Berita Jakarta

Kasus PMK di Indonesia Tinggi Dibanding Data yang Dilaporkan

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengatakan , jumlah kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak yang ada di lapangan lebih besar

Editor: bakri
Dok Humas
Bupati Aceh Tengah Drs Shabela Abubakar didampingi Kadis Pertanian Nasrun Liwanza melakukan peninjauan pelaksanaan penyuntikan vaksin PMK dan pemberian vitamin bagi ternak sapi dan kerbau yang dipusatkan di kandang kelompok ternak di Kampung Bahgie Kecamatan Bebesen, Sabtu (25/6/2022). 

JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengatakan , jumlah kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak yang ada di lapangan lebih besar dari data yang dilaporkan di laman siagapmk.id.

"Bicara PMK dengan pengumpulan data surveilans di lapangan, mohon maaf saya melihat ini puncak gunung es.

Melihat data yang paling kecil saja di koperasi persusuan, datanya dua minggu lalu kami bandingkan itu korbannya jauh lebih besar daripada data nasional," kata Wakil Ketua Komisi Tetap Bidang Peternakan Kadin Indonesia, Yudi Guntara Noor, dalam webinar mengenai PMK yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) di Jakarta, Jumat (1/7/2022).

Dia membandingkan data Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) per 22 Juni yang mencatat kematian sapi akibat PMK di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat sebanyak 1.601 ekor dan sapi yang dipotong paksa sebanyak 2.852 ekor.

Adapun, data dari Kementerian Pertanian per 22 Juni yaitu 2.460 ekor ternak dipotong paksa dan 1.499 ekor mati akibat PMK secara nasional di seluruh Indonesia.

Yudi mengemukakan perbedaan data di lapangan dengan yang dilaporkan secara resmi oleh pemerintah dikarenakan tidak seluruhnya hewan ternak yang sakit akibat PMK dilaporkan kepada dinas peternakan daerah oleh para peternak atau pemilik ternak.

"Ini menandakan bahwa majority peternak atau pemilik ternak tidak melakukan pelaporan atas kondisi PMK," katanya.

Dijelaskan, alasan peternak tidak melaporkan ternaknya yang sakit diduga PMK dikarenakan alasan sosial ekonomi.

Menurut Yudi, peternak masih tetap memotong dan menjual ternaknya yang terindikasi PMK dengan gejala ringan.

Hal itu dikarenakan peternak tidak ingin mengalami kerugian akibat PMK.

Baca juga: Daging Terpapar PMK Perlu Diserap Untuk Kurangi Importasi

Baca juga: Tingkat Kesembuhan Ternak Terjangkit PMK di Pijay Capai 71 Persen, Disbunnak Sebar 24 Petugas

Yudi menerangkan hal tersebut yang menjadi alasan penyebaran PMK begitu cepat di Indonesia.

"Tetap dipotong di mana-mana, tetap dijual di mana-mana, lalu lintas ke mana-mana, peternaknya pun jalan-jalan ke mana-mana, jadi akhirnya seperti hari ini, menyebar cukup cepat," ujarnya.

Dia menyebut alasan lainnya peternak tidak melaporkan ternaknya ke pemerintah daerah dikarenakan birokrasi dan regulasi yang belum jelas.

Terutama belum ada kejelasan mekanisme ganti rugi apabila ada ternak yang mati.

Yudi membandingkan dengan negara lain yang pemerintahnya membeli hewan ternak yang sakit akibat PMK, dan langsung dimusnahkan atau potong bersyarat agar tidak terjadi penyebaran.

Hal itu dilakukan untuk mencegah kerugian bagi para peternak.

"Saya tidak menyalahkan peternak, yang kita salahkan adalah kondisi di lapangan yang memang tidak mampu memberikan perlindungan," ungkapnya.(bisnis.com)

Baca juga: Antisipasi Hewan Kurban dan Daging Meugang Terinfeksi PMK, Pemkab Aceh Barat Surati Seluruh Desa

Baca juga: Sapi Terjangkit PMK di Lhokseumawe Capai 1.065 Ekor, 11 Dinyatakan Mati

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved