Opini

Ihtikar dalam Perspektif Islam

DALAM sistem perekonomian Islam, tidak membenarkan teori ekonomi kapitalis dan sosialis yang melegalkan praktik monopoli, spekulasi dan penimbunan

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Ihtikar dalam Perspektif Islam
For Serambinews.com
ABDUL GANI ISA Anggota MPU Aceh/Staf Pengajar Pascasarjana UIN Ar-Raniry

Menurut prinsip hukum Islam, barang apa saja yang dihalalkan Allah untuk memilikinya, maka halal pula untuk menjadi objek penukaran atau perdagangan.

Demikian pula halnya segala bentuk barang yang diharamkan untuk memilikinya, maka haram pula memperdagangkannya.

Di samping itu terdapat pula ketentuan hukum Islam, bahwa barang itu pada dasarnya adalah halal, akan tetapi karena sikap serta perbuatan para pelakunya, maka usahanya itu menjadi haram, misalnya “penimbunan barang” dagangan.

Sebab penimbunan yang dilakukan itu bertujuan untuk mencari keuntungan yang lebih banyak, terutama pada saat harga barang itu naik.

Perbuatan penimbunan barang yang demikian dilarang oleh syariat, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, at-Tirmizi dan Muslim dari Mu’ammar, bahwa Nabi saw bersabda: “Siapa yang melakukan penimbunan, ia dipandang bersalah” (Muslim, Shahih Muslim, 1988, h.13).

Hadits berikut ini secara gamblang menjelaskan perilaku para penimbun: “Sejelek- jelek hamba adalah si penimbun, jika ia mendengar barang murah ia murka dan jika barang menjadi mahal ia bergembira” (Ahmad ibn Hanbal, tt:351).

Dalam kaitan ini para fuqaha berpendapat bahwa yang dimaksud dengan penimbunan barang yang diharamkan adalah bila terdapat syarat sebagai berikut:

1.Bahwa barang yang ditimbun adalah kelebihan dari kebutuhannya, serta tanggungan untuk persediaan setahun penuh.

Karena seseorang tanggungan untuk persediaan nafkah untuk dirinya dan keluarganya dalam tenggang waktu selama satu tahun.

2.Bahwa barang yang ditimbunnya itu dalam usaha menunggu saat naiknya harga, sehingga barang tersebut dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi, dan para konsumen sangat membutuhkan itu kepadanya.

3.Penimbunan itu dilakukan pada saat manusia sangat membutuhkan barang yang ia timbun, seperti makanan, dan kebutuhan pokok lainnya, minyak tanah, minyak goreng dan lain-lain.

Dalam hal ini, bila barang yang di tangan pedagang tidak dibutuhkan para konsumen, maka hal itu tidak dianggap sebagai penimbunan.

Karena tidak mengakibatkan kesulitan pada manusia.

Selanjutnya pengharaman terhadap penimbunan barang- barang tersebut, dikarenakan adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan yang berlipat ganda.

Sebab bila barang itu tidak ditimbun, dan langsung didistribusikan kepada konsumennya, keuntungan yang didapatinya tidaklah sebesar seperti penimbunan.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved