Feature
Kisah Mahasiswa Gayo di Malang, Sepekan Mi Instan, Tiga Hari tak Makan, Kini Jadi Imam
Hampir tiga tahun saya tidak pernah menari dan berdidong lagi. Ini sungguh pertunjukan menyenangkan, melepaskan rindu
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Ansari Hasyim
Amri kini menjabat sekretaris pengurus Masjid Nur Rochman dan mengembangkan aktivitas pemuda dan remaja. Ia juga hadir di setiap perhelatan kampung, dan lambat laun membuatnya sangat akrab dengan warga.
Ia kini punya induk semang, seorang tokoh masyarakat kampung itu, dan ia bebas keluar masuk rumah sang tokoh.
"Di kampung ini, semuanya saling berkerabat, seperti kita di Gayo," kata Amri. Ia menguasai dengan fasih bahasa Jawa. Termasuk bahasa halus.
Gadingkulon, Kabupaten Malang, kampung penghasil jeruk manis. Sepanjang mata memandang, terhampar kebun jeruk.
Amri juga ikut membantu dagang jeruk di kampung itu. Induk semangnya memiliki kebun jeruk dan bisnis jeruk yang lumayan besar.
"Kadang saya ikut mengantar jeruk ke Yogya," lanjutnya. Ia betah di sana.
Amri Vitra, lahir di Bener Meriah 21 tahun silam. Ia menjalani pendidikan pesantren di Bener Meriah dan Madrasah Aliyah Swasta, sebelum kemudian melangkah ke UIN Malang.
Amri, pernah ikut program "muhibah" ke Johor Malaysia. Ia mewakili Bener Meriah. Pengalamannya di negeri asing yang paling berkesan, saat ia menjadi imam di masjid Johor.
Ia senang, karena sekarang sudah di ujung perkuliahan. Ia ingin segera merampungkannya.
Ia juga punya bisnis penjualan kopi Gayo. Ia memasok green Bean ke sejumlah pelanggan di Malang dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
• Briptu Christy Dicokok di Arena Biliar, Desersi dari Tugas, Tak Terdeteksi Petugas Hotel
"Bisnis jalan. Alhamdulillah, permintaan bisa ratusan kilo per pekan," kata Amri.
Ia bertekad mengembangkan bisnis, sambil tentu saja mendidik generasi muda Kampung Gadingkulon untuk dekat dengan masjid.
"Pelan-pelan, kami para Bebujang Gayo di Malang akan menghidupkan kembali nafas seni budaya Gayo di sini," katanya. Kali ini, ia tampak sangat bersemangat.(*)