Opini

Ihtikar dalam Perspektif Islam

DALAM sistem perekonomian Islam, tidak membenarkan teori ekonomi kapitalis dan sosialis yang melegalkan praktik monopoli, spekulasi dan penimbunan

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Ihtikar dalam Perspektif Islam
For Serambinews.com
ABDUL GANI ISA Anggota MPU Aceh/Staf Pengajar Pascasarjana UIN Ar-Raniry

Di samping itu, dengan penimbunan ini dapat merusak harga barang, dari harga yang rendah melambung ke harga yang lebih tinggi.

Hal ini merupakan suatu tradisi dalam dunia bisnis, bila barang-barang dagangan semakin berkurang beredar di pasar, maka harganya akan menjadi naik, di saat itulah bagi penimbun barang mengeluarkan barangnya dalam memenuhi permintaan konsumen.

Para fuqaha berbeda pendapat dalam menetapkan hukum ihtikar.

Perbedaan ini dikarenakan masingmasing mereka mempunyai dasar hukum yang berbeda, serta mempunyai pemikiran yang berlainan satu sama lainnya.

Dalam hubungan ini dapat dikelompokkan dalam dua golongan: Pertama: Menurut jumhur ulama (syafi’iyah, Malikiyah, Hanabilah) berpendapat bahwa penumpukan barang atau ihtikar hukumnya haram; Kedua: Menurut mazhab Hanafiyah, berpendapat bahwa penumpukan barang dagangan hukumnya adalah makruh tahrimah.

Pertimbangan para fuqaha, mazhab jumhur mengharamkan barang dagangan, terutama berhubungan dengan bahanbahan makanan, adalah atas pertimbangan hukum bahwa ihtikar itu dapat menimbulkan kemudaratan bagi umat, sebab bagaimanapun umat manusia memerlukan bahan pangan untuk memenuhi hajat hidupnya, jika barang pangan ini ditimbun, akan menimbulkan kesulitan mendapatkan kebutuhan primernya.

Dampak selanjutnya dapat merusak sistem ekonomi masyarakat.

Faktor inilah yang mendasari Rasulullah saw melarang ihtikar terhadap barang-barang kebutuhan pokok manusia.

Bagi jumhur ulama semua bentuk penimbunan barang pangan hukumnya adalah haram: “Rasulullah saw melarang menimbun barang makanan” (Fathy ar-Rariny, al- Fiqh al-Islam,..1980), h.72).

Dalam kasus ihtikar dapat dikenakan hukum ta’zir, sebab ihtikar tidak termasuk dalam kategori kejahatan yang oleh syariat tidak dirumuskan hukumnya secara pasti.

Oleh karena itu berat atau ringan sanksi hukum yang dikenakan kepada para pelaku ihtikar, hanyalah tergantung kepada keputusan hakim yang menangani kasus tersebut.

Hakim boleh menjatuhkan hukuman yang dianggap pantas tanpa terikat dengan sesuatu apa pun baik jenis, ukuran, maupun caranya selama ia berpedoman kepada pertimbangan akal, kemaslahatan, dalam upaya mewujudkan keadilan.

Menurut mazhab Hanafiyah dan Malikiyah, boleh dilakukan penyitaan barang ihtikar itu oleh pemerintah.

Karena ihtikar itu dapat menimbulkan kemudaratan umum, hal itu sejalan dengan sabda Rasulullah saw, “Tidak ada kemudharatan dan tidak (boleh) memudharatkan”.

Wallahu a’lamu bis shawab!

Baca juga: Diduga Timbun Solar Subsidi, Seorang Warga Sabang Diperiksa Polisi

Baca juga: Kapolres Minta Pedagang di Nagan Raya tidak Timbun Sembako, Pantau Harga Minyak Goreng

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved