Jurnalisme Warga
Paradigma Siklus Tersakiti-Menyakiti
Ucapan khas indatu (nenek moyang) Aceh atas klaim tingkah polah manusia yang dinilai merusak itu seketika terkesan lebih saintifik

Dr.Gabor Maté (pakar trauma, stres, dan adiksi) mengevaluasi bahwa kebanyakan orang keliru dalam menilai dan mempertanyakan fenomena terkait trauma dan adiksi.
Dalam bukunya, “In the Realm of Hungry Ghosts”, dokter sekaligus psikolog ini menyebutkan, “Kita tidak seharusnya berkata, ‘Mengapa mereka kecanduan?’ Akan tetapi kita harus terlebih dahulu memahami, ‘Luka apa yang mereka sembunyikan melalui kecanduan? Dan mengapa luka itu hadir?’,” jelasnya.
Terkait kondisi di Aceh, dosen sekaligus peneliti sosial di Universitas Syiah Kuala, Rizanna Rosemary MSi, MHC, PhD, yang saya hubungi melalui kontak seluler menyetujui implikasi rendahnya kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Aceh yang disebabkan oleh maraknya kasus adiksi.
“Rokok dan mi instan sama-sama mengandung zat adiktif yang membuat candu dan berbahaya untuk jangka panjang.
Banyak penelitian membahas hal itu.
Namun menariknya, di lapangan saya dan tim menemukan bahwa ketergantungan akan rokok memiliki implikasi sosial ekonomi di Aceh yang cukup signifikan,” sebut sang penulis buku “Merindukan Negeri Tanpa Asap Rokok” ini.
Jika ditarik poin kunci terkait kerusakan otak, adiksi, dan trauma pada masyarakat Aceh, maka akan tepat sasaran jika menggunakan referensi penelitian dari Dr Maté.
Dia jelaskan bahwa pada dasarnya tidak semua kecanduan berakar pada masalah kekerasan (abuse) atau trauma.
Namun, menurutnya, semua jenis kecanduan berasal dari pengalaman internal yang menyakitkan.
Dia menilai kecanduan berakar pada penderitaan emosional.
“Sakit hati adalah pusat dari semua perilaku adiktif,” kata sang pakar.
Maka saran Prof Irawan untuk membuat perubahan besar melaui evolusi pola pikir perlu didengarkan.
Dia mengajak untuk mengubah pola pikir lintas aspek yang dimulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan, hingga negara.
Sebab, menurutnya, pola pikir berdampak pada pola perilaku.
Pada akhirnya, penting untuk menyadari bahwa semua perkembangan fisik, mental, dan intelektual yang membentuk perilaku seseorang berkaitan erat dengan kondisi kesehatan otaknya.
Baca juga: Bisa Pengaruhi Kinerja Otak, Ini 13 Makanan yang Bisa Tingkatkan Kecerdasan Diungkap dr Zaidul Akbar
Baca juga: Waspada, Sering Rebahan Seharian Berisiko bagi Otak