Kupi Beungoh
Anies: Politik “Tueng Bila” dan “Tob Abeh” Surya Paloh (I)
Dalam tradisi Aceh-tempat dimana keluarga Paloh berasal istilah “tueng bila” adalah sebuah istilah yang sangat terkait dengan peran wali terhadap indi
Kesungguhan memasak perkara Formula E Anies Baswedan, tidak ada artinya apa-apa bagi sebagian oknum KPK saat ini dibandingkan dengan kemampuannya meniadakan dan bahkan menutup habis Kasus E KTP yang menyeret Ganjar dan banyak petinggi partai tertentu lainnya dari memori publik.
Apalagi bila dikaitkan dengan misteri hilangnya Harun Masiku yang dalam perjalanan waktu telah membuat publik lupa bahwa ada “orang besar” tertentu dari partai tertentu tak tersentuh sama sekali sampai hari ini.
Kini spesialisasi sebagian oknum KPK menjadi luar biasa, “menghilangkan dan mengubur habis” apa yang ada dan terbukti di depan mata publik, dan mulai membuat episode baru yang mengarahkan kepada “mengada-ngada yang tiada”.
Tak dinyana, laporan investigasi Tempo kemudian membocorkan rencana jahat itu, walaupun sinyalemen mencelakakan Anies sudah diduga banyak pihak, terutama ketika Andi Arief-jubir Partai Demokrat, dan bahkan mantan Presiden SBY mencium ada skenario jahat.
Ada sesuatu yang sedang berjalan yang akan melakukan apa saja untuk mengganjal Anies, dan memenangkan “siapapun” yang satu paket dengan pekerjaan yang sedang dipelopori oleh Firli Bahuri di KPK.
Laporan Tempo itu kemudian membuat publik terkejut, karena datang dari sebuah keluarga besar media yang terkenal integritasnya, dan mempunyai jurnalistik investigasi yang sangat mumpuni.
Berita itu tidak hanya tamparan untuk KPK, tetapi menjadi hiburan sekaligus “olok-olok” tentang praktek Machiaveli murahan yang sedang dilakukan oleh sekelompok orang hebat di negeri ini.
Paloh, Antara Dilema dan Nilai Taktis
Tak penting alasan Surya Paloh tentang dilema “didahului” atau “mendahului” Firli Bahuri KPK untuk kriminalisasi Anies.
Yang pasti, deklarasi Anies oleh Surya Paloh tidak hanya mempunyai nilai taktis, tetapi juga mempunyai makna dan implikasi stategis yang tiada ternilai harganya.
Yang perlu diingat, calon Presiden yang diusung oleh Nasdem ini adalah sosok individu yang perjalanan karir politiknya tidak biasa.
Ia adalah sosok pribadi yang mendapat perlakuan khusus untuk dijadikan sebagai “ikon” kebencian publik, sekaligus makhluk yang paling berbahaya untuk masa depan NKRI.
Tak cukup dengan kompetisi politik, ada sebagian oligarki juga yang terlibat jauh yang menginginkan Anies dienyahkan dari gelanggang perebutan Indonesia satu pada Pilpres 2024 yang akan datang.
Logika Paloh ketika mulai melirik Anies justeru berbanding terbalik dengan kawan-kawannya, -mungkin sebagian anggota dari koalisi pendukung Jokowi.
Ketika ia menyebut alasan utamanya memilih Anies dalam deklarasi Nasdem dua hari yang lalu dengan tiga kata dalam kalimat kunci.
Ungkapan itu memberi banyak nuansa bagi mereka yang rajin mengikuti arus besar politik nasional yang tengah berlangsung.