Breaking News

Berita Jakarta

Disparitas Harga Migor Tinggi Konsumen Bisa Beralih ke Minyak Curah, HET Tak Efektif Turunkan Harga

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, konsumen minyak goreng (migor) kemasan bisa bermigrasi

Editor: bakri
Tribun Medan/Fredy Santoso
Foto saat satgas pangan Ditreskrimsus Polda Sumut dan Pemrov Sumut menyidak tiga gudang minyak goreng di wilayah Deliserdang, Sumatera Utara. Satgas menemukan ribuan minyak goreng kemasan diduga ditimbun, Jumat (18/2/2022) 

JAKARTA - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, konsumen minyak goreng (migor) kemasan bisa bermigrasi ke minyak goreng curah.

Hal itu lantaran disparitas harga antara curah dan kemasan terlalu lebar.

"Dengan disparitas harga ini, saya khawatir akan membuat migrasi konsumen premium ke curah karena beda harga yang besar.

Ini sangat wajar," kata Tulus dalam sebuah webinar, Sabtu (19/3/2022).

Kapolres Aceh Barat, AKBP Andrianto Argamuda saat melakukan sidak minyak goreng di pasar tradisional Meulaboh, Rabu (16/3/2022)
Kapolres Aceh Barat, AKBP Andrianto Argamuda saat melakukan sidak minyak goreng di pasar tradisional Meulaboh, Rabu (16/3/2022) (FOR SERAMBINEWS.COM)

Harga minyak goreng curah dipatok pemerintah sebesar Rp 14 ribu per liter.

Sementara, minyak goreng kemasan sederhana dan premium dilepas sesuai mekanisme pasar yang kini menyentuh hingga lebih dari Rp 24 ribu per liter.

Tulus menilai, pemerintah bertekuk lutut terhadap pengusaha dalam upaya menuntaskan persoalan minyak goreng di tengah masyarakat.

Sebab, berbagai kebijakan telah dilakukan tetapi gagal.

"Masyarakat seperti menjadi kelinci percobaan.

Klimaks akhirnya pemerintah gagal dan menyerah pada mekanisme pasar," katanya.

Baca juga: Pernyataan Megawati soal Minyak Goreng Dinilai Blunder

Baca juga: Kapolres Pijay Akan Tindak Tegas Penimbun dan Penggelembungan Harga Minyak Goreng

Mengutip data Kementerian Perdagangan (Kemendag) rata-rata kebutuhan minyak goreng nasional per bulan mencapai 327 ribu ton.

Adapun, pangsa pasar minyak curah lebih tinggi ketimbang kemasan.

Berdasarkan catatan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), minyak curah berkontribusi hingga 65 persen dari total kebutuhan minyak goreng nasional dan sisanya 35 persen merupakan kemasan.

Karena itu, konsumsi minyak goreng di Indonesia masih didominasi dalam bentuk curah.

Tulus mengatakan, melihat perkembangan isu minyak goreng saat ini, YLKI masih berpandangan bahwa kartel telah terjadi.

Dari sebelum adanya kebijakan HET untuk seluruh jenis minyak goreng, harga masih tinggi meski barang ada.

Ketika pemerintah mengaturnya, barang menjadi langka.

Terakhir, setelah HET dicabut mesti khusus untuk kemasan, barang kembali membanjiri pasar.

"Ini aneh.

Barang ada tapi mahal, lalu murah tidak ada, ini pilihan pahit bagi konsumen.

Baca juga: MPU Aceh Minta Pemerintah Cari Solusi Soal Kelangkaan Minyak Goreng

Jadi ini dugaan kartel atau mafia," ujarnya.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pakuan Bogor, Iman Hilman, mengatakan, terdapat sejumlah faktor penyebab tidak efektifnya kebijakan minyak goreng.

Pertama, kegagalan pasar mengacu pada kondisi di mana mekanisme pasar tidak bekerja sehingga menciptakan ketidakefisienan di pasar.

Kedua, terjadi oligopoli pasar dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi harga.

Ketiga, minyak goreng termasuk barang yang tidak diatur tata niaganya dan harganya.

"Dalam kondisi seperti ini, akan sulit menerapkan kebijakan pengaturan karena sulitnya pengawasan di lapangan," katanya.

Faktor terakhir, yakni beberapa penelitian pun menunjukkan bahwa penerapan HET tidak efektif pada komoditas yang memiliki rantai tata niaga yang pangan.

Sementara itu, Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta dalam keterangan tertulisnya mengatakan, belajar dari kebijakan pemerintah soal harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng, tidak efektif dalam meredam kenaikan harga.

“Kementerian Perdagangan menggunakan DMO dan HET dalam pengendalian harga karena memang itu instrumen yang mereka punya.

Namun jika ada masalah lain, misalnya ongkos distribusi dan produksi yang memang meningkat, maka DMO dan HET semakin tidak efektif,” jelasnya.

Ia memaparkan, HET minyak goreng kemasan sudah lama akan diatur oleh pemerintah.

Ada aturan yang mewajibkan retailer untuk menjual minyak goreng dalam kemasan, tidak boleh lagi curah.

Namun implementasi peraturan ini tertunda terus karena harga minyak goreng kemasan akan jadi terlalu mahal jika dipaksakan untuk semua produsen dan konsumen.

“Akhirnya sampai sekarang pun aturan tersebut terus tertunda.

Harusnya kalau berkaca dari penundaan-penundaan ini, HET sudah dapat diduga akan menimbulkan masalah,“ jelasnya.(republika.co.id)

Baca juga: Minyak Goreng Subsidi Gagal Masuk Simeulue

Baca juga: Tanggapi Kelangkaan Minyak Goreng, Ketua MPU Aceh : Berdosa Biarkan Rakyat Jera

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved