Breaking News

Kupi Beungoh

Putin, Ukraina, dan Perang Dunia 3 (V), 'Laboratorium Suriah' Putin, untuk Ukraina?

TIDAK berhenti di kawasan bekas Uni Soviet, percaturan Rusia dengan AS, juga berlangsung di berbagai tempat lain di dunia.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Oleh: Ahmad Humam Hamid*)

TIDAK berhenti di kawasan bekas Uni Soviet, percaturan Rusia dengan AS, juga berlangsung di berbagai tempat lain di dunia.

Salah satu yang paling terkenal dan masih berlangsung sampai hari ini adalah konflik Syiria (Suriah), yang dianggap sebagai salah satu konflik paling berdarah dunia saat ini.

Titik tujunya tidak lain tidak bukan, Presiden Bashir Assad yang tergerus dalam gelombang “Arab Spring” semenjak tahun 2010 dan belum berhenti.

Gelombang demokrasi telah menyapu bersih Tunisia, Libya, dan Mesir, dengan tingkat kesulitan yang berbeda.

Hanya Bashir Assad yang sampai hari ini masih selamat dan berada di ujung tanduk antara AS dan Rusia.

Ada banyak aktor domestik yang terlibat dalam konfik itu.

Ada gerakan prodemokrasi yang umumnya didukung AS, ada pula kelompok Islam garis keras Sunni ISIL-ISIS yang hendak menggulingkan rezim Assad yang Syiah dan dekat dengan Iran.

Di samping itu ada pula pejuang Kurdi yang menginginkan negaranya sendiri yang mencakup sebagian wilayah Suriah, Turki, dan Irak.

AS mempunyai dua target.

Islam Sunni garis keras ISIL-ISIS, dan Bashir Assad yang dekat dengan Rusia.

Sebaliknya Rusia proAssad, dan mempunyai “pintu masuk” melalui ISIL-ISIS, seperti yang dituju oleh AS.

Apa yang penting diperhatikan dalam hal konflik domestik Suriah adalah kepentingan AS untuk menggulingkan Assad, mencegah ISIL mengantikan Assad, memberi ruang kepada pejuang kemerdekaan suku Kurdi, dan mendukung kelompok prodemokrasi untuk dapat berkuasa di Suriah.

Dengan kompleksitas skenario AS yang seperti itu, rencana Putin sangat sederhana.

Membantu Assad dengan berbagai cara.

Baca juga: Putin, Ukraina, dan Perang Dunia 3 (I): Denazifikasi dan Demiliterisasi Ukraina

Baca juga: Putin, Ukraina, dan Perang Dunia 3 (II), Emosional atau Logiskah Alasan Putin?

Musuh yang Sama Tujuan Berbeda

Karena salah satu justifikasi AS adalah memerangi kelompok jihad Islam ISIL-ISIS, Rusia hanya menumpang pada justifikasi AS untuk menjadi salah satu peserta aktif dalam konflik itu.

Logika AS itu digunakan oleh Putin untuk masuk ke Suriah, sehingga kedua kekuatan ini memerangi kelompok ISIL-ISIS yang sama, namun mempunyai tujuan akhir yang berbeda.

Tidak ada alasan sama sekali bagi AS maupun sekutunya untuk mélarang Rusia terlibat, karena bukankah AS yang mempromosi dan mengajak seluruh kekuatan dunia untuk memerangi Islam radikal?

Di Suriah, kedua kekuatan itu terlibat aktif, bahkan mengirimkan pasukannya, berikut dengan pangkalan militer.

AS membangun pangkalan militernya di Al-Tanf, 250 km dari Damakus, ibu Kota Suriah, di provinsi Hom yang dikuasai oleh kelompok anti-Assad.

Pangkalan AS itu dibangun dengan kesepakatan dan prinsip saling menghormati antara AS dan Rusia pada tahun 2016, ditandai dengan penetapan 55 kilometer kawasan nonkonflik yang memberikan ruang keamanan kepada pangkalan AS itu.

Ketika AS mulai terlibat dalam konflik Suriah, lebih dari 5.000 pasukannya terlibat dalam berbagai operasi memerangi ISIL-ISIS, yang mendapat dukungan kuat dari sekutu domestiknya yang ingin menggulingkan Assad.

Rusia tidak hanya menyediakan bantuan militer canggih kepada Assad, tetapi juga ikut aktif dalam pemboman wilayah-wilayah strategis penantang Assad.

Sulit membayangkan Assad akan bertahan tanpa kehadiran mesin perang Rusia.

Sama dengan AS, Rusia juga membangun pangkalan militernya di Suriah.

Jika pangkalan AS terletak di wilayah anti-Assad, Putin mendapat keistimewaan dari Assad. 

Rusia diberikan dua pangkalan militer Suriah, Laut-Pelabuhan Tartus dan Udara-airport Hmeimim, yang keduanya terletak di Propinsi Ladhakia.

Dengan fasilitas seperti itu, praktis mobilisasi mesin perang Rusia-ke Suriah sangat mudah dilakukan, terutama berbagai pesawat tempur dan alat canggih lainnya yang dapat dikirim melaui laut dan udara.

Praktis pertahanan Assad sebagiannya dikelola oleh Rusia.

Tidak ada angka pasti berapa jumlah tentara Rusia di Suriah, namun beberapa sumber intelijen memperkirakan tidak kurang dari 13.000 tentara Rusia ada di Suriah.

Tidak hanya pasukan resmi, Putin juga menggunakan serdadu bayaran di bawah bendera “Wagner”, yang dimiliki oleh Yevgeny Prigozhin, seorang pengusaha yang dekat Putin.

Serdadu bayaran ini biasanya ditugaskan untuk operasi khusus.

Bagi Putin, kehadiran Rusia dalam konflik domestik Suriah, bukan hanya soal kedekatan historis.

Kedekatan Suriah dengan Uni Soviet -Rusia, mungkin tak tertandingi dengan negara manapun di Timur Tengah, semenjak Perang Arab-Israel tahun 1967.

Kehadiran Rusia saat ini adalah sebagai pintu untuk perluasan pengaruh, sekaligus merusak dan mengacaukan hegemoni AS di kawasan Timur Tengah.

Baca juga: Putin, Ukraina, dan Perang Dunia 3 (III), Benarkah Putin Reinkarnasi Ivan ‘Ceulaka’ the Teribble?

Baca juga: Putin, Ukraina, dan Perang Dunia 3 (IV), Georgia dan Kegagalan Barat Menjegal Putin

Laboratorium Mesin Perang

Sekalipun di permukaan, kehadiran Rusia di Suriah lebih mencerminkan sebagai demonstrasi perimbangan kekuatan, jauh di dalamnya ada fungsi lain yang sangat berbahaya bagi Suriah dan bahkan kawasan-kawasan lain yang berpotensi konflik atau berkonflik dengan Rusia.

Bagi Putin tidak ada tempat lain yang paling penting di dunia, bahkan di Rusia sekalipun, selain Suriah, sebagai tempat yang paling strategis sebagai “laboratorium mesin perang”.

Suriah baginya adalah arena latihan pasukan, uji coba berbagai senjata mutakhir, uji coba anti gerilya kota, dan penggunaan kimia sebagai alat pembunuh.

Lebih dari itu, Suriah juga dijadikan sebagai arena kreativitas konversi perang menjadi senjata politik yang paling ampuh.

Pengalaman itu kini sedang dan akan diterapkan di Ukraina.

Contoh yang paling nyata bagaimana laboratorium perang Rusia itu adalah kejadian tragis Kota Aleppo dan Provinsi Idlib.

Di kedua tempat itu yang terjadi adalah pengeboman dan penghancuran infrastruktur, bangunan dan perumahan warga sipil.

Kematian dan penderitaan masyarakat tak berdosa adalah ikutannya.

Ukuran itu kemudian tercermin dari ketakutan warga dengan gelombang pengungsi yang jutaan jumlahnya.

Aleppo adalah salah kota tertua di kawasan Timur Tengah, yang menghubungkan Afrika dengan Eropa via Turki dan juga salah satu rute jalur sutera Cina.

Dalam sejarah tamaddun Islam, Allepo terkenal dengan Masjid al Nuqtah, tempat di mana disimpan batu ceceran darah cucu Rasul, Hussain, yang kepalanya dipancung oleh Yazid bin Muawiyah.

Di bawah gempuran tentara Rusia, dibantu oleh pasukan Suriah, Allepo yang penuh dengan bangunan peninggalan klasik dan tempat bersejarah, kini tak berbekas.

Dan kini, gempuran seperti  itu sedang dan akan diulangi  di kota-kota Ukraina, utamanya di ibu kota Kiev.

Gambaran itu ditulis dan dilaporkan oleh Shawn Yuan-aktivis HAM internasional, photographer, dan wartawan freelance yang menulis respons publik Suriah di Aljazera (February 6, 2022).

Shawn yang sempat mengunjungi Aleppo beberapa hari yang lalu menggambarkan bagaimana reaksi warga Aleppo yang menyaksikan serangan Rusia ke Ukraina.

Dari sejumlah wawancara, warga Aleppo seolah terbangun dari mimpi buruk tahun 2016, ketika bombardir Aleppo itu tergambar kembali di Ukraina melalui media elektronik yang mereka tonton.

Shawn menulis ringkasan koleksi cerita itu sebagai “kini mereka-Rusia- akan mengulangi lagi Allepo di Ukraina. 

Sebenarnya, tanpa ditulis oelh Shawn pun banyak publik internasional telah menyaksikan bagaimana hancurnya Allepo pada tahun 2016 via laporan media.

Bayangkan saja Kota Banda Aceh yang relatif dan rontok rumah dan bangunan pada tahun 2004 akibat tsunami, sebagai gambaran kecil musnahnya Aleppo.

Bayangkan saja Allepo-190.00 km persegi yang hampir 7 kali luas Banda Aceh 30,357 km persegi dengan wajah bangunan yang rontok dan rata dengan tanah, dan bangkai berbagai kenderaan pada Desember 2016.

Atas restu Bashir Assad, Rusia mengerahkan serangan udara dan darat yang hanya dalam waktu 45 hari sebagian besar Aleppo berhasil direbut kembali oleh pemerintah Suriah.

Setelah hampir dua tahun kota, dua petiga kota dikuasai pemberontak, pada 15 Desember 2016 Aleppo.

Apa yang dilakukan oleh pasukan Putin di Aleppo?

Sama halnya dengan AS ketika menyerang Irak dengan mengerahkan kapal induk Harry S. Truman, tahun 2003 di Laut Tengah, Rusia pada konflik Suriah mengirim kapal induk Admiral Kuznetsov yang panjangnya lebih dari 3 kali lapangan bola.

Jika Truman pada gempuran Irak 2003 mengangkut pesawat tempur F-16 Fighting Falcon, maka Kuznetsov mengangkut pesawat canggih Rusia Tu-22M3, MiG-31K, berikut dengan berbagai peralatan mesin perang lainnya.

Dengan gempuran Rusia yang begitu dahsyat siang malam, pemberontak Suriah dipaksa tak berkutik.

Banyak yang mati, yang menyebabkan mereka terpaksa mundur dan keluar dari Aleppo.

Persoalannya yang paling besar, adalah tewasnya masyarakat sipil yang tak berdosa, akibat pemboman itu. Tidak terhitung.

Orang tua, wanita, dan anak-anak tampak dalam berbagai foto dan video dengan gambaran yang hanya setara dengan apa yang terjadi di Kossovo pada tahun 1992, dan mungkin mengalami penderitaan yang hampir mirip dengan Nagasaki pada tahun 1945, minus radiasi nuklir.

Mesin perang Putin cukup ampuh, sehingga kelompok oposisi dukungan AS pun terpaksa lari dan keluar dari Aleppo.

Baca juga: VIDEO - Rusia Dikabarkan Rekrut Tentara Suriah untuk Berperang di Ukraina

Baca juga: Presiden Suriah Dukung Invasi Rusia ke Ukraina, Sebut Sebagai Langkah Mengoreksi Sejarah

Baca juga: Rusia Bombardir Kawasan Perkotaan Ukraina, Ubah Strategi, Gunakan Taktik Perang di Suriah

Ajang Uji Coba Senjata Baru

Kenapa Suriah disebut sebagai laboratorium Putin?

Karena memang di Suriah lah semua jenis senjata baru Rusia dicoba, semua model taktik dan strategi pertempuran disempurnakan, dan semua kombinasi serangan laut, udara, dan darat dipraktekkan.

Pokoknya bagi Putin, Suriah adalah tempat di mana uji coba pertempuran.

Di Suriah, pola Putin belajar dan mengajari Assad tentang bagaimana mengkonversi kemenangan militer menjadi kemenangan politik yang solid.

Salah satu prestasi Rusia di Aleppo yang kini sudah mulai dilakukan di Ukraina adalah penggunaan vacum boom atau juga dikenal dengan nama senjata thermobaric.

Di kalangan ahli persenjataan, vacuum boom diberi nama bom nuklir kecil, karena cara kerjanya yang sangat cepat-efektif, dan mematikan.

Bom ini mempunyai metode daya ledak ganda, dimana semua serpihan ledakan pertama yang berserakan akan menghasilkan ledakan kedua yang sangat dahsyat, dari banyak serpihan dan menjangkau areal yang lebih luas.

Nama senjata vacuum bom Rusia itu adalah TOS-1A yang mempunyai jarak tembak 4 kilometer lebih dengan cakupan ledakan lebih dari 300 meter.

Ketika diceritakan tentang kematian ribuan warga sipil dan ratusan ribu bahkan jutaan pengungsi Aleppo dan Idlib, tidak sangat sukar untuk dimengerti.

Dengan hanya melihat kepada satu jenis senjata pemusnah itu saja, belum lagi mesin perang yang lain sudah dapat dibayangkan bagaimana kejadian kematian dan penderitaan di Suriah itu terjadi, dan kini hal itu akan terulang di Ukraina.

Putin tidak hanya berurusan dengan AS di Suriah, ia juga mengirim pekerjaan rumah Uni Eropa yang bahkan mempercepat Inggris keluar dari Uni Eropa.

Gempuran Putin telah menyebabkan jutaan pengungsi Suriah dan bahkan Libya-Putin juga terlibat dalam perang sipil Libya, telah membanjiri Eropa.

Pengungsi itu kini telah membuat Uni Eropa kewalahan, sementara Putin diam-diam menikmatinya.

Ketika ada pertanyaan dari wartawan tentang kekejaman Rusia di Suriah komentarnya cukup dingin.

Dia menjawab ya, kemudian dilanjutkan, “itu tak ada apa-apanya dibandingakan dengan yang dilakukan AS di Afghanistan dan Irak”.

Hampir tak ada wartawan yang mampu membantahnya.(BERSAMBUNG)

*) PENULIS adalah Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

BACA ARTIKEL KUPI BEUNGOH LAINNYA DI SINI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved