Salam
Warning dari KPK
Alexander Marwata mengaku pihaknya sudah memetakan instansi-instansi negara dan daerah yang pejabatnya rawan terjerat tindak pidana korupsi
WAKIL Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengaku pihaknya sudah memetakan instansi-instansi negara dan daerah yang pejabatnya rawan terjerat tindak pidana korupsi.
"Aparat penegak hukum, Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai, BPN itu rawan pungli," papar Alex.
Menurut Alex, mitigasi terhadap risiko korupsi itu dilakukan KPK dengan memeriksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) para pejabat.
"Ada 300.000 lebih penyelenggara negara yang wajib lapor.
Dari itu kita petakan instansi mana sih yang paling rawan," katanya.
Yang menjadi persoalan atau kendala bagi KPK dalam pemetaan itu sudah pasti karena banyak pejabat yang tidak menyampaikan LHKPN.
Padahal, pelaporan tersebut kewajiban setiap penyelenggara negara, termasuk anggota dewan, sesuai pasal 5 ayat 3 UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
Sikap tersebut tidak hanya melanggar UU Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, tetapi juga menghambat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjalankan upaya pencegahan tindak pidana korupsi.
Dalam pasal 13 UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK disebutkan bahwa KPK melakukan pendaftaran dan pemeriksaan LHKPN sebagai langkah atau upaya pencegahan.
Menurut catatan ada 384.298 wajib lapor secara nasional.
Dan, pada pertengahan tahun ini saja ada 15.649 pejabat belum menyampaikan LHKPN.
Yang paling rendah kesadaran menyampaikan LHKPN adalah pejabat-pejabat legislatif, yakni para wakil rakyat.
Baca juga: Bupati Bangkalan Abdul Latif Ditahan KPK Terkait Suap Jabatan, Miliki Harta Kekayaan Rp 9,9 Miliar
Baca juga: KPK Tahan M Syahrir Kepala Kanwil BPN Riau, Terima Suap 120 Ribu Dolar dan Gratifikasi Rp 9 Miliar
Dari total 20.082 anggota dewan yang wajib lapor, hanya 87,05 persen yang membuat LHKPN.
Sedangkan pejabat eksekutif tercatat 96,12 persen dari total 305.688 wajib lapor yang sudah menyampaikan LHKPN.
Bidang yudikatif tercatat 98,06 persen dari total 19.347 wajib lapor.82 wajib lapor.
Kemudian unsur BUMN atau BUMD tercatat 97,95 persen dari total 39.181 wajib lapor.
Sikap abai sebagian anggota DPR itu juga ditunjukkan tahun-tahun atau periode sebelumnya.
Oleh karena itu, Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesia Parliamentary Center (IPC), dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, terdapat empat hal yang melatarbelakangi munculnya sikap abai anggota dewan terhadap LHKPN.
Pertama, rendahnya komitmen anggota dewan untuk menjadi penyelenggara negara yang jujur dan transparan.
Kedua, tidak bekerjanya partai politik dalam mengawasi kadernya di DPR.
Ketiga, lemahnya sanksi apabila kewajiban melapor LHKPN dilanggar.
Keempat, tidak terintegrasinya kewajiban melapor LHKPN dengan UU terkait lainnya, seperti UU Pemilu Legislatif.
Yang sangat memprihatinkan, meski sejak dulu pemerintah sudah menangkal kejahatan korupsi di instansi-instansi rawan korupsi, tapi hingga kini belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Seperti diungakapkan pejabat KPK, hingga kini aparat penegak hukum merupakan instansi yang rawan terjadi tindak pidana korupsi.
Instansi penegak hukum, Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai, BPN itu paling rawan pungli atau korupsi.
Tak hanya instansi pemerintah, KPK juga telah memetakan sejumlah daerah yang pejabatnya rawan terjerat tindak pidana korupsi.
Korupsi rawan terjadi tidak hanya di daerah yang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)-nya besar.
Buktinya, Aceh yang yang APBA dan APBK-nya kecil, tapi sudah dua gubernur, bupati, dan sejumlah pejabat daerah ini masuk penjara setelah ditangkap KPK.
Semoga ke depan tak terjadi lagi.
Nah?!
Baca juga: Kasus Lelang Jabatan Bupati Bangkalan, KPK Sita Rp 1,5 Miliar dari Abdul Latif Amin Imron
Baca juga: Hakim Agung Gazalba Saleh Akhirnya Ditahan KPK, Tersangka Kasus Suap Pengurusan Perkara di MA