Breaking News

Internasional

Demi Makanan dan Air Bersih Untuk Bertahan Hidup, Migran di Libya Bersedia Diperkosa

Sejumlah migran, khususnya wanita yang ditahan di Libya menghadapi pelecehan yang mengerikan.

Editor: M Nur Pakar
AFP/FATHI NASRI
Para migran yang diselamatkan oleh garda nasional Tunisia selama percobaan penyeberangan Mediterania dengan perahu, beristirahat di pantai pelabuhan el-Ketef di Ben Guerdane Tunisia selatan, dekat perbatasan Libya, pada 6 Januari 2022. 

SERAMBINEWS.COM JENEWA - Sejumlah migran, khususnya wanita yang ditahan di Libya menghadapi pelecehan yang mengerikan.

Para migran perempuan itu menghadapi kekerasan seksual, dan sering dipaksa untuk tunduk pada pemerkosaan dengan imbalan makanan dan air bersih, kata penyelidik PBB, Rabu (29/6/2022).

Dalam sebuah laporan baru, Misi Pencari Fakta Independen di Libya menegaskan kembali kejahatan terburuk di bawah hukum internasional kemungkinan besar dilakukan di negara yang dilanda perang itu.

Dilansir AFP, para migran perempuan menderita beberapa pelecehan seksual terburuk.

“Misi tersebut memiliki alasan yang masuk akal untuk percaya, kejahatan terhadap kemanusiaan," ujarnya.

"Mulai dari pembunuhan, penyiksaan, pemenjaraan, pemerkosaan dan penghilangan paksa," tambahnya.

Baca juga: Pasukan Keamanan Libya Bubar Paksa Demonstrasi Aksi Duduk Migran

"Bahkan, tindakan tidak manusiawi lainnya telah dilakukan di beberapa tempat penahanan di Libya sejak 2016,” ujarnya.

Para migran secara rutin ditahan oleh pihak berwenang, pedagang manusia, dan lainnya di Libya.

Libya telah menjadi titik keberangkatan utama bagi puluhan ribu orang terutama dari Afrika sub-Sahara yang berharap mencapai Eropa.

Para penyelundup manusia diuntungkan dari kekacauan yang berkecamuk sejak penggulingan dan pembunuhan diktator Libya Muammar Qaddafi pada 2011 lalu.

Pembicaraan antara pemerintah Libya yang bersaing sedang diadakan di Jenewa minggu ini mengenai aturan untuk pemilihan yang telah lama ditunggu-tunggu untuk mengakhiri kekacauan.

Laporan misi pencari fakta, yang akan dipresentasikan ke Dewan Hak Asasi Manusia PBB minggu depan, mengatakan telah mengumpulkan bukti luas.

Baca juga: Migran Hadapi Siksaan Berat di Libya, Bayar Denda Sampai Jadi Budak

Terutama, tentang penggunaan sistematis penahanan sewenang-wenang yang berkepanjangan terhadap para migran di Libya.

Para penyelidik, yang melakukan beberapa perjalanan ke Libya, menggambarkan bagaimana para migran dalam tahanan menghadapi berbagai tindakan brutal.

Laporan tersebut menyoroti kekerasan seksual di tangan para pedagang dan penyelundup, seringkali dengan tujuan memeras keluarga.

“Misi tersebut juga telah mendokumentasikan kasus pemerkosaan di tempat-tempat penahanan atau penangkaran," katanya.

Dimana perempuan migran dipaksa untuk berhubungan seks untuk bertahan hidup, dengan imbalan makanan atau barang-barang penting lainnya, katanya.

Faktanya, risiko kekerasan seksual yang diketahui dianggap terlalu besar, kata laporan itu.

Baca juga: Kapal Pengangkut Migran Tunisia Tujuan Eropa Tenggelam di Laut Mediterania

Dikatakan, beberapa wanita dan gadis migran dipasangi implan kontrasepsi sebelum bepergian ke sana untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan karena kekerasan semacam itu.

Para penyelidik menyampaikan beberapa cerita memilukan yang didengar dari para migran di Libya.

Seorang wanita, yang ditahan di kota utara Ajdabiya, menggambarkan bagaimana para penculiknya menuntut seks dengan imbalan untuk air.

Air itu digunakan untuk mencuci pakaian kotor anaknya yang sakit berusia enam bulan, kata laporan itu.

“Saya membiarkan mereka memperkosa saya," ujar wanita itu.

"Saya tidak punya pilihan lain," tambahnya.

"Itu untuk putriku," ujarnya.

"Saya tidak bisa meninggalkannya seperti itu,” katanya, menurut laporan itu.

Baca juga: Tragedi Migran ke Amerika Serikat Kembali Terjadi, 46 Orang Tewas di Dalam Kontainer Truk

Misi pencarian fakta, yang dibentuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada Juni 2020, akan berakhir mandatnya dalam beberapa hari mendatang.

Tetapi sekelompok negara Afrika telah mengajukan rancangan resolusi kepada dewan yang akan memungkinkannya melanjutkan pekerjaannya sembilan bulan lagi.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved