Berita Banda Aceh
Beasiswa Rp 30 Juta Diterima Rp 4 Juta, Puluhan Mahasiswa Melapor ke Posko Advokat
Sejumlah pengacara yang tergabung dalam Solidaritas Advokat Aceh membuka posko bantuan hukum gratis untuk mahasiswa yang terseret
BANDA ACEH - Sejumlah pengacara yang tergabung dalam Solidaritas Advokat Aceh membuka posko bantuan hukum gratis untuk mahasiswa yang terseret dalam kasus dugaan korupsi dana beasiswa yang sedang diusut Polda Aceh.
Dari informasi yang ditemukan posko itu, ada beasiswa yang jumlahnya Rp 30 juta, tapi yang diterima atau diberikan kepada mahasiswa hanya sebesar Rp 4 juta.
Poskotersebut dibentuk sebagai bentuk keprihatinan atas proses penyidikan kasus dugaan korupsi beasiswa tahun 2017, di mana 400 mahasiswa penerima bantuan pendidikan itu berpotensi menjadi tersangka bila tidak mengembalikan uang yang sudah mereka terima.

Sepuluh pengacara yang tergabung dalam solidaritas itu adalah Erlanda Juliansyah Putra SH MH, Kasibun Daulay SH, Nourman SH, Ilham Zahri SH MH, Raja Inal Manurung SH, Faisal Qasim SH MH, Hidayatullah SH, T Ade Pahlawan SH, Muttaqin Asyura SH, dan Shahnaz Nabilla SH.
Kasibun Daulay kepada Serambi, Selasa (22/2/2022), mengatakan, saat ini sudah ada puluhan mahasiswa penerima beasiswa yang melapor ke posko tersebut, baik melalui email maupun secara langsung.
"Sampai saat ini sudah ada puluhan mahasiswa yang terdata dan melapor ke posko solidaritas, baik melalui saya atau melalui saudara Erlanda," ujar Kasibuan.
Dari pengakuan mahasiswa, menurut Kasibuan, jumlah beasiswa yang diterima bervariasi.
Paling besar beasiswa yang disalurkan sebelum dipotong Rp 40 juta dan paling kecil Rp 25 juta.
"Jumlahnya bervariasi, data sedang kita olah.
Tapi, dari beberapa informasi yang kita temukan, ada yang beasiswanya 30 juta rupiah, tapi yang diberikan kepada mahasiswa hanya 4 juta rupiah.
Baca juga: Pemuda Muhammadiyah Sorot Kasus Beasiswa di Aceh, Ketua PDPM: Jangan Kambinghitamkan Mahasiswa
Baca juga: 10 Advokat Aceh Buka Posko Bantuan Hukum Gratis untuk Mahasiswa Terseret Kasus Beasiswa
Selebihnya diambil oleh koordinator," ungkapnya.
Dalam kasus ini, lanjut Kasibun, mahasiswa bukanlah pleger atau pelaku utama, tapi korban dari sebuah dugaan tindak pidana yang sudah direncanakan oleh pelaku utama atau aktor intelektualnya yang mungkin sudah memiliki niat sejak awal.
Sebab, tambahnya, program beasiswa atau dengan nama lain bantuan pendidikan tersebut merupakan aspirasi dari beberapa anggota DPRA Periode 2014-2019 yang dikelola oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh pada tahun 2017.
Seperti diberitakan sebelumnya, program ini diperuntukkan bagi mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan D3, D4, S1, S2, dokter spesialis, dan S3 dalam negeri, maupun penerima beasiswa luar negeri untuk S1, S2, dan S3.
Anggota DPRA pengusul beasiswa itu terindikasi kuat memotong atau menyelewengkan dana tersebut yang dilakukan melalui koordinatornya sebagai perantara dengan penerima manfaat.

Masing-masing anggota dewan saat itu mengusul mahasiswa dalam jumlah yang bervariasi, demikian pula jumlah pemotongannya.
Total bantuan yang disalurkan saat itu mencapai Rp 19,6 miliar kepada 803 mahasiswa penerima.
Kemudian, berdasarkan hasil konfirmasi Inspektorat terhadap 197 mahasiswa, mereka hanya menerima Rp 5,2 miliar, sedangkan Rp 1,14 miliar belum mereka terima karena sudah dipotong oleh penghubung.
Dalam kasus ini, Polda Aceh sudah memeriksa 400 mahasiswa dari total 803 penerima bantuan biaya pendidikan tersebut.
Baca juga: FPA Minta Polda Aceh Serius Tangani Kasus Dugaan Pemotongan Beasiswa
Baca juga: GeRAK Aceh : Metode Penanganan Perkara Beasiswa Diduga Keliru
"Jika merujuk pada KUHAP Pasal 1 angka 2, penyidikan dilakukan untuk membuat terang benderangnya perkara, tapi dengan imbauan penyidik atau Polda untuk mengembalikan uang hasil dari dugaan tipikor tersebut kepada mahasiswa, maka membuat perkara ini semakin gelap dan belum berujung," ujar Kasibun.
Solidaritas Advokat Aceh berharap, dalam kasus itu penyidik mengejar kebenaran materil bukan kebenaran formil.
"Penyidik kita harapkan bisa mengungkap kemana aliran dana hasil dari perbuatan melawan hukum tersebut," tegasnya.
"Penyidik jangan berhenti pada dugaan tipikor saja.
Malah karena dananya besar, kita mendorong penyidik menerapkan dan mencari kemungkinan terjadinya tindak pidana pencucian uang dalam kasus ini," tambah dia.
"Jangan sampai rantai terujung atau hilirnya yang dijadikan sasaran, sementara pelaku utamanya dibiarkan.
Tentu, hal tersebut bisa melukai rasa keadilan masyarakat Aceh terhadap perkara yang sedang ditangani oleh Polda Aceh ini," ujar Kasibun lagi.
Pada bagian akhir, Kasibuan berharap mahasiswa penerima beasiswa tidak takut untuk membuat laporan ke posko, baik melalui email maupun dengan datang langsung ke kantor masing-masing advokat.
"Kami juga menyediakan form laporan pengaduan advokasi bagi mahasiswa yang menerima beasiswa melalui link https://bit.ly/pendaftaranadvokasimahasiswapenerimabeasiswa," demikian Kasibuan Daulay.
Baca juga: Tercium Pemotongan Beasiswa Ratusan Mahasiswa di Aceh, Begini Modus Operandinya
Sebelum dideklarasikan posko bantuan hukum oleh Solidaritas Advokat Aceh, Ditreskrimsus Polda Aceh sudah lebih dulu membuka posko pengembalian dana bantuan pendidikan tahun 2017 di Kantor Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Aceh pada Jumat (18/2/2022).
Sebanyak 38 mahasiswa (bagian dari lebih 400 mahasiswa penerima beasiswa tak memenuhi syarat) sudah mengembalikan beasiswa yang pernah mereka terima ke Polda Aceh.
Pengembalian beasiswa itu dilakukan hanya berselang sehari setelah Polda Aceh mengimbau para mahasiswa yang terlibat agar segera mengembalikan bantuan pendidikan tersebut ke kas daerah pada Kamis (17/2/2022).
“Hingga tadi malam sudah ada 38 mahasiswa yang mengembalikan beasiswa yang terlanjur mereka terima, dengan total pengembalian uang Rp 254.445.000,” sebut Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol Winardy, kepada Serambi, Jumat (18/2/2022).
Kabid Humas Polda Aceh sebelumnya mengungkapkan, lebih dari 400 mahasiswa berpotensi menjadi tersangka karena tidak memenuhi syarat untuk menerima beasiswa tersebut, dan diketahui mereka memberikan kickback (pembayaran kembali) kepada koordinator.
Aktor Utama di Balik Korupsi Itu Harus Diusut
Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Lhokseumawe (PDPM), Ns Rahmat Muhajir SKep, mengatakan, pihak penegak hukum harus proporsional dalam menangani masalah pemotongan beasiswa untuk ratusan mahasiswa di Aceh.
Ia menilai, dalam kasus ada sedikit kejanggalan karena aktor utamanya malah aman dan tenang.
"Jangan kambinghitamkan mahasiswa, kasihan mereka korban, sudah diberi, malah berpotensi jadi tersangka," kata Rahmat kepada Serambi, Selasa (22/2/2022).
Rahmat meminta proses hukum berjalan seadil-adilnya, dimana dalam kasus ini pihak kepolisian harus mengusut para aktor utama di balik korupsi tersebut.
Baca juga: Siap-Siap! Beasiswa LPDP 2022 Segera Dibuka, Tahun Ini Ada Dua Tahap, Catat Tanggalnya
"Dan bisa saja nominal beasiswa yang dicairkan banyak diambil oleh koordinator dan oknum anggota dewan.
Mahasiswa penerima beasiswa hanya jadi korban," sebutnya.
Rahmat menjelaskan, para aktor utama di balik korupsi beasiswa tersebut yang harusnya menjadi tersangka atau bertanggung jawab.
"Bukan sebaliknya, mahasiswa penerima beasiswa yang akan berpotensi jadi tersangka.
Kejahatan yang dilakukan mulai dari proses seleksi penerima beasiswa hingga proses administrasi, serta penetapan penerima juga diduga tidak layak, dan kemungkinan ada fee untuk oknum-oknum tertentu yang terlibat," tambah dia.
"Kami para Pemuda Muhammadiyah meminta Kapolda Aceh untuk serius mengusut kasus ini secara mendalam dan tuntas sampai ke akar permsalahan.
Bukan hanya dari permukaan saja dengan menjadikan mahasiswa sebagai kambing hitam, sementara tikus-tikus hitam tidak dibasmi.
Kasihan mahasiswa penerima beasiswa yang dijadikan tumbal untuk oknum-oknum terlibat menikmati korupsi uang beasiswa tersebut," pungkasnya. (mas/zak)
Baca juga: 38 Mahasiswa Kembalikan Uang Beasiswa ke Polda Terkait Kasus Korupsi Beasiswa
Baca juga: MaTA Desak Polda Aceh Segera Umumkan Tersangka Utama Korupsi Beasiswa Aceh