Jurnalisme Warga
Gurihnya Kue Arafik, Pembangkit Perekonomian
Gampong Paya, Kecamatan Trienggadeng, Kabupaten Pijay adalah kue arafik dan menjadi produk kuliner andalan di daerah ini
OLEH CHAIRUL BARIAH, Wakil Rektor II Universitas Islam Kebangsaan Indonesia, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Almuslim, dan Anggota FAMe Chapter Bireuen, melaporkan dari Gampong Paya, Trienggadeng
Pidie Jaya adalah salah satu kabupaten muda di Provinsi Aceh, hasil pemekaran dari kabupaten induknya, Pidie.
Pidie Jaya yang sering disingkat Pijay, didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tanggal 7 Januari 2007.
Meureudu menjadi ibu kota kabupaten ini.
Batas wilayahnya, sebelah utara dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Kabupaten Pidie, sebelah timur dengan kabupaten Bireuen, dan sebelah barat dengan Kabupaten Pidie.
Pijay termasuk dalam kabupaten dengan dataran tinggi yang memiliki kelas lereng sampai dengan 40 persen jika dibandingkan dengan dataran lainnya.
Maka tak heran jika kabupaten ini sering mengalami banjir dan erosi sebagaimana yang terjadi pada bulan Januari lalu banyak rumah warga di kabupaten ini yang terendam banjir Di tengah perekonomian masyarakat yang tidak menentu, mendorong ibu rumah tangga (IRT) untuk mencari peluang usaha yang dapat membuat dapur terus beraktivitas dan mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Pemerintah juga terus memacu industri kecil/rumah tangga agar berkembang dan mampu menyejahterakan keluarga dan orang-orang di sekitarnya.
Setiap kabupaten di Aceh memiliki potensi untuk dikembangkan.
Demikian juga halnya dengan Pijay.
Salah satu industri kuliner yang terkenal di sisi jalan nasional Banda Aceh-Medan, tepatnya di Gampong Paya, Kecamatan Trienggadeng, Kabupaten Pijay adalah kue arafik dan menjadi produk kuliner andalan di daerah ini.
Baca juga: Balamang Basamo Meriahkan Event Penutupan Festival dan Demo Produk UMKM Kuliner Aceh Selatan
Baca juga: 38 Pemilik Usaha Pemula Menjahit dan Kuliner Bireuen Ikut Bimbingan Teknis
Dari namanya yang tak asing membuat saya teringat pada seorang penyanyi dangdut Melayu A Rafiq yang sangat legendaris pada masanya karena penampilannya hampir mirip Elvis Presley, tetapi tidak ada hubungannya dengan kue ini.
Kue ini mencuri hati dan mendorong saya untuk mengenalnya lebih dekat.
Dalam suatu kunjungan ke salah satu dayah di Luengputu, saya dan teman-teman dari Kampus Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (Uniki) Bireuen berkesempatan singgah di tempat produksi kue Arafik milik ibu Sarjani yang biasa dipanggil Kak Ni.
Ibu dari delapan putra-putri ini adalah orang pertama yang membuat kue arafik di Pijay.
Kue ini terbuat dari bahan dasar tepung terigu/tepung roti dengan isinya kacang merah.
Ada rasa kacang merah orisinil dengan warna cream kekuning-kuningan tanpa tambahan pewarna.
Warna asli dari hasil pembakaran dengan oven.
Ada juga warna hijau daun pandan, sedangkan isinya tetap kacang merah.
Dari cerita Kak Ni, dia sudah mulai membuka usahanya ± 30 tahun lalu sewaktu anak sulungnya masih kecil.
Sekarang anaknya itu sudah berusia 40 tahun.
Awal usaha yang ditekuninya berada di dalam permukiman Gampong Paya dan pindah ke sisi jalan nasional Medan-Banda Aceh sudah lebih tiga tahun.
Baca juga: Jaringan Discovery Channel, Arab Warner Bros Ubah Pola Kuliner, Ini Formatnya
“Anak-anak tidak ada yang mau mengikuti jejak saya untuk membuka cabang usaha karena mereka memilki pekerjaan yang berbeda,” ujar kak Ni.
Dia pun tak ingin membuka cabang di tempat yang lain karena takut terbengkalai dan kehilangan pelanggan di tempat usaha awalnya.
Untuk menjaga kualitas kue, Kak Ni tidak pernah mengurangi bahan dan takarannya, dia selalu menggunakan bahan yang alami tanpa pengawet.
Hal ini menjadi kunci kelezatannya.
Kita pun dapat merasakannya pada saat gigitan pertama saat dinikmati.
Dalam menjalankan usahanya, Kak Ni dibantu 13 tenaga kerja yang berasal dari Gampong Paya dan sekitarnya.
Mulai dibuka pada pukul 08.00-18.00 WIB, tapi tergantung persediaan kue juga.
Jika sudah habis, maka cepat ditutup.
Baca juga: UMKM Kuliner Ikut Terlibat dalam Kegiatan Hari Keuangan di GKN Kota Banda Aceh
Kue arafik ini juga sudah dipasarkan ke beberapa kabupaten di Aceh, bahkan sudah ke luar provinsi.
Pada saat kami tanyakan ke Pak Sofyan yang juga turut membantu pengelola usaha ini, mengapa namanya arafik beliau hanya tertawa.
“Karena, dari pertama kami buat sudah diberi nama seperti itu,” ujarnya.
Kue ini sekilas mirip dengan bakpia Yogyakarta.
Rasanya nikmat, gurih, dan renyah.
Rombongan kami ± 20 orang sengaja berhenti, hingga kue yang berukuran lebih besar habis diborong.
Pak Andy salah seorang sahabat kami dalam rombongan yang merupakan pencinta kue arafik.
Setiap kali pulang atau pergi dari Bireuen ke Banda Aceh beliau wajib berhenti di Gampong Paya khusus untuk membeli kue ini.
“Keluarga saya sangat menyukainya, apalagi kalau Lebaran tiba, kue ini menjadi kue utama dalam sajian untuk tamu yang datang,” ungkapnya.
Sementara saya sendiri baru pertama singgah di tempat ini dan langsung merasakan gurihnya kue arafik.
Soal rasa, lidah memang tak bisa bohong.
Walapun banyak kue yang sejenis, tetapi menurut lidah saya, ini beda dengan yang lain.
Cara pembuatannya juga sangat tradisional.
Baca juga: Ketua DPRK Lhokseumawe Minta Tempat Jajan Kuliner Dibangun Sesuai RAB, Telan Biaya Rp 2 Miliar
Olahan dari jari-jari lembut Kak Ni dan para pekerja yang dilengkapi dengan sarung tangan dan alat pengaman pada saat dioven, kue ini menjadi oleh-oleh yang harus dibawa pulang bila melewati Pijay.
Jadi, oleh-oleh dari Pijay bukan cuma kue ade (bingkang).
Di ajang perlombaan kuliner tingkat Provinsi Aceh di Banda Aceh pada saat kunjungan Wakil Presiden beberapa waktu lalu, kue arafik turut mengharumkan nama Pijay dengan meluluhkan hati para juri sehingga merebut juara 3.
Bila dilihat dari jumlah produksi dan permintaan pasar, kue ini selayaknya sudah memiliki packing yang bagus sehingga pelanggan akan lebih tertarik lagi.
Saat kami pesan kue ini memang pengepakannya sudah ada, tetapi hanya menggunakan kertas berlabel kue arafik cap Bunga Mawar.
Hal ini kesannya masih tradisional.
Harapannya ada perhatian dan bantuan dari berbagai pihak agar tampilannya lebih modern, serta menjadi kuliner idola masyarakat, bukan hanya untuk wisatawan lokal.
Sebagai salah satu upaya untuk menyejahterakan masyarakat sekitarnya, pengelola usaha kue ini telah memanfaatkan tenaga kerja lokal.
Usaha ini menjadi mitra pemerintah dalam rangka mengurangi angka pengangguran.
Namun, dari sisi teknologi usaha ini harus dapat dikembangkan lagi sehingga tenaga-tenaga terdidik mampu menciptakan teknologi baru untuk pembuatan dan packing secara modern.
Pemerintah Pijay juga telah memberikan bantuan untuk pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) yang berada di Pijay.
Kak Ni termasuk salah satu penerima bantuan tersebut.
Bantuan yang diberikan berupa oven besar, tepung terigu, mentega, gula pasir, dan minyak goreng.
Menurut penerima, semua yang diberikan itu sangat bermanfaat.
Apalagi pada tahun yang lalu negara kita masih dalam suasana pemulihan pandemi Covid-19 sehingga banyak usaha kecil yang hampir bangkrut lantaran kekurangan modal dan juga dipengaruhi oleh menurunnya daya beli.
Semoga semakin majunya usaha kue arafik ini akan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat di Pijay dan sekitarnya. (chairulb06@gmail.com)
Baca juga: Kemendagri Setujui Tiga Kampung di Tamiang, Mursil: Libatkan Pelaku Usaha Kuliner
Baca juga: Bukan Kuliner Biasa, Kerang Bulu yang Dijual di Kafe Singkil Utara Ternyata Punya Khasiat Khusus