai tsunami terus dilakukan.

Bau busuk masih menyengat. Beberapa jenazah korban tampak dievakuasi dari sisa-sisa reruntuhan.

Jalan Sultan Iskandar Muda dari pusat kota hingga ke Ulelheu sudah bersih dan menjadi jalur lalulintas armada pengangkut puing-puing bangunan yang disingkirkan dari badan jalan.

Pengguna jalan, tanpa keperluan yang jelas masih dibatasi keluar masuk jalur itu oleh aparat Kepolisian dan TNI.

Sungguh dahsyat hantaman tsunami.

Pemukiman penduduk di kawasan Punge, seperti Punge Blang Cut dan Punge Jurong di kiri kanan Jalan Sultan Iskandar Muda rata dengan tanah.

Semakin ke pesisir, kehancuran semakin parah. Blang Oi, Lambung, Gampong Pie, dan desa-desa lain di sekitarnya lenyap. Yang terlihat hanya hamparan sejauh mata memandang.

Baca juga: KILAS BALIK TSUNAMI ACEH 2004 - Penantian Seorang Ayah di Depan Masjid Raya Baiturrahman

Kalau pun ada bangunan yang tersisa, sudah tak layak huni karena hanya menunggu rubuh.

Rumah Sakit Meuraxa nan megah. Tak ada lagi Kantor Camat Meuraxa, juga tak tampak lagi rumah-rumah tua milik kerabat Ulee Balang.

Yang masih bisa menandai kawasan Uleelheu, bisa jadi ruas jalan dan persimpangan, serta Masjid Ulelheu, jembatan, sisa-sisa dermaga boat Pulo Aceh, dan menara mercusuar di tepian pantai dekat Asrama Polisi, selebihnya rata.

Bahkan, daratan sudah termakan sekitar 50 meter oleh laut, pasca-bencana tsunami.

"Anda lihat sendiri, tanggul Pantai Cermin sudah agak ke tengah laut," kata seorang warga yang sedang mencari-cari disepanjang lintasan Iskandar Muda.

Pemukiman di kiri-kanannya, masyarakat terlihat mengais-ngais sesuatu yang tersisa dari puing-puing.

Masih banyak mayat yang belum dievakuasi hingga hari ke-14 bencana, Sabtu (8/1/2004) silam.

Menjelang masuk ke persimpangan Ulelheu-Peukan Bada, tak tampak lagi bangunan.

Baca juga: KILAS BALIK TSUNAMI ACEH 2004 - Penantian Seorang Ayah di Depan Masjid Raya Baiturrahman

Dermaga Ulelheu sebelum bencana menerjang, Ulelheu dikenal sebagai sebuah kawasan wisata dan zona pelabuhan.

Pelabuhan Ulelheu yang sempat dikontroversikan dibangun semasa Walikota Banda Aceh dijabat Drs Zulkarnain (Pak Zul disebut-sebut juga meninggal dihantam tsunami di tempat dia ditahan, LP Keudah.

Pelabuhan Ulelheu berfungsi sebagai dermaga penyeberangan kapal cepat antara Banda Aceh-Sabang dan sebaliknya.

Selain Ulelheu di Kota Banda Aceh, juga ada pelabuhan penyeberangan lainnya ke Sabang, yaitu Malahayati di Krueng Raya, Aceh Besar.

Dermaga Ulelheu nan megah kini tinggal bekas berupa kerangka bangunan terminal.

Baca juga: Harga Emas Hari Ini Naik Tipis, Berikut Daftar Harga Emas Per Gram

Bahkan tak bisa lagi mendekati puing-puing dermaga karena jalan utama masuk ke komplek pelabuhan putus.

Serambi hanya bisa menatap dari kejauhan.

Tak jelas lagi bagaimana struktur dermaga, karena semuanya berubah menjadi hamparan yang sudah termakan laut.

Pulau Weh (Sabang) nun jauh di sana seolah menatap sendu sebuah kehancuran yang tak terperi di pesisir Aceh.

Senandung Olele di Koetaradja yang dulu pernah jadi nyanyian rakyat, perlahan redup dan mati. (Arsip Serambi Indonesia/Serambinews.com/Firdha Ustin)

BERITA KILAS BALIK TSUNAMI ACEH LAINNYA KLIK DI SINI

Baca juga: 3 Oknum TNI yang Terlibat Kecelakaan di Nagreg Buang Jasad Korban ke Sungai, Apa Motifnya?

Baca juga: Pendamping Desa Aceh Salurkan Donasi Rp 34 Juta Untuk Korban Bencana Erupsi Gunung Semeru

Baca juga: Prediksi Susunan Pemain dan Skor Indonesia vs Singapura di Semifinal Piala AFF 2020, Main Malam Ini

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved