Opini
PON Aceh, Antara Taqwa dan Nova
SEBUAH terobosan besar dilakukan penjabat Gubernur Aceh Achmad Marzuki dalam rangka mendukung dunia olahraga di tanah Rencong
OLEH MUNAWARDI BIN ISMAIL, Penulis adalah peminat isu-isu keolahragaan
SEBUAH terobosan besar dilakukan penjabat Gubernur Aceh Achmad Marzuki dalam rangka mendukung dunia olahraga di tanah Rencong.
Sejatinya, hal ini harus dilakukan oleh rezim Nova Iriansyah saat ia masih aktif sebagai "penguasa".
Tapi sayangnya, dia seperti menutup mata dan menyumbat telinga dengan earplug.
Akibatnya, tak sedikit warganet yang mengatakan Aceh mantong teunget (Aceh masih tertidur) gara-gara hal tersebut.
Penyebabnya bermula dari gencarnya provinsi tetangga mempersiapkan diri menyambut Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI 2024.
Kebetulan Aceh dan Sumatera Utara menjadi tuan rumahnya.
Kendala Aceh tidak kuasa gerak cepat ada pada belum jatuhnya tanda tangan Gubernur Aceh Nova Iriansyah.
Hal inilah yang membuat peta awal rencana pembangunan sarana olahraga terlunta-lunta.
Kita tidak diberi kabar apa alasan besar Nova pet (tutup) mata dengan agenda nasional tersebut.
Makanya, saat tanda tangan Penjabat Gubernur Aceh jatuh manis tepuk tangan pun layak menguar.
Baca juga: Sungai Alas Lokasi Arung Jeram PON 2024, Ketua DPRK dan Rakyat Agara Apresiasi Menpora
Baca juga: PON 2024 di Enam Daerah
Karena, Achmad Marzuki sudah menandatangani SK Penentuan Lokasi Venue dan Usulan SK Panitia PB PON Aceh-Sumut Wilayah Aceh.
Peristiwa bersejarah ini berlangsung di ruang kerja Meuligoe Gubernur Aceh, Kamis (14/7/2022).
Apa yang dilakukan Pj Gubernur itu baru langkah awal.
Tapi titik start ini amat berarti guna mendaki tugas besar yang sudah menanti.
Apalagi kalau bukan pembangunan sarana dan prasarana guna mendukung terselenggaranya PON XXI Aceh Sumut pada 2024 nanti.
Dengan sudah ditekennya berkas itu, tentu angin segar berembus dalam rencana mendukung PON XXI Aceh Sumut.
Tahun sibuk
Makanya, tahun-tahun mendatang Aceh bakal super sibuk.
Selain tahun politik, Aceh juga sibuk dengan beragam event olahraga lainnya.
Setidaknya ada dua event terdekat.
Pekan Olahraga Wilayah (Porwil) pada tahun 2023 dan Pekan Olahraga Nasional (PON XXI) Aceh - Sumut tahun 2024.
Itu jika tidak ada pergeseran.
Untuk konteks lokal, yang terdekat ada pula Pekan Olahraga Rakyat Aceh atau PORA di Kabupaten Pidie.
PORA ke XIV ini direncanakan pada November mendatang.
Meski gaungnya sepoi-sepoi, tapi semuanya sudah mulai jalan.
Karena antara satu event dengan yang lain saling bertalian.
Lagee jen ek u langet, kata mereka yang pernah melihatnya.
Lalu, untuk dua event domestik dan nasional, memang harus lebih awal bergerak.
Jauh sebelum pesta empat tahunan itu dibuka secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia nantinya.
Karena itu, kesibukan sudah wajib dimulai dari sekarang.
Meski baru sebatas rapat-rapat dan pertemuan antar lembaga.
Sebab, nantinya yang bermain buka cuma pelaku olahraga saja.
Ada banyak energi yang perlu dicurahkan agar segala persiapan tak ada cacatnya.
Namun yang patut dicatat, kesibukan ini bukan milik organisasi tertentu.
Sebab, pada prosesnya ini bukan cuma kerja membangun fisik semata.
Di dalamnya, ada budaya dan etika.
Kesantunan juga.
Pada sisi lain, ada banyak kesibukan yang harus dirancang sedari sekarang.
Ya, kita akan disibukkan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan pariwisata, perniagaan, jasa dan lainnya.
Sebab, bakal ada ribuan orang yang akan datang ke tanah rencong.
Membawa cuan buat belanjaan.
Cuan ini yang akan membuat Nek Fatimah semringah, karena keumamah-nya bakal diborong atlet dan ofisial dari berbagai daerah.
Boleh jadi juga semua tenaga kerja Kak Nah akan keriting tangannya memasak penganan (baca: kue Ade).
Ini semua adalah kans yang terbuka.
Sumbu ekonomi hidup.
Lalu, para penjual kelapa muda di bibir pantai Lampuuk akan menjadi super sibuk.
Mereka yang ke kilometer nol juga bisa bikin padat Balohan, Sabang.
Semua ini harus disiasati dari sekarang, agar saat PON Aceh - Sumut dua tahun mendatang, tidak ada yang cacat, baik dari sarana olahraga maupun wahana penunjang lainnya.
Karena itu, dari sekaranglah atur langkah.
Langkah tersebut harus diambil pemerintah.
Ya, Pemerintah Aceh.
Pemerintah Aceh yang wajib di garda depan untuk mengendalikan semua program pembangunan guna menyambut PON XXI nanti.
Namun sayangnya, hingga sebelum Kamis bersejarah itu, pemerintah Aceh di bawah kendali Nova Iriansyah (sebelum masa dinas berakhir) serta Sekretaris daerah (Sekda) Taqwallah, masih dibalut ambigu.
Dengan sudah dilantiknya penjabat Gubernur Aceh kita berharap semua kendala menjadi bereh.
Tapi ini bukan seperti program Bereh yang diagung-agungkan Sekda Aceh itu.
Jika menilik ratusan hari yang sudah berlalu, sepertinya, Sekda Taqwallah tak ingin susah-susah.
Terbukti, meski dia seorang dokter yang cukup berhasrat mengobati birokrasi Aceh, namun sepertinya abai dengan program nasional khususnya bidang olahraga.
Paling tidak belum ada kebijakannya yang pro-olahraga (sport policy) sepanjang duet Nova Iriansyah dan Taqwallah.
Padahal, dalam Kajian Staf Ahli Menpora (2014), kebijakan olahraga ditujukan untuk membangkitkan prestasi olahraga dan menjadikan olahraga sebagai gaya hidup, budaya masyarakat dan wahana memosisikan kemartabatan dan keberadaban bangsa Indonesia -- di sini khusus Aceh -- dalam berbagai ajang olahraga (nasional) dan internasional.
Sementara dalam Renstra Kemenpora 2014-2019, disebutkan, tantangan dalam bidang olahraga ke depan adalah peningkatan pembudayaan dan pembinaan prestasi olahraga yang didukung oleh pendanaan keolahragaan, prasarana dan sarana olahraga.
Masih dalam koridor olahraga, guna mencapai maksud tersebut diperlukan kerja sama serta komitmen berbagai pihak, baik dari unsur pemerintah, swasta maupun pemuda itu sendiri dalam berupaya agar pembangunan kepemudaan dan keolahragaan dapat tercapai secara maksimal.
Hal-hal yang mendorong penerapan kebijakan ini perlu disusun agar seluruh pihak dapat terbuka dan melaksanakannya.
Dalam situasi begini saya melihat, dr Taqwallah punya "asabat" cukup kental.
Pasalnya, jejak digital mencatat, dia dua kali menerima bendera tuan rumah untuk dua event berbeda.
Nova dan Taqwa Melihat dua momen ini, tentu Taqwallah bukan sembarang pejabat di mata regional dan nasional.
Ia dikenal pejabat Aceh peduli olahraga yang acap menghiasi pentas final olahraga.
Sepertinya, Gubernur Nova pun dibuat lewat.
Begitulah Taqwallah.
Sosok yang dari kacamata saya istimewa ini, karena ia adalah satu-satunya sosok yang menjadi wakil Aceh di pentas event nasional.
Barangkali, Taqwallah adalah orang pertama -- mungkin --- yang menerima amanah besar dua kali.
Pertama, Taqwallah mewakili Aceh untuk menerima bendera tuan rumah Pekan Olahraga Wilayah (Porwil) XI tahun 2023.
Momen pengambilan bendera tuan rumah Porwil XI 2023 itu berlangsung di Bengkulu pada Sabtu (9/11/2019) bersamaan dengan penutupan Porwil X 2019.
Taqwallah dengan kesadaran penuh tentunya bangga menerima amanah besar di olahraga tersebut.
Belum selesai sampai di situ.
Taqwallah juga menjadi orang yang kembali menerima amanah besar.
Ia juga dengan bangga menerima bendera tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI 2024 bersama Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi di Stadion Lukas Enembe, Kabupaten Jayapura, Jumat (15/10/2021).
Banyak media yang menulis berita.
Sekda Aceh dan Gubernur Sumut menerima bendera tuan rumah PON 2024.
Membaca laporan itu, sebagai warga biasa saya ikut bangga.
Paling tidak, ia punya beban moral agar amanah yang diterimanya bisa berjalan sesuai dengan cita-cita besar pegiat olahraga di Aceh.
Sayangnya, hingga sebelum dilantik penjabat Gubernur, saya tidak mendapati jejak digital yang memberitakan atau ada petuah dari Sekda.
Komentar terkait komitmen Pemerintah Aceh dalam mendukung program nasional tersebut.
Atau paling tidak dokter ini mengajak instansi terkait (baca: dinas) untuk mencari petapakan tempat bertanding (venue) utama.
Sebagai orang yang sudah menerima dua amanah tersebut, harusnya, ia lebih giat dalam menggelorakan partisipasi semua pihak guna menyukseskan PON 2024 nanti.
Bukan cuma menyukseskan pembangunan, tapi juga memberehkan administrasi, agar tidak keselip masalah hukum di kemudian hari.
Kabar ini sempat saya tanyai kepada banyak orang.
Jawabannya sama seperti yang ada di depan netra saya saat mengulik jejak maya.Tidak ada.
Dari kacamata event olahraga, sejatinya Taqwallah adalah sosok istimewa.
Meski saya sendiri tak tahu apakah beliau suka olahraga atau tidak? Padahal olahraga bukan sekadar hobi semata-mata.
Mungkin dia sadari, olahraga biasa dijadikan kendaraan politik bagi pihak-pihak tertentu.
Baik untuk mendapat dukungan hingga dapat kursi jabatan.
Padahal jika mau, dia bisa seperti politisi yang 'menjadikan' olahraga sebagai ramuan terpilih sebagai pejabat publik.
Meski usai terpilih, dia malah lari ke olahraga lain.
Tapi, Taqwallah mengabaikan semua potensi yang sejatinya harus dia lakoni demi kemajuan pembangunan dan olahraga Aceh di masa depan.
Dalam konteks ini, sepertinya saya tidak adil jika cuma menyalahkan Taqwallah.
Barangkali, ia juga menjalankan perintah sang atasan.
Dalam hal ini sudah pasti Nova Iriansyah.
Jika melihat Nova yang sejatinya olahragawan, tak mungkin pula ia abai.
Atau menjurus tak peduli dengan rencana PON Aceh-Sumut.
Aceh sudah menang bidding, sudah bersama-sama Sumut menyiapkan semua langkah awal.
Saat Sumut sudah mencanangkan rencana besar membangun sport center, justru birokrat kita masih menutup mata.
Inilah punca yang kemudian membuat netizen berkoar-koar di dunia maya.
"Peu Aceh mantong teunget," tanya mereka.
Syukurlah, ada penjabat Gubenur yang kemudian peujaga kita.
Baca juga: Pj Gubernur Aceh Tandatangani Dua SK, Venue Utama PON 2024 akan Dibangun di Neuheun Aceh Besar
Baca juga: Pengurus Federasi Aero Sport Indonesia Cabang Lhokseumawe Dilantik, Siapkan Atlet untuk PON 2024