Kupi Beungoh
Jejak Hadis dalam Hikayat Prang Sabi
Hikayat Prang Sabi adalah sebuah karya sastra legendaris yang tak asing lagi dalam lingkup masyarakat Aceh.
Menurut penulis, teks di atas bukanlah sebuah hadis, seperti yang dikatakan oleh Syekh Abdurrahman As-Sakhawi dalam kitabnya al-Maqasid al-Hasanah fi Bayan Kasir min al-Ahadis al-Musytahirah ‘ala al-Alsinah.
Menurutnya, makna yang terkandung di dalamnya merupakan sebuah kebenaran, namun Syekh Sakhawi belum menemukan teks tersebut dari sumbernya.
Dalam kitabnya ia menjelaskan bahwa terdapat beberapa ulama yang menghukumi hadis tersebut sebagai hadis maudhu’, seperti Imam As-Shaghani yang menerangkan kepalsuannya dalam kitab al-Maudhu’at.
Secara eksplisit, teks di atas tidak dapat diinterpretasikan dengan berperang atau jihad di jalan Allah sebagaimana yang dijelaskan oleh Tengku Chiek Pante Kulu.
Pasalnya, teks di atas sama sekali tidak menunjukkan makna perang dengan mengangkat senjata di jalan Allah.
Namun, di sisi lain subjektifitas Tengku Chiek Pante Kulu memiliki pengalaman hidup pada masa peperangan.
Ia merupakan seorang ulama dan pemimpin perang dalam membela negara melawan kolonial-imperalisme Belanda di Aceh.
Maka, konteks ini menjadi alasan Tengku Chiek Pante Kulu menjelaskan teks “Hubbul Wathan Minal al-iman” sebagai ajakan jihad atau berperang di jalan Allah untuk membela agama dan bangsa.
Ditambah lagi Tengku Chiek Pante Kulu menganggap Belanda sebagai contoh orang-orang kafir di zaman Rasulullah Saw.
Dengan begitu, Belanda wajib untuk diperangi demi menjaga kehormatan agama dan bangsa.
Di sinilah kemudian urgensi hadis yang diaplikasikan oleh pensyarah sesuai dengan konteks yang terjadi pada masa itu.
Terdapat beberapa hadis dalam setiap kisah Hikayat Prang Sabi yang tak sempat penulis jelaskan semua dalam artikel ini.
Jika melirik lebih dalam lagi, status hadis-hadis yang terdapat dalam Hikayat Prang Sabi masih banyak yang berstatus dha’if dan bahkan dapat dihukumi sebagai hadis maudhu’.
Menurut penulis, rakyat Aceh sebagai pembaca/pendengar tidak memperdulikan terhadap status hadis tersebut, namun lebih melihat kepada siapa sosok orang yang menyampaikanya.
Seperti kita ketahui bahwa Tengku Chiek Pante Kulu merupakan seorang ulama karismatik Aceh, rakyat Aceh lebih percaya terhadap apa yang ia sampaikan.
