Kupi Beungoh

Disrupsi Digital dan Kita

Teknologi digital ibarat mata uang yang memiliki dua sisi, positif dan negatif, tergantung dari bagaimana si pemakai (user) menggunakannya

Editor: Amirullah
ist
Ihsan Sulis, Pengamat Sosial dan Pengajar pada Madrasah Ulumul Qur’an Langsa 

Kita barangkali perlu belajar dari negara lain, Estonia misalnya, sebuah negara kecil di Eropa Timur yang baru 30 tahun lalu merdeka dari Uni Soviet.

Negara ini tidak memiliki sumber daya alam yang banyak namun mereka berhasil menjadikan internet sebagai peluang membangun negara dan bukan trend semata.

Di negara kecil ini segala interaksi serba online, tagihan, pajak, voting, pelaporan ke polisi, mengajukan gugatan bahkan hingga resep obat dari dokter.

Menariknya lagi, anak-anak di Estonia sudah diajak melek terhadap teknologi internet sejak dini, mereka bahkan mendapat ID digital sejak di bangku Taman Kanak-kanak (TK).

Bukan hanya sampai di situ, hebatnya lagi anak TK di sana sudah dikenalkan kepada materi Bahasa Pemograman (Coding) dan robotika.

Sehingga yang terlintas di benak mereka ketika memegang alat-alat digital tersebut adalah belajar, belajar pemograman, robotika atau yang sejenisnya.

IMTAQ dan IPTEK

Imtaq dan Iptek adalah dua akronim yang diperkenalkan oleh Allahyarham Prof. Dr. BJ Habibie di era 1980-an yang kemudian menjadi ideologi Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI).

Konsep ini tidak kalah penting bagi kita dalam rangka menghadapi era digital yang semakin terdistrupsi.

Di samping kita memperhatikan teknologi, iman dan taqwa juga lebih penting, bahkan menempati struktur paling atas bagi seorang muslim.

Dua item inilah yang menjadi pondasi nilai bagi kita.

Sang Ilmuan Albert Einstein sendiri mengakui bahwa teknologi dan sains mesti dibalut dengan nilai.

Di antara quotesnya yang terkenal adalah; “Science without religion is lame, religion without science, is blind.” (Sains tanpa agama lumpuh atau timpang, agama tanpa sains buta).

Ungkapan ini ia sampaikan kepada William Hermans dalam sebuah wawancara mengenai “Tuhan adalah sebuah misteri namun dapat dipahami”.

Pernyataan Einstein tersebut menarik untuk disimak, karena di dunia barat sendiri, tempat Einstein berkiprah, justru Tuhan oleh para ilmuan dan filosof dianggap telah mati, dan agama dinilai sebagai candu yang bisa membius masyarakat.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved