Klarifikasi Kasus Bintang Bulan, Komisi I Minta Pimpinan DPRA Agendakan Pertemuan dengan Kapolda
Pertemuan itu bertujuan untuk meminta klarifikasi Kapolda atas pemanggilan warga Aceh, agar tidak menjadi polemik yang dapat merusak perdamaian Aceh.
Laporan Yocerizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Komisi I DPR Aceh meminta Pimpinan Dewan mengagendakan pertemuan dengan Kapolda Aceh, Irjen Pol Drs Ahmad Haydar SH MM.
Pertemuan itu dalam rangka untuk meminta klarifikasi Kapolda terkait pemanggilan warga Aceh yang terlibat dalam pengibaran bendera Bintang Bulan.
Permintaan disampaikan secara resmi oleh Komisi I melalui surat Nomor 167/Kom-I/XII/2021, perihal permohonan klarifikasi dari Kapolda Aceh.
Surat tertanggal 27 Desember 2021 yang ditujukan kepada Pimpinan DPR Aceh itu ditandatangani oleh Ketua Komisi I DPRA, Tgk Muhammad Yunus M Yusuf.
Seperti diketahui, Polda Aceh sebelumnya memang melakukan pemanggilan terhadap sejumlah warga Aceh dalam kaitan pengibaran bendera Bintang Bulan pada 4 Desember 2021 lalu di Kota Lhokseumawe.
Baca juga: Polda Akan Panggil Ulang Tgk Ni,10 Saksi Turut Dipanggil
Baca juga: Polda Panggil Eks Petinggi GAM, Senator: Tgk Ni Korban Ketidakjelasan Sikap Pemerintah Aceh & DPRA
Baca juga: Ini Sikap KPA Terkait Pemanggilan Tgk Ni Gegara Kibarkan Bendera Bintang Bulan, Jubir: Tak Beralasan
Mereka yang dipanggil di antaranya adalah Ketua Mualimin Aceh, Zulkarnaini Hamzah alias Tgk Ni.
Namun pada pemanggilan pertama, Selasa (21/12/2021), mantan tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu berhalangan hadir karena sakit. Polda kemudian menjadwalkan pemanggilan kedua.
Selain Tgk Ni, Polda Aceh juga memanggil 10 orang lainnya yang mengetahui saat bendera Bintang Bulan tersebut dikibarkan.
Terkait pemanggilan ini, Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol Winardy, sebelumnya menegaskan bahwa secara hukum, bendera Bintang Bulan yang dikibarkan saat Hari Damai Aceh atau pada Milad GAM adalah ilegal.
Hal tersebut lanjut Winardy, sudah dijelaskan oleh Sekretaris Jenderal Kemendagri Muhammad Hudori saat menjawab somasi dari YARA untuk mencabut Permendagri berkenaan dengan pembatalan beberapa ketentuan dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh.
Kemendagri beralasan, pembatalan tersebut dilakukan karena Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2007 tentang Lambang Daerah.
Namun demikian, apabila keputusan tersebut dirasa kurang tepat, Pemda Aceh masih dapat melakukan upaya hukum lain, seperti PTUN terhadap Keputusan Mendagri Nomor 188.34-4791 Tahun 2016.
Sementara itu, berdasarkan salinan yang diperoleh Serambinews.com, Komisi I dalam suratnya menegaskan bahwa Qanun Aceh tentang Bendera dan Lambang Aceh telah sah secara hukum dan telah dimuat dalam lembaran daerah.
Sedangkan pemangku kepentingan yang menjadi penanggung jawab terhadap implementasi Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh itu adalah Pemerintah Aceh dan DPRA.