Opini
Kompetisi Meraih Jabatan
Agama mengingatkan bahwa jabatan/ kepemimpinan bukan keistimewaan tapi tanggung jawab, bukan fasilitas tapi pengorbanan

OLEH Dr SRI RAHMI MA, Dosen UIN Ar Raniry, Ketua Asosiasi Prodi Manajemen Pendidikan Islam se-Indonesia
SANGAT manusiawi jika hampir semua manusia menyukai yang namanya jabatan.
Bahkan kadang kala rela melakukan apapun demi mendapatkan jabatan yang diinginkan.
Menurut Quraish Shihab, agama mengingatkan bahwa jabatan/ kepemimpinan bukan keistimewaan tapi tanggung jawab, bukan fasilitas tapi pengorbanan, bukan leha-leha tapi kerja keras, bukan kesewenangan bertindak tapi kewenangan melayani.
Jabatan bukan sarana pembalasan dendam, tapi sebagai pengayom, menghimpun semua komunitas.
Mulai dari masyarakat purba sampai masyarakat modern senantiasa menginginkan jabatan.
Hal ini disebabkan pandangan mereka tentang jabatan dianggap sesuatu yang prestisius.
Padahal, ada banyak kisah fenomenal yang bisa dijadikan ibrah agar tidak terlalu ambisius dalam memperebutkan sebuah jabatan.
Baca juga: Ini 19 Nama Peserta Lelang Jabatan di Aceh Jaya
Baca juga: Lolos 3 Besar, 12 Peserta Lelang Jabatan Kepala SKPK di Pidie Dikirim ke KASN, Ini Nama dan Dinasnya
Sebut saja kisah Hitler yang gila kekuasaan dan menghalalkan genoside terhadap orang yang berada di luar rasnya.
Ada juga ambisi jabatan yang menenggelamkan Fir’aun dengan kesombongannya, puncaknya saat dengan angkuhnya memproklamirkan dirinya sebagai Tuhan.
Jika kita bertanya kepada Fir’aun dan Hitler kenapa berambisi kepada kekuasaan? Mereka akan menjawab bahwa jabatan itu untuk kebahagiaan.
Dengan menduduki jabatan, mereka eksis dan bisa menunjukkan aktualisasi dirinya.
Selain itu, kekuasaan bagi mereka adalah alat untuk menguasai orang lain sesuka hati mereka, sebagai sarana untuk mengumpulkan dan menumpuk harta kekayaan.
Namun, saat kekuasaan mereka berakhir, mereka tersiksa dalam kekalutan.
Islam sebagai agama paripurna telah menjelaskan banyak hal tentang jabatan.