Berita Jakarta

Begini Sejarah Masuknya Saman dalam Daftar Warisan Unesco, Agar tidak Semua dari Jawa

"Selama ini kan yang diajukan ke Unesco, batik, wayang, keris, itu kan Jawa semua,” urai dia.

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Saifullah
Serambi Indonesia
Gaura Mancacarita (tengah) foto bersama dengan sejumlah tokoh Aceh. 

"Saya juru tulis, tim peneliti, mengkomunikasikan aspirasi dari komunitas Saman kepada Unesco dengan bahasa mereka," kata Gaura.

Ia menceritakan, masuknya Saman sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia oleh Unesco sebetulnya digagas oleh seorang tokoh dari Aceh, Rusman Musa yang ketika itu pejabat di Kantor Menko Kesra. 

"Saya diajak, lalu kita kerjakan penelitiannya. Saya bolak balik ke Gayo Lues dan Aceh melakukan penelitian," kenangnya.

Penelitian dilakukan sepanjang September 2010, dan setahun kemudian pada 24 November 2011, Saman disahkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia oleh Unesco.

Baca juga: VIDEO Rapai Saman Bayeun Setia Akan Meriahkan Pembukaan Popda Aceh

Gaura menceritakan, ketika itu Bupati Gayo Lues dijabat Ibnu Hasim, dan sangat mendukung penelitian tersebut.

"Kita kerjakan penelitiannya, lalu kirim ke Unesco, akhirnya berhasil," katanya.

Sebelas tahun setelah Saman ditetapkan sebagai Wwarisan Budaya Tak Benda oleh Unesco, Gaura menyebutkan, Saman makin maju dan berkembang.

"Perjuangan kita sekarang adalah mengeluarkan Saman dari status  'perlunya perlindungan mendesak" ke kategori "refresentatif," ujar Gaura.

Gaura mengaku terpesona dengan Gayo Lues dan Aceh secara keseluruhan.

“Hutannya, gunung dan bukit sangat indah. Kalau ada kesempatan ia ingin kembali ke Gayo Lues,” ucap dia.

Baca juga: Bupati Gayo Lues HM Amru Minta UNESCO Bangun Museum Saman

"Saya sudah berkali-kali ke Gayo Lues, tapi tetap ingin kembali ke sana," katanya dalam bahasa Indonesia yang fasih. 

Gaura kini menjadi warga negara Indonesia.

Ia sebelumnya berasal dari Australia dan banyak membantu pengembangan kebudayaan Indonesia.

Ia pernah menjadi Staf Ahli di Kantor Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) ketika menterinya dijabat Puan Maharani.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved