Sosok
Kisah Jusuf Hamka, Bos Tol Senilai Rp 15,5 Triliun, Dulu Pernah Ngasong dan Ingin Jadi Tukang Parkir
Kisah Jusuf Hamka, bercita-cita jadi tukang parkir, pernah ngasong hingga nyopir, kini jadi bos jalan tol dengan aset Rp 15,5 triliun.
Penulis: Sara Masroni | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM - Raut wajahnya tak lagi muda, namun semangat dan aura positif terpancar jelas dari sana.
Dialah Jusuf Hamka, bos tol pemilik PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk dengan total aset sebesar Rp 15,5 triliun sebagaimana dilihat Serambinews.com dari laporan keuangannya.
Sampai di titik ini, pria keturunan Tionghoa yang kini jadi muslim itu sudah melewati sejumlah perjalanan yang terbilang tak mudah.
Mulai dari jualan asongan, bercita-cita jadi tukang parkir, sempat jadi sopir hingga kini jadi bos jalan tol. Seperti apa kisahnya?
Haji Muhammad Jusuf Hamka atau biasa dipanggil Babah Alun ini lahir di Kota Samarinda pada 5 Desember 1957 silam.
Ayahnya dulu sempat menjadi sopir oplet atau angkot yang kini disebut mikrolet, ketika belum menjadi dosen.
Seiring kerja keras dan perjalanan panjang yang dilalui, ayahnya pun menjadi seorang doktor (S3) dan berprofesi sebagai akademisi.
Sementara Jusuf Hamka muda dulunya bercita-cita ingin menjadi tukang parkir.
Alasannya cukup menggelitik, sebab teman-teman yang berprofesi sebagai tukang parkir punya pendapatan sangat besar menurutnya saat itu.
Keinginan jadi tukang parkir awalnya karena sewaktu sekolah, ia terpengaruh penghasilan para juru parkir sekitaran Pasar Baru, Jakarta yang bisa mencapai Rp 10.000 - Rp 15.000.
"Tahun 70-an. Oh gede pak (masa itu)," kenang Jusuf Hamka dikutip Serambinews.com dari tayangan YouTube Fitra Eri, Jumat (22/7/2022).
Kala itu, katanya, harga bakmie semangkok masih Rp 300 (tiga ratus rupiah). Dipikir-pikir kalau penghasilan tukang parkir Rp 10.000 sehari, berarti bisa membeli 33 mangkok.
Kalau makan sehari 3 kali, menurut Jusuf Hamka, artinya ia masih bisa menyimpan 30 mangkok dari penghasilan sebagai tukang parkir kala itu.
"Mendingan jadi tukang parkir aja," ungkap Jusuf Hamka yang masih SMA kala itu.
Baca juga: Khadafi, Anak Muda Asal Lhokseumawe Bos Bisatopup Beromzet Rp 20 Miliar Per Bulan, Begini Kisahnya
Pernah Ngasong Es Mambo-Kacang Garing
Menjadi bos jalan tol sepanjang 400-500 Km, ternyata Jusuf Hamka kecil pernah menjajal dagang asongan es mambo dan kacang garing.
Hal itu biasanya dilakukan sepulang dari sekolah. Ia kerap mejeng berjualan di sekitar masjid.
Jusuf Hamka menjualkan barang dagangan dari emak-emak temannya untuk tambahan uang jajan.
"Ayo ambil, sekalian dagangin. Jadi dia distributor lah, dan kita bawa," kenangnya saat ditawari ngasong oleh emak-emak.
Biasanya Jusuf Hamka kecil nangkring di masjid Istiqlal sambil berjualan. Pembelinya kebanyakan para muslim yang salat di sana.
Ia dianggap unik oleh orang sekitar tempatnya berdagang karena berparas Tionghoa namun berjualan di sekitaran masjid.
Ketika ngasong, Jusuf Hamka kerap kali disedekahkan uang sisa kembalian dari pembelinya kala itu.
Kebiasaan ini yang kemudian dipelajarinya sebagai konsep sedekah dalam Islam.
Pelajaran itu pula yang kemudian dibawanya sampai saat ini, saat sudah di puncak sehat secara finansial.
Ketika sudah mapan, Jusuf Hamka pun semakin jor-joran untuk bersedekah.
"Saya hidup dari sedekah orang juga sebenarnya," ungkapnya.
Baca juga: Kisah Firman, Co-Founder Startup Asal Aceh Raih Omzet Miliaran, Dulu Hampir Tewas Diterjang Tsunami
Pernah Jadi Sopir
Sewaktu berkuliah, Jusuf Hamka menjadi sopir untuk keluarga-keluarga yang ingin pindah tempat tinggal di Kanada.
Berkuliah di sana merupakan satu dari sekian banyak perjalanan gagal menempuh pendidikan yang dilalui oleh bos jalan tol ini.
Selain gagal kuliah di Kanada, ia juga gagal menempuh pendidikan di kampus Trisakti, Jayabaya hingga Universitas 17 agustus 1945 surabaya (Untag).
Sewaktu muda, orang tuanya dulu menginginkan Jusuf Hamka menjadi seorang dokter.
"Tapi setelah saya pikir, kalau saya jadi dokter, saya tidak sampai di titik sekarang ini," katanya.
Ia mengakui bila tidak ada campur tangan Allah, semua ini tidak akan terwujud.
Apalagi dalam perjalanannya, ia tidak menempuh pendidikan yang tinggi seperti keluarga-keluarganya yang lain.
Alih-alih jadi bos jalan tol, ia malah sempat bermimpi ingin jadi tukang parkir.
"Dari semua (keluarga), cuma saya yang es mambo (plesetan karena tidak menyelesaikan S1)," ungkapnya terkekeh.
Jadi Bos Tol, Bagikan Tips Sukses
Jusuf Hamka menyampaikan ada tiga kunci sukses yang dipegangnya lekat-lekat hingga jadi bos jalan tol seperti sekarang ini.
Tips sukses itu pertama yakni kerja keras, kedua kerja cerdas, termasuk di dalamnya membangun networking (jaringan).
Menurutnya, membangun networking merupakan salah satu poin penting dalam meraih kesuksesan.
Ketiga dan menjadi poin paling penting menurutnya yakni kejujuran serta loyalitas dalam bekerja.
"Kalau gak jujur, kemudian gak loyal. Waduh, celaka pak," kata Jusuf Hamka.
"Sekali nama sudah busuk, akan gampang kesebar. Sedangkan nama baik susah kesebar," tambahnya.
Baca juga: Kisah Diaspora Aceh – Muslim Armas, Perekat Perantau Pidie dan Pemilik 8 Perusahaan Level Nasional
Ditawari Kredit Bank Tanpa Pengajuan
Ia bercerita, baru saja meneken kredit senilai Rp 1,95 triliun, tepatnya pada 29 Juni 2022 lalu .
Padahal Jusuf Hamka tidak mengajukan kredit karena perusahaannya sedang dalam kondisi sehat-sehat semua.
Meski demikian, ada bank syariah dan salah satu BUMN yang percaya padanya.
"Sudah dicek tidak pernah blacklist, dan ketika ribut-ribut dengan bank syariah beberapa waktu lalu, itu bukan salah bapak," ujarnya menirukan pihak bank.
Ia dipinjami kredit sebesar Rp 1,95 triliun, namun baru dipakai sekitar Rp 500 miliar.
Sudah dua pekan berjalan, namun masih ditahannya pelan-pelan karena besarnya bayaran bunga kredit lebih baik digunakan untuk sedekah.
"Dulu saya setiap teken bayar bunga, satu bulan itu kurang lebih Rp 30 miliar. Saya berasa eh, berapa RRS (Rumah Sangat Sederhana) yang bisa saya bikin untuk umat, untuk warga dari bunga ini," ungkapnya.
"Makanya mending kalau saya ada duit, saya bayarin aja (tanpa kredit)," tambahnya.
Dalam Islam, kata Jusuf Hamka, bila tidak bayar utang berarti zalim.
Dan kalau sudah begitu, orang lain tidak akan percaya lagi padanya.
Jusuf Hamka selalu menyampaikan kepada anak-anaknya, kalau sudah tidak bisa bayar utang tolong jangan menghilang.
Kemudian bila ada barang kesayangan, apa pun itu, lebih baik dijual untuk selesaikan utang dulu.
Bila utang sudah terlunasi, baru kemudian mulai mencari kembali pelan-pelan dan jangan pernah mengedepankan gengsi.
Ia juga takut akan azab akhirat karena dalam Islam, tidak diterimanya seseorang bila belum bayar utang.
Maka dari itu ia perintahkan para anak buahnya untuk membayar utang.
Ia membayar utang terakhir lebih kurang Rp 4,5 triliun, langsung dilunasi semuanya.
"Satu ada kemampuan, kedua takut mati (belum bayar utang). Kalau mati kan gak bisa masuk surga, neraka aja kagak dibolehin katanya (tidak mendapat tempat di akhirat)," ucap Jusuf Hamka.
Baca juga: Kisah Sukses Siboen, Penghasilan dari Youtube Rp 150 Juta per Bulan
Bahagia Menurut Jusuf Hamka
Saat ini ia sudah memiliki bisnis jalan tol yang panjangnya sekitar 400-500 Km.
Ia juga sudah membangun lima masjid unik dengan nuansa Tionghoa.
Sengaja dibuat begitu agar masjid yang dibangunnya tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga tempat wisata religi.
Menurut Jusuf Hamka, saat ini gaya masjid timur tengah sudah banyak.
Namun untuk masjid berornamenkan Tionghoa masih sedikit, dan membuat orang-orang tertarik serta penasaran karena keunikannya.
Hal itu pula yang kemudian menjadi berkah bagi masyarakat sekitar masjid yang dibangunannya, karena harga tanah di sana menjadi mahal.
Konsep masjid Tionghoa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan religi.
Masyarakat setempat ikut mendapat berkah karena semakin banyak orang bisa berinteraksi serta menjual makanan dan cinderamata di sana.
Saat ditanya tentang makna bahagia, menurut Jusuf Hamka kekayaan itu adalah kebahagiaan.
Karena dengan kaya, seseorang bisa lebih banyak berbagi.
Sedekah menurutnya ternyata dapat membuat seseorang menjadi bahagia.
Meski demikian, kebahagian itu pun punya tingkatan yang berbeda-beda menurut Jusuf Hamka.
Kebahagian tingkat lima atau tingkatan paling bawah yakni, bila seseorang menghendaki sesuatu, lalu keinginannya itu tercapai atau Allah kabulkan, itu kebahagiaan.
Kebahagiaan tingkat empat yakni, apabila melihat orang susah, hatinya juga ikut susah dan selalu berusaha membahagiakan orang lain.
Kebahagiaan tingkat tiga yakni, bisa bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Termasuk menyumbangkan tenaga, berbagi ilmu dan nasihat yang bermanfaat.
Kebahagiaan tingkat dua yakni disayangi masyarakat, semua menaruh hormat dan tidak berpaling muka saat seseorang berada di sekitar mereka.
Kebahagian tingkat satu atau hirarki tertinggi yakni ketika seseorang mencintai Tuhan dan Tuhan pun mencintainya.
"Kalau God love kita, gak usah dari kekayaan. Dia tidak kasih kita sakit, semua badan kita sehat. Makan tidak ada pantangan. Itu adalah kebahagian tertinggi," pungkasnya.
Demikian kisah Jusuf Hamka, pria asal Samarinda yang bercita-cita jadi tukang parkir, pernah ngasong hingga nyopir, kini jadi bos jalan tol dengan aset senilai Rp 15,5 triliun.
(Serambinews.com/Sara Masroni)