Ramadhan Mubarak
Pendidikan dan Pembiasaan dalam Islam
Saya rasa semua kita tahu bahwa shalat lima kali sehari semalam baru wajib dikerjakan anak, apabila dia telah mencapai usia balig
Umpamanya pertama diperintah, pada usia tujuh tahun hanya mewajibkan anak mengerjakan satu shalat saja dalam sehari, setelah itu setelah berselang beberapa bulan bahkan satu tahun, baru ditambah dengan mewajibkan dua, tiga, empat sampai lima shalat secara berturut-turut.
Kita mesti selalu ingat bahwa rentang waktu yang diberikan Rasulullah kepada orang tua untuk mengajarkan, membiasakan dan menertibkan anak mengerjakan shalat adalah sejak anak berumur tujuh sampai 15 tahun.
Jadi bukan beberapa bulan apalagi beberapa hari.
Dalam proses ini kalau setelah tiga tahun diajak dan dituntun dengan santun, mereka tetap tidak tertib, atau bahkan melawan, barulan boleh dipukul.
Jadi menurut penulis, hadis ini bisa dipahami bahwa izin untuk memukul yang diberikan kepada orang tua, baru ada setelah mereka memperkenalkan, mengajak, menyuruh, dan membiasakan anak mengerjakan shalat selama paling kurang tiga tahun secara terus menerus.
Setelah proses tiga tahun ini berjalan, dan anak telah mencapai umur sepuluh tahun dan tetap membandel, barulah mereka boleh dipukul.
Boleh dipukul menurut penulis bukan berarti mesti dipukul, karena waktu yang diberikan kepada orang tua untuk membiasakan dan mendisiplinkan anak setelah izin memukul diberikan masih ada sekitar lima tahun lagi (dari umur 10 sampai 15 tahun).
Tuntunan Nabi tentang pengajaran dan pembiasaan (pendidikan) shalat ini menurut penulis dapat digunakan sebagai pedoman atau model untuk pendidikan dan pembiasaan dalam berbagai masalah lain, bahwa pendidikan termasuk pembiasaan yang tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat.
Sebuah kebiasaan mesti ditanamkam secara perlahan-lahan dan terus menerus atau berkelanjutan, melalui berbagai tahapan, selama beberapa waktu, agar betul-betul dihayati dan menjadi kebiasaan.
Mungkin inilah proses yang oleh para sarjana disebut sebagai pendidikan melalui sosialisasi dan internalisasi.
Menurut penulis, pendidikan yang dapat menanamkan pembiasaan dan nilai-nilai, tidak akan berhasil kalau dipaksakan dalam waktu singkat, secara relatif tiba-tiba, model “sim-salabim abrakadabra”.
Apalagi kalau kebiasaan atau nilai yang buruk seperti malas, tidak bertanggung jawab, culas (nyontek di sekolah), manja, ingin menang sendiri sudah terlanjur ditanamkan oleh orang tua dan guru secara tidak mereka sadari kepada anak, maka menurut penulis kebiasaan buruk itu susah untuk diubah dan mungkin akan terbawa-bawa, dan berubah menjadi perilaku korupsi yang sebelumnya telah diuraikan.
Wallahu a`lam bis-shawab
Baca juga: Shalat Tarawih dan Shalat Malam (4)
Baca juga: Shalat Tarawih dan Shalat Malam (5)
