Salam
Pertamina Harus Bertanggung Jawab
Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kabupaten Bireuen dan antrean panjang kendaraan di berbagai SPBU bukan sekadar persoalan teknis distribusi.
Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kabupaten Bireuen dan antrean panjang kendaraan di berbagai SPBU bukan sekadar persoalan teknis distribusi. Ini adalah masalah serius yang menyentuh langsung denyut kehidupan masyarakat. Sopir angkutan, pekerja, pelajar, hingga ibu rumah tangga merasakan dampak nyata: aktivitas harian terganggu, produktivitas menurun, dan keresahan sosial meningkat.
Dalam sebulan terakhir, antrean kendaraan di SPBU Cot Gapu, Paya Meuneng, hingga Simpang Leubu mengular hingga ratusan meter. Warga bahkan rela antre sejak dini hari demi mendapatkan BBM. Ironisnya, di tengah kelangkaan di SPBU, BBM bersubsidi justru mudah ditemukan di pengecer. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin pasokan resmi di SPBU seret, sementara di luar jalur resmi BBM begitu mudah diperoleh? Apakah ada kebocoran distribusi, atau bahkan praktik permainan yang merugikan rakyat?
Kondisi serupa juga terjadi di Aceh Timur. Seorang supervisor SPBU di Idi Rayeuk menyebut antrean panjang terjadi akibat pemangkasan drastis kuota solar subsidi dari Pertamina Patra Niaga menjelang akhir tahun. Jatah yang biasanya 16 ribu liter per hari dipotong hingga 50 persen. Pemangkasan kuota ini jelas menjadi biang kerok kemacetan dan antrean panjang di sejumlah SPBU. Jika benar demikian, maka kebijakan ini tidak hanya tidak bijak, tetapi juga menyalahi prinsip keadilan distribusi energi.
Wakil Ketua II DPRK Bireuen, Muslem Abdullah, dengan tegas mendesak Pertamina untuk segera turun tangan. Pertamina tidak bisa sekadar bersembunyi di balik alasan teknis atau menyebut antrean sebagai akibat “perpindahan kendaraan” antar-SPBU. Fakta di lapangan jelas menunjukkan masyarakat kelelahan, antre berjam-jam, bahkan pulang dengan tangan kosong karena stok habis mendadak. Pernyataan resmi Pertamina yang menyebut kondisi “normal” terasa jauh dari realitas yang dialami rakyat.
Pertamina memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan pasokan BBM stabil dan merata. Evaluasi menyeluruh terhadap distribusi harus segera dilakukan. Kuota yang dikirim ke SPBU harus sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat, bukan sekadar angka di atas kertas. Lebih dari itu, pengawasan terhadap praktik penyelewengan BBM bersubsidi harus diperketat agar tidak bocor ke pengecer. Jika tidak, maka subsidi yang seharusnya dinikmati rakyat kecil justru akan terus dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang mencari keuntungan pribadi.
Kelangkaan BBM bukan sekadar soal antrean panjang. Ia adalah cermin lemahnya tata kelola energi yang berdampak langsung pada kehidupan rakyat. Pertamina tidak boleh menunggu keresahan ini berubah menjadi krisis sosial. Tanggung jawab harus diemban, solusi harus segera ditemukan. Masyarakat berhak atas pasokan BBM yang lancar, adil, dan transparan.
Sebelumnya, Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Utara (Sembagut) membantah stok solar langka dan mengatakan bahwa distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi jenis Biosolar di seluruh Kabupaten Aceh Timur dalam kondisi normal.
Menurut Fahrougi Andriani Sumampouw, Area Manager Communication, Relations & CSR, antrean yang terjadi di beberapa Stasium Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Aceh Timur, disebabkan oleh peningkatan jumlah kendaraan, serta perpindahan kendaraan ke SPBU lain, karena adanya penyesuaian jadwal suplai di dua SPBU terdekat di Aceh Timur. Namun, fakta-fakta kelangkaan BBM subsidi yang tersaji di lapangan, mengungkap hal yang berbeda. Dan apa pun argumennya, Pemerintah, dalam hal ini Pertamina, merupakan pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban.(*)
POJOK
Dubes Kanada: Aceh entitas khas di Indonesia
Tapi RI sering abai dalam merawat kekhasan itu
Prabowo komit Indonesia jadi negara ramah investasi
Di mana keramahan itu ketika listrik mati berhari-hari
BBM langka di Bireuen
Sudah mentradisi, fenomena jelang akhir tahun

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.