Kupi Beungoh

Muhammad SAW Mengangkat Derajat Kaum Perempuan

Islam telah mengatur kodrat laki-laki dan perempuan sesuai proporsinya, sehingga ada peran-peran perempuan yang tidak dapat digantikan oleh laki-laki.

Editor: Agus Ramadhan
FOR SERAMBINEWS.COM
pengurus Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh, Ustadzah Nora Maulida Julia SPd. 

Modal iman, ilmu, dan akhlak perempuan mampu menemukan dan pengembangan potensi diri. Namun, tanpa hal itu, perempuan hanya akan menjadi sumber fitnah dan bencana di muka bumi.

Tentang kemuliaan perempuan, Rasulullah SAW bersabda: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap para istrinya.“ (HR Tirmidzi)

Hadist tersebut menunjukkan, bahwa manifestasi iman yang baik adalah akhlak yang baik, yang dimulai dari memperlakukan orang-orang terdekat dengan baik.

Orang terdekat itu adalah isteri dan keluarga, karena mereka adalah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik.

Karena itu, kelahiran Nabi Muhammad SAW benar-benar telah memerdekakan hak-hak perempuan dari kejahilan.

Dalam tradisi Aceh, peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW biasanya dilakukan dengan “kanduri maulod” selama tiga bulan, yaitu setiap bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir, hingga Jumadil Awal.

Dalam tradisi maulod ini, sering kali peran perempuan berada di belakang layar dalam mempersiapkan segala sesuatu, misalnya masak-masak, sedangkan laki-laki berada di garda depan, melayani tamu yang diundang dalam kanduri maulod di meunasah, hingga suksesnya acara tersebut.

Hal ini menjadi unik, karena peran perempuan dalam memperingati maulod di Aceh adalah pendukung syiar, namun posisinya paling utama.

Hal ini bukan berarti bentuk deskriminasi perempuan, namun sebagai wujud menjaga akhlak, kemuliaan dan kehormatan perempuan, yang telah diperjuangkan oleh Rasulullah SAW.

Sejarah Tradisi Maulid

Al – Syaikh Muhammad Illaisy al-Maliki (w.1299 H) dalam kitabnya al-Qaulul-Munji berkata bahwa peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh raja daerah Irbil bernama Raja Muzhaffar Abu Sa’id pada awal abad ke 7 H. Ibnu Katsir dalam kitab Tarikhnya berkata:

“Raja Muzhaffar mengadakan peringatan maulid secara besar-besaran, beliau adalah seorang raja cerdik, pemberani, pahlawan, alim dan adil”.

Beliau telah mengadakan sambutan tersebut secara besar-besaran pada bulan Rabiul-Awwal. Beliau mengundang seluruh rakyatnya dan para ulama dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama fiqh, hadist, tasawwuf, kalam, ushul dan lainnya.

Sebagian tamu yang menghadiri majlis tersebut menceritakan bahwa beliau telah menyediakan sebanyak 5.000 kepala kambing yang dipanggang, 10.000 biji keju dan 30.000 piring berisi manisan.

Para ulama ketika itu dan setelahnya sampai sekarang menganggap perayaan maulid nabi sebagai sesuatu yang baik, bahkan Imam as-Suyuthi menulis karangan khusus tentang maulid yang berjudul Husnu al Maqsid fi ‘Amal al Maulid.

Maka semenjak saat itulah perayaan maulid nabi menjadi tradisi umat Islam di seluruh belahan dunia, termasuk Aceh di setiap bulan Rabi’ul Awwal. (*)

*) PENULIS adalah Pengurus Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved