Salam

Firli Temu Lukas, Keistimewaankah?

Ketua KPK Firli Bahuri yang ikut bersama tim dokter independen ke Jayapura untuk melihat langsung kondisi Gubernur Papua Lukas Enembe

Editor: bakri
Tribun-Papua.com/Raymond Latumahina
Ketua KPK, Firli Bahuri (kedua dari kanan), saat memberikan keterangan pers usai memeriksa Lukas Enembe. 

DEWAN Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mempermasalahkan Ketua KPK Firli Bahuri yang ikut bersama tim dokter independen ke Jayapura untuk melihat langsung kondisi Gubernur Papua Lukas Enembe.

“Kalau dalam rangka pelaksanaan tugas tidak dilarang,” kata anggota Dewas KPK Albertina Ho.

Peraturan Dewas KPK Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku dalam Bab IV Pasal 4 ayat (2) poin a disebut bahwa dalam mengimplementasikan nilai dasar integritas, setiap insan komisi dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahui perkaranya sedang ditangani oleh komisi, kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan sepengetahuan pimpinan atau atasan langsung.

Sebagaimana kita ketahui, KPK telah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua.

Sudah dua kali dipanggil KPK untuk diperiksa, tapi Lukas tidak datang dengan alasan sakit.

Dan, Firli mengaku menemui Lukas Enembe dalam rangka pelaksanaan tugas penegakan hukum.

Meski tak melanggar peraturan, namun pertemuan Ketua KPK Firli Bahuri dengan Lukas Enembe dianggap tidak pantas.

Apalagi, orang nomor satu di Bumi Cendrawasih itu telah berstatus tersangka suap dan gratifikasi.

Seorang mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, mengatakan selama ini belum pernah ada pimpinan KPK yang mendatangi langsung tersangka rasuah.

Yudi menyebut pertemuan itu bisa dimaknai pemberian keistimewaan terhadap Lukas.

Baca juga: Fakta Lukas Enembe Diperiksa KPK, Firly Bahuri Jabat Erat Tangan Gubernur Papua, Disebut Kooperatif

Baca juga: KPK Periksa Lukas Enembe Selama 2 Jam di Kediaman Pribadinya, Didampingi Kapolda dan Pangdam

“Menurut saya, tidak perlu Ketua KPK datang ke sana.

Selain tidak bagus di mata publik karena belum pernah dilakukan Ketua KPK sebelumnya, mendatangi tersangka nanti bisa dipersepsikan ada keistimewaan.

Ini tentu akan jadi preseden tersangka lain akan meminta hal yang sama, didatangi ketua,” kata Yudi.

Menurutnya, yang pantas mendampingi penyidik adalah Direktur Penyidikan.

“Biarkan saja penyidik yang melakukan tugasnya, jika pun didampingi atasan cukuplah level direktur penyidikan saja, apa lagi kegiatan yang dilaksanakan, yaitu pemeriksaan second opinion dari Ikatan Dokter Indonesia terkait kesehatan Gubernur Papua,” kata dia.

Sebelumnya, sejumlah organisasi anti-korupsi, termasuk Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak KPK menjemput paksa Lukas mengingat ia sudah dua kali tidak memenuhi panggilan lembaga itu dengan alasan sakit.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mendorong KPK supaya berani melakukan penjemputan paksa terhadap Lukas seperti yang pernah dilakukan KPK kepada mantan Ketua DPR Setya Novanto yang terlibat kasus korupsi KTP elektronik.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana juga mengatakan proses hukum terhadap Lukas Enembe sudah sangat berlarut-larut.

“Makanya, penjemputan paksa harus dilakukan KPK,” katanya.

Yang pasti, publik berharap KPK menjalankan tugas tanpa pilih kasih.

Tidak boleh terkesan ada tersangka yang diistimewakan.

Jika itu terjadi, publik akan curiga bahwa KPK diintervensi.

Nah!?

Baca juga: KPK Akan Periksa Gubernur Papua Lukas Enembe di Rumahnya

Baca juga: Geledah Rumah Lukas Enembe di Jakarta, KPK Temukan Bukti Dokumen Aliran Uang Suap dan Gratifikasi

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved