Kupi Beungoh
Perjalanan Pertama ke Australia Setelah Pandemi, Tak Perlu Karantina Meski Masih Banyak Syarat
Penting diperhatikan, dalam pemesanan atau booking form tersebut kita harus mempersiapkan dan memberikan data-data yang lengkap menghindari...
Oleh: Ismail Rasyid*)
ALHAMDULILLAH, keadaan dunia pelan-pelan mulai membaik kembali.
Satu per satu negara telah mulai membuka perbatasannya untuk pengunjung dari negara lain, tanpa harus melalui masa karantina.
Sebenarnya ini bukanlah perjalanan pertama saya ke luar negeri pada masa pandemi.
Karena pada tahun lalu, saya bersama istri dan anak kami juga sempat berkunjung ke Inggris untuk menjenguk putra kami, Jibril Gibran yang sedang menuntut ilmu di University of Sussex Inggris.
Dari Inggris kami kemudian melanjutkan perjalanan ke beberapa negara lain di Eropa.
Tapi, perjalanan saya kali ini ke Australia terasa lebih berbeda dan istimewa.
Pasalnya, Australia adalah salah satu dari beberapa negara di dunia yang menerapkan aturan pembatasan perjalanan yang sangat ketat, bahkan lebih ketat dari negara-negara di Eropa dan Amerika.
Untuk diketahui, perbatasan internasional Australia mulai dibuka pada, Senin (21/2/2022) bagi pendatang atau wisatawan asing yang sudah divaksinasi lengkap.
Pembukaan ini juga sekaligus mengakhiri aturan pembatasan perjalanan saat pandemi yang dinilai terlama dan paling ketat di dunia, yakni sejak Maret 2020, hampir dua tahun semenjak pandemi Covid-19.
Praktis, ini menjadi kesempatan pertama saya untuk melihat langsung keadaan kantor kami, PT Trans Continent yang berada di Perth, Western Australia.
Terakhir kali saya melihat kondisi kantor di Australia adalah ketika menjemput istri dan anak-anak untuk dibawa pulang ke Jakarta, pada pertengahan tahun 2020 lalu.
Baca juga: Cakrawala Baru dari Bos PT Trans Continent Ismail Rasyid
Baca juga: Pernah Jadi Kernet Labi-labi Jurusan Pasar Aceh - Lhoknga, Ismail Rasyid Kini Bos di 7 Perusahaan
Baca juga: Remaja Putri Aceh Ini Tinggalkan Australia karena Pandemi, Ceritakan Kerinduan Lewan Lagu Jazz
Aturan Sangat Ketat
Saat kami masih tinggal di Perth, kami merasakan sendiri bahwa Australi, terutama sekali negara bagian Western Australia sangat ketat dalam menerapkan aturan, pengawasan, dan penanganan masalah Covid-19.
Sejak dini, Western Australia melakukan pengawasan yang sangat ketat dan tegas terutama melakukan pembatasan mobilisasi orang, baik internal di negara bagian tersebut, maupun antar negara bagian Australia, apalagi untuk negara luar.
Penutupan border Western Australia adalah yang paling lama dilakukan di antara negara negara bagian lain di Australia.
Mereka mulai menutup perbatasan lebih awal pada Maret 2020 dan membukanya pada Maret 2022, meski beberapa negara bagian lain di Australia telah mulai membuka pada bulan Februari 2022.
Saya pribadi tepat dua tahun tidak masuk ke Perth.
Bulan Maret 2020 adalah kali terakhir saya masuk ke Perth, untuk keperluan mengunjungi keluarga serta visit regular untuk kegiatan usaha kantor kami di Perth.
Beberapa hari saya berada di Perth itulah Western Australia memberlakukan lockdown dengan aturan yang sangat ketat.
Keadaan itu membuat saya dan keluarga kemudian memutuskan exit kembali ke Indonesia pada akhir Maret 2020.
Namun demikian, walaupun secara fisik kami tidak berada di Perth, tapi proses bisnis berjalan secara normal.
Hal ini karena dukungan mitra kami yang sangat kredibel dan trusted, walaupun memang aktifitas bisnis kami sedikit menurun akibat dari dampak pandemi tersebut.
Dukungan mitra kami di luar negeri sangatlah penting dalam menjaga pelayanan kepada client kami di Indonesia.
Baca juga: Mewujudkan Pusat Logistik Berikat dan Industry Processing di Aceh, Mungkinkah?
Syarat dan Dokumen Perjalanan
Walaupun perjalanan keluar negeri sudah dibuka kembali secara global, termasuk ke Western Austalia, namun kita (setidaknya saya) merasakan masih mengalami beberapa hambatan.
Mungkin karena beberapa proses penyesuaian dan persyaratan persyaratan yang diminta oleh, baik otoritas bandara, maskapai penerbangan, maupun pemerintah negara tujuan.
Di antara yang paling saya rasakan adalah keterbatasan pesawat, sehingga kurangnya pilihan, dan biaya tiket yang mahal serta fluktuatif.
Sementara beberapa persyaratan perjalan ke Perth yang harus saya lengkapi dalam perjalanan kali ini, antara lain:
Pertama sekali, untuk booking tiket pesawat dari Jakarta ke Perth, kita terlebih dahulu harus mengupload beberapa dokumen penting seperti:
1. Passport
2. Visa (kebetulansaya pemegang APEC Visa atau visa untuk perjalanan bisnis)
3. Sertifikat vaksin
4. Test antigent/swab
5. Mengisi G2G Form
6. Mengisi dan mengupload Australia Digital Form
Penting diperhatikan, dalam pemesanan atau booking form tersebut kita harus mempersiapkan dan memberikan data-data yang lengkap agar menghindari reject dari otoritas Australia.
Baca juga: VIDEO - Ismail Rasyid, Putra Aceh Pemilik 7 Perusahaan Swasta Nasional
Perjalanan yang Melelahkan
Singkat kata singkat cerita, setelah semua persyaratan terpenuhi, pada Rabu 23 Maret 2022 malam kemarin, saya pun berangkat ke Perth.
Tapi, lagi-lagi perjalanan ini berbeda dari biasanya.
Dalam setiap perjalanan bisnis sebenarnya saya sangat prefer dan loyal untuk menggunakan pesawat Garuda.
Tapi, karena hingga saat ini Garuda belum membuka kembali rute Jakarta - Perth (baru tersedia Jakarta Sydney dan Jakarta – Melbourne), maka dengan terpaksa saya harus memilih alternatif lain, yakni pergi dengan maskapai penerbangan negeri tetangga, Singapore Airline.
Selain karena milik Indonesia dan kebanggaan karena Garuda Indonesia memiliki cikal bakal dari Aceh, ada pertimbangan khusus kenapa saya selalu menumpang Garuda saat bepergian ke luar negeri, terutama ke Australia.
Khusus untuk penerbangan ke Perth, bepergian dengan Garuda Indonesia akan sangat menghemat waktu.
Hanya butuh waktu 4,5 jam penerbangan langsung dengan Garuda dari Jakarta ke Perth.
Sedangkan jika menumpang Singapore Airline, maka penerbangan tersebut akan menghabiskan waktu sekitar 12 jam, karena pesawat SQ dari Jakarta akan kembali ke homebasenya di Singapore.
Setelah transit di Singapore, SQ akan kembali terbang ke Perth dengan melewati udara Indonesia.
Waktu 12 jam penerbangan itu adalah dengan asumsi kita langsung mendapatkan connecting flight di Changi Singapura.
Tapi jika tidak mendapatkan penerbangan yang terkoneksi langsung, maka penumpang dari Indonesia masih perlu beberapa jam transit di Bandara Changi.
Dan perjalanan saya ke Perth kali ini benar-benar melelahkan, karena dari Jakarta harus pergi ke Singapura, transit di Changi, lalu kembali terbang ke Perth dengan melewati langit Indonesia.
Meski melelahkan, saya benar-benar beryukur karena ini adalah pertama kalinya saya bisa melihat kembali secara langsung kantor PT Trans Continent di Perth.
Di Perth saya akan melaksanakan dan mengikuti beberapa rapat dengan mitra bisnis kami, untuk pengembangan bisnis dan penguatan hubungan kerjasama, serta meeting membahas technical operasional untuk project yang sedang berjalan.
Dalam perjalanan ke Perth kali ini, juga ke beberapa negara lainnya, saya selalu menyimpan sebuah harapan, untuk bisa mengkoneksikan semua mitra bisnis saya, untuk bersama-sama membangun Aceh, dengan memanfaatkan areal pusat logistik berikat (PLB) di basecamp PT Trans Continent yang kini hampir rampung kami bangun di Gampong Beurandeh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar.
Akhirnya, saya memohon doa dan dukungan dari semua pihak, terutama para pengambil kebijakan dan rakyat Aceh, agar misi untuk menjembatani Aceh ke berbagai negara di dunia ini, segera terwujud. Aamiin.
*) PENULIS adalah CEO PT Trans Continent, Ketua Ikatan Alumni USK Wilayah Jabodetabek.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.