Luar Negeri
Dollar AS Hadapi Risiko Runtuh, India-Rusia Jajaki Pembayaran Transaksi Energi tak Pakai Dollar AS
Perusahan itu mengatakan bahwa Dollar AS akan menghadapi beberapa tantangan, sama seperti yang dihadapi Poundsterling Inggris di awal 1900-an.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Mursal Ismail
Peneliti senior Hudson Institute, Walter Russell Mead, menyebut bahwa sanksi pada Rusia semakin menyadarkan banyak negara pada bahaya menyimpan aset di bank-bank AS dan sekutunya.
Banyak negara juga semakin sadar bahaya menyimpan aset dalam mata uang AS dan sekutunya.
Di sisi lain, sanksi AS dan sekutunya pada Rusia menunjukkan pengaruh AS semakin tergerus.
Mayoritas negara di Asia-Afrika menolak menjatuhkan sanksi kepada Rusia.
Sebagian, seperti dilakukan India dan Vietnam, mengabaikan ancaman AS dan malah mengintensifkan hubungan dengan Rusia.
Sementara mantan Menteri Keuangan Inggris yang kini jadi ekonom Bruegel Institute, Jim O’Neill, tidak yakin China akan bisa menghadirkan alternatif sistem keuangan global.
Sebab, China perlu membiarkan nilai tukar yuan ditentukan pasar jika ingin membuat yuan diterima lebih luas.
Sampai sekarang, China tidak mau melakukan itu dan memilih tetap mengendalikan nilai tukar yuan. ”Siapa mau mengambil risiko dengan itu?” katanya. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)