Kupi Beungoh

Catatan Perjalanan Ramadhan - Ramadhan di Negeri Osman, Attaturk, dan Edorgan

Ketika sedang makan, saya mulai melihat dua tiga macam “khamar”, mulai dihidangkan, dan seolah minum air putih, banyak menumpang yang tak melewatinya.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Ahmad Humam Hamid*)

ADA cara kreatif untuk merasakan cara umat Islam di negara terlama waktu puasanya, seperti sedikit orang Islam di Icelandia yang terletak dekat kutub utara, tanpa harus ke sana.

Pilihannya ada dua, dari sahur ke buka puasa dengan jarak waktu 19 jam 56 menit, atau yang kedua, berbuka ke makan sahur yang berjarak waktu 4 jam 4 menit.

Saya memilih opsi kedua, karena, di samping sampai hari ini belum ada alasan kuat untuk datang ke negeri itu, ada cara lain secara kebetulan yang memberi peluang kepada saya untuk merasakan jarak waktu 4 jam buka puasa sampai sahur.

Caranya, pilihlah penerbangan ke arah matahari terbit dengan perbedaan waktu 7 jam dan pilihlah penerbangan yang berangkat jam 12 siang.

Itu yang saya lakukan, terbang kurang lebih 11 jam dari bandara Miami AS, pada siang hari menuju Istanbul, di benua Eropa, melewati Samudera Atlantik.

Ketika disebut Istanbul benua Eropa, maka yang dimaksud adalah Istanbul Airport, lapangan udara terbaru Turki yang terletak di Istanbul bagian Eropa, bukan bagian Asia.

Seperti dketahui, kota yang direbut oleh Sultan Mehmed II dari Imperium Roma Byzantium pada abad ke 16 terdiri atas bagian Eropa yang dipisahkan oleh Selat Bosphorous, dan bagian Asia yang dimiliki oleh Ottoman.

Hanya ada dua negara di dunia yang mempunyai wilayah di dua benua, Rusia dan Turki.

Jika luas wilayah Asia vs Eropa di Rusia adalah 77 % vs 23 %, maka di Turki, 97 persen wilayahnya ada di Asia dan hanya 3 persen di Benua Eropa.

Bagian Eropa itu adalah Konstantinopel yang direbut oleh Mehmed II, yang kemudian disatukan dengan bagian Asia, dan kemudian dinamakan dengan Istanbul.

Terbang dengan maskapai salah satu negara Islam terbesar di dunia, Turkish Air, tetap saja berlaku tata cara penerbangan internasional.

Bukan hanya pelayanan makanan layaknya penerbangan Garuda bulan puasa Banda Aceh- Jakarta, tetapi juga disertai dengan pelayanan plus, ada “khamar” anggur merah, bir, dan sejumah minuman keras lain yang sejenisnya.

Belakangan saya tahu bahwa penerbangan domestik Turkish Air, seperti dari Istanbul-Izmir, tidak sama dengan penerbangan internasional.

Penerbangan domestik Turkish Air tidak melayani minuman alkohol.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved