Kupi Beungoh
Kelalaian Kolektif Dana Otsus Aceh dan Tugas Berat Berikutnya
jumlah total dana otsus definitif yang telah diterima dan digunakan oleh Aceh selama 15 tahun adalah sebesar 95.740 triliun rupiah
Adagium yang menyebutkan bahwa hal-hal strategis tentang legislasi nasional lebih gampang diselesaikan di luar gedung legislatif daripada di dalam gedung, cukup menjadi alasan tentang pentingnya pendekatan dan perhatian dari pusat-pusat kekuasaan.
Sampai di sini, siapa mengerjakan apa dalam konteks revisi UUPA menjadi sangat penting untuk diperhatikan.
Halaman sejarah relasi Aceh dengan pusat kekuasaan di Jakarta, dalam hal-hal strategis, sangat sering berurusan dengan sejumlah pihak yang berperan sebagai “connector” dan “fixer”, baik orang Aceh, maupun non Aceh.
Kejelian melihat dan memanfaatkan komponen ini tidak kurang pentingnya dari apa yang akan dilakukan oleh FORBES dalam diskusi dan perdebatan di parlemen.
Dalam hal tantangan kedua, apa yang disebut dengan disrupsi anggaran pembangunan Aceh mulai tahun 2023- mudah mudahan hanya satu tahun saja, kehadiran sebuah gugus kelompok kerja lintas lembaga dan individu kunci sangat diperlukan.
Baca juga: DOKA 2023 untuk Kabupaten/Kota Dipotong, Jubir: Dana Otsus Aceh Berkurang Jadi Satu Persen
Pekerjaan utamanya adalah mencari strategi kunci mengatasi disrupsi anggaran pembangunan yang pasti akan memberikan gocangan di tingkat pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.
Akan ada sektor-sektor yang harus dinomorduakan, bahkan dinomortigakan, yang di dalam kenyataanya sesuatu yang gampang diucapkan, namun sangat sukar untuk dilaksanakan.
Kemampuan berinovasi dengan berbagai gagasan untuk mencari sumber pembiayaan pembangunan dari pemerintah pusat tentu saja sangat terbuka lebar.
Sifat “malas” Aceh mengurus proyek-proyek APBN, seperti yang terjadi selama sudah saatnya dihentikan secara total.
Kelompok kerja antar lembaga dan individu kunci untuk memikirkan strategi, dan bahkan loby-loby intens dengan pihak-pihak terkait di tingkat nasional mutlak diperlukan.
Tantangan kali ini tidak mudah, karena membutuhkan pikiran-pikiran cerdas yang disertai dengan komitmen yang tinggi.
Disamping itu, kemampuan membaca “psikologi nasional” tentang Aceh yang sangat berbeda dari tahun 2006 juga menjadi sangat penting untuk diperhatikan.
Baca juga: Abusyik Protes Pemotongan DOKA, Minta Gubernur Aceh Kaji Ulang
Harus diakui berbagai isu tentang Aceh pada tahun 2006 sangat “sexy” secara politik, sehingga “banyak tangan” yang membantu.
Keadaan itu kini telah berubah. Harus diakui ada sindrom “Aceh fatigue” -lelah Aceh, di kalangan elit nasional tentang Aceh, karena kelakuan Aceh selama 15 tahun terakhir.
Kita tidak boleh menyerah sekalipun mereka lelah, karena kalau kita menyerah, Aceh dan bahkan pemerintah pusat pun akan mengalami masa depan yang sangat sulit untuk dibayangkan.
*) PENULIS adalah Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
BACA ARTIKEL KUPI BEUNGOH LAINNYA DI SINI
Baca juga: 20 Persen DOKA Dipotong untuk JKA, Daerah Semakin Sulit Berkembang