Jurnalisme Warga
Mengenal Karawitan dari Alumnus ISBI Aceh
Ketika mendengar kata “karawitan”, maka yang terbayang dalam pikiran saya adalah alunan suara gamelan yang mengiringi pertunjukan tradisional Jawa

Boleh kuliah di ISBI, tetapi harus mendaftar di Universitas Syiah Kuala dan UIN Ar-Raniry terlebih dahulu.
Intan pun memenuhi syarat itu.
Ia mendaftar di Jurusan Sendratasik FKIP USK dan TEN UIN Ar-Raniry.
Ketika proses wawancara di USK dan pewawancara menanyakan mengapa dirinya memilih Jurusan Sendratasik, dengan polos Intan menjawab bahwa itu “syarat” dari ibunya agar dia bisa kuliah di ISBI.
“Tahu apa yang terjadi? Nama saya langsung dicoret saat itu juga.
Di TEN alhamdulillah saya lulus, tetapi saya rahasiakan dari mamak.
Baru saya beri tahu setelah saya lulus dari ISBI,” kenang Intan.
Bekal belajar musik semasa SMA membuat Intan cepat beradaptasi ketika kuliah.
Apalagi keinginan kuliah memang murni kemauan sendiri.
Lebih dari itu, menjadi lulusan ISBI dengan spesifikasi karawitan membuatnya merasa istimewa dan keren karena bisa memainkan alat musik tradisional Aceh yang umumnya dikuasai laki-laki.
Intan mahir memainkan seurune kale, rapa-i geleng, hingga genderang.
“Dari dulu saya memang suka berbeda, tidak suka melakoni sesuatu yang digeluti banyak orang, dan dengan kuliah di jurusan ini sehingga menguasai beberapa alat musik tradisional membuat saya merasa, Wow! Aku keren!” ucapnya.
ISBI Aceh lahir dari embrio ISI Padangpanjang yang sebelum genap setahun usianya sudah melepaskan diri dari sang induk.
Telah memiliki rektor dan menjalankan manajemen sendiri.
Dosendosennya beragam dan berasal dari daerah-daerah seperti Medan, Padang, hingga Bandung.