Breaking News

Jurnalisme Warga

Abu Tumin, Ulama yang Kekeh Menjaga Martabat Aceh

Dayah yang didirikan oleh Tengku Haji Imam Hanafiah, yaitu kakek Abu Tumin pada tahun 1890 itu merupakan lembaga pendidikan yang sangat legendaris

Editor: bakri
hand over dokumen pribadi
Prof. Dr. APRIDAR, S.E., M.Si,  Guru Besar Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Syiah Kuala dan Ketua Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil Aceh, melaporkan dari Blang Blahdeh, Bireuen 

Saat perayaan haul ke-57 tahun berdirinya dayah 21 Mei 2017 yang lalu, hadir ribuan alumni dari berbagai daerah dengan beragam profesi.

Saat itu Dayah Al-Madinatuddiniyah memiliki 1.300 santri putra yang mondok di lokasi dayah utama serta 890 santri putri yang pemondokannya berselang sekitar 200 meter dari dayah utama.

Pagarnya bersebelahan dengan kampus kami, Universitas Islam Kebangsaa Indonesia (Uniki) Blang Blahdeh Bireuen.

Tidak hanya santri yang berguru kepada Tumin, tetapi para ustaz pun banyak yang meminta pendapat serta petuahnya.

Jiwa ‘Cek Gu’, yaitu sebagai pendidik yang melekat pada diri beliau hingga akhir hayat masih dijadikan panutan dan rujukan setiap ada pembahasan tentang permasalahan agama.

Beliau sangat loyal terhadap Mazhab Syafii yang juga dianut oleh sebagian besar masyarakat Aceh.

Bila ada ulama yang bermazhab beda, beliau tak akan larut dengan perbedaan tersebut dikarenakan setiap orang yang bermazhab memang harus demikian.

Berbagai persoalan pemeritahan dan agama yang dihadapi oleh Pemerintah Aceh, baik tingkat provinsi hingga ke gampong hampir selalu dimintakan pendapat kepada Tumin.

Setiap pendapat yang beliau keluarkan jarang sekali dibantah oleh cerdik pandai serta ulama lain, bahkan sering dijadikan sebagai fatwa yang disepakati bersama.

Beliau aktif di Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh sebagai Dewan Penasihat atau Majelis Syuyukh.

Baca juga: Abu Tumin Tutup Usia, Pemerintah Aceh Sampaikan Duka Cita Mendalam

Banyak sudah alumni lulusan Dayah Al Madinatuddiniyah Babussalam yang meyebar ke seluruh penjuru daerah.

Mereka juga banyak mendirikan dayah di kampung halamannya sehingga pemikiran serta tarekat Naqsyanbandiyah tersebar luas di beberapa kabupaten kota di Aceh.

Konflik sosial yang sering terjadi di Aceh, banyak terselesaikan berkat pendapat yang beliau lontarkan dengan santun dan bijaksana.

Seperti halnya konflik tapal batas Gampong Cot Bada dan Teumpok Baroh yang belum mampu diselesaikan oleh pemerintah dengan unsur muspida, tetapi dapat beliau lerai dan cairkan sehingga terjadi kesepakatan dengan akur dan bijaksana.

Beliau juga selalu mendengungkan pentingnya kebersamaan dalam membangun Aceh yang lebih bermartabat.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved