Kupi Beungoh

Rocky Gerung, Kembang Tanjong, dan Abu Thalib

Banyak penggemar Rocky Gerung di Aceh tahu bahwa ia bukan pemeluk Islam. Ada yang tahu lebih jauh, dia adalah orang Manado yang beragama khatolik

Editor: Zaenal
Kolase Serambinews.com/Capture Youtube Rocky Gerung Official
Kolase foto Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala, Ahmad Humam Hamid (kanan) dan pengamat politik Rocky Gerung (kiri). 

Oleh: Ahmad Humam Hamid*)

SEPERTI di berbagai tempat lain di Indonesia, hampir semua tempat di Aceh yang terjangkau siaran televisi nyaris tak ada yang tak mengenal atau bahkan menjadi fans berat Rocky Gerung.

Banyak sekali masyarakat di berbagai pelosok yang kesal dan bahkan marah, ketika Indonesia Lawyers Club yang “diimami” oleh Karni Ilyas menghentikan siarannya di TV One.

Namun kehilangan itu segera terobati dengan tampilnya Rocky Gerung di YouTube dan berbagai sosial media lainnya.

Banyak penggemar Rocky Gerung di Aceh tahu bahwa ia bukan pemeluk Islam.

Ada yang tahu lebih jauh, bahwa Rocky Gerung adalah orang Manado yang beragama Katholik.

Namun semua itu tidak ada masalah, mayoritas, untuk tidak mengatakan semuanya, masyarakat pendengar dan pemirsa Rocky Gerung menyukainya.

Di Aceh, dan mungkin di tempat lain, situasi itu menjadi komplet ketika empat hari yang lalu, komunitas masyarakat Kembang Tanjong, Pidie, di Jakarta, mengundang Rocky Gerung untuk menghadiri acara “Khanduri Molod”-kenduri maulid yang diselenggarakan oleh komunitas itu.

Ia diminta menyampaikan “ceramah”-lebih cocok digunakan istilah pandangannya tentang kerasulan Nabi Muhammad SAW berikut tentang Islam.

Undangan dan kehadiran Rocky Gerung pada acara itu sarat makna.

Dengan undangan itu masyarakat Kembang Tanjong di Jakarta telah menunjukkan warna asli masyarakat Aceh yang sesungguhnya, yakni inklusif, toleran, dan memberi penghargaan kepada orang yang berilmu, walaupun tidak seiman.

Rocky Gerung adalah salah seorang filosof nasional yang mumpuni dan menggunakan ilmunya untuk menyuarakan keadilan yang ia yakini.

Baca juga: Rocky Gerung di Aceh, Isi Materi Tentang Hukum di Hadapan Puluhan Mahasiswa

Baca juga: Rocky Gerung Duga Anies Akan Sering ke KPK Jelang Pilpres: Catwalk di Rasuna Said Fashion Week

Refleksi Warısan Masa Lalu

Sebenarnya ini bukan hal yang aneh untuk mayarakat Aceh, walaupun sudah merupakan barang yang sangat langka.

Apa yang dilakukan oleh masyarakat Kembang Tanjong di Jakarta adalah praktek kehidupan inklusif sisa DNA Aceh masa lalu.

Ada prinsip keterbukaan, ada prinsip keseteraan, ada prinsip pergaulan dan penghormatan dalam keberagaman.

Semua itu tidak berdiri sendiri, karena ada prinsip besar lain yang mengikat, -lakum dinukum waliyadin-untukmu agamamu dan untukku agamaku.

Abad ke 13, tepatnya pada tahun 1290 misalnya, Marco Polo menulis dalam catatan perjanannya -Le Devisement du Monde- yang ditulis ulang oleh Rustichello de Pisa pada tahun 1300 tentang bagaimana masyarakat Pasai menerima Polo yang katholik dengan baik dan terhormat.

Ia bersama 2000 awaknya dengan 5 kapal berlabuh dan tinggal selama lima bulan di Pasai menunggu angin monson Timur untuk melanjutkan perjalanan pulangnya ke Venisia, Italia.

Tiga hal yang diingat dan ditulis oleh Polo tentang Pasai.

Ada raja yang sangat kaya dan taat -Malik Az Zahir.

Polo dan awaknya juga menikmati ikan yang sangat enak-kemungkinan besar ikan seumilang- sembilang.

Selanjutnya, Polo juga minum “anggur Aceh” -palm wine-  yakni “ie jok masam” yang dibuat dan dikonsumsi oleh sekelompok kecil masyarakat Pasai pada masa itu.

Apa yang dilakukan oleh masyarakat Kembang Tanjong adalah refleksi warısan masa lalu, karena memang itulah karakteristik utama dari kerajaan Aceh yang berasoasiasi dengan kultur maritim dan negara kota-“city state, yang kental dengan keberagaman.

Mustahil membayangkan kerajaan Aceh masa lalu yang eksklusif dalam gemuruh perdagangan internasional.

Kedatangan dan bahkan tinggal berbulan-bulan berbagai bangsa dan agama dari Eropa, Cina, Timur Tengah, India, dan Nusantara, selama ratusan tahun tidak mungkin berlangsung, kecuali dalam suasana inklusif  dan terbuka.

Kembang Tanjong Refleksi Inklusif

Kembang Tanjong, Pidie, adalah salah satu kawasan inti di Pidie yang merupakan “produsen” cukup banyak pengusaha sukses, intelektual, dan tokoh politik.

Masyarakatnya adalah perantau tangguh yang tersebar di berbagai kota di Aceh, Medan, Jakarta, Malaysia, dan berbagai tempat lainnya di Nusantara.

Dari gambaran itu saja, sudah terbukti bahwa komunitas Kembang Tanjong, apalagi seperti komunitas yang sudah berbaur dengan “kultur urban” Jakarta, adalah refleksi inklusif dan masyarakat terbuka.

Mungkin, pertimbangan  komuntas itu mengundang Rocky Gerung, tidak hanya karena ia kritis dan populer, akan tetapi, lebih karena ia menguasai dan memahami Islam dalam konteks mua’malah yang cukup memadai.

Disamping itu ia juga mampu menyampaikan pikirannya kepada hadirin dengan gurih, renyah, sekaligus sangat mencerahkan.

Yang paling unik dari Rocky Gerung adalah ia selalu tak habis bahan  untuk menjelaskan berbagai fenomena yang sangat sering bahkan selalu bertabrakan dengan persepektif kekuasaan.

Bagi yang tidak pernah tahu sama sekali tentang Rocky Gerung, dan pertama kali mendengarnya di acara itu, pasti individu yang bersangkutan  tidak akan berani mengatakan, kalau Rocky Gerung pada acara itu bukan muslim.

Wawasan dan narasi yang disampaikan Rocky Gerung menunjukkan bahwa kedalaman pengetahuannya mengenai Islam untuk seorang nonmuslim mempunyai kadar yang tidak biasa.

Apalagi, walaupun ia seorang filosof, semua paparannya disampaikan bukan dalam bahasa filsafat, namun dengan logika biasa dan bahasa rakyat yang sederhana.

Dari penampilan video, nampaknya pemuka masyarakat Kembang Tanjong dan Rocky Gerung sudah terlebih dahulu TST-tahu sama tahu-, bahwa Rocky Gerung tidak akan masuk ke wilayah aqidah, namun ia akan membahas peringatan kelahiran Rasul itu dari segi ‘mu’amalah.

Dan memang itulah persis yang dia lakukan.

Menurut berita, untuk menjaga kesakralan acara Maulid, panitia mempersilakan Rocky memberikan paparannya setelah acara resmi maulid, yang ditutup dengan doa.

Rocky Gerung memulai paparannya dengan menyitir salah satu jantung konsep Islam tentang masyarakat madani, seperti yang dicetuskan Rasul dalam piagam Madinah.

Konsep islam tentang kehidupan negara kebangsaan dalam keberagaman yang diajukan oleh Rasul itu adalah salah satu teks tertulis paling awal dalam sejarah peradaban dan kehidupan bernegara.

Rocky masuk ke jantung konsepsi Islam tentang kebebasan, kemerdekaan ekonomi, dan kewajiban warga negara.

Rocky Gerung membahas tentang Nabi Muhammad SAW dalam perspektif multidimensi; politisi, negarawan, dan bahkan pemimpin dunia.

Ia dengan sangat ringkas mengklaim Islam sebagai agama langit edisi terakhir yang telah final, sehingga tak ada lagi interprestasi setelah itu.

Ia menguraukan tentang konsep jihad yang sebenarnya, dan bahkan menuding kekuasaan yang telah mengubah narasi jihad sebagai kekerasan.

Ia menguraikan kesetaraan dengan memukau, dan ia juga melihat konsep keadilan sosial Islam sebagai sebuah alternatif terhadap keadaan ketimpangan ekonomi dunia saat ini yang sangat parah.

Rocky Gerung tidak membaca ayat Alquran, apalagi hadis, tetapi  apapun yang diuraikan tentang dimensi horizontal ajaran Islam, semuanya berakar dari pemahamannya yang dalam tentang isi Alquran dan Sunnah Rasul.

Ia bahkan menyitir perintah baca,-iqra, sebagai perintah paling awal kepada ummat manusia untuk dapat menjalani hidup dengan sempurna.

Banyak orang tidak tahu Rocky Gerung pernah “nyantri” belajar filsafat agama Islam pada seorang akademisi, intelektual Islam mumpuni.

Ia menghabiskan waktu empat semester belajar filsafat Islam pada almarhum Profesor Harun Nasution, pada awal delapan puluhan.

Harun Nasution adalah rektor IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta pada tahun tujuhpuluhan.

Baca juga: Rocky Gerung Usulkan Ibu Kota Baru Bernama Jokowikarta, Fadli Zon Lebih Setuju Pakai Nama Jokowi

Layak Dihargai

Inovasi dakwah yang dilakukan oleh masyarakat Kembang Tanjong di Jakarta dengan mengundang pembicara non-muslim, namun tahu banyak tentang isu-isu keislaman dalam kaitannya dengan kehidupan kebangsaan hari ini, sangat layak untuk dihargai.

Disadari atau tidak masyarakat Kembang Tanjong di Jakarta telah mengakui dan memberi penghargaan kepada seorang intelektual publik terkemuka dengan cara yang unik.

Dalam pandangan ummat yang lebih luas, masyarakat Kembang Tanjong telah menunaikan sebuah “fardhu kifayah” penghargaan ummat Islam Nusantara yang merupakan fans berat Rocky Gerung yang sering dianggap membela ummat Islam.

Rocky Gerung misalnya mengecam keras terhadap berbagai serangan yang menyudutkan Islam, baik terhadap pemikiran maupun terhadap tokoh-tokoh Islam.

Dalam hal radikalisme, Rocky Gerung berdiri paling depan dalam melihat posisi pemerintah.

Ia menengarai kekuasaan sangat berlebihan dalam pemberian label radikalisme agama, dalam hal ini agama Islam, dan bahkan seolah jauh lebih berbahaya dari PKI.

Tidak berhenti di situ ia juga melihat banyak kebijakan negara yang cenderung menyudutkan ummat Islam.

Rocky Gerung sama sekali tidak takut dirinya dituduh bersimpati bahkan dekat dengan gerakan 212.

Ia melihat gerakan 212 sebagai sebuah roh yang jujur dan bukanlah soal simbol perlawanan Islam.

Gerakan 212 menurutnya, lebih kepada simbol proklamasi perlawanan ketidakadilan di negara ini.

Ia mengingatkan kekuasaan gerakan 212 adalah sebuah “teks sosial” yang harus dibaca Jokowi agar ia tidak menjadi corong islamophobia global dan kedunguan lokal yang tak terperikan.

Tentang penangkapan dan hukuman terhadap Habib Rizieq Shihab-HRS, kasus hasil swab RS Ummi, dengan delik keonaran, Rocky bersuara sangat keras, dan bahkan melebihi suara tokoh-tokoh Islam sekalipun.

Ia menuduh awal kasus HRS tidak lain karena ia menolak uang dan jabatan.

Akibatnya HRS dijadikan target.

Tak kurang menurut Rocky Gerung, ada kaitan tuduhan dan vonis terhadap HRS dengan kutipan ucapannya “algoritma dari bahasa pemerintah atau Presiden Jokowi mengaktifkan aparat mengurusi Habib Rizieq”.

Dengan tegas Rocky Gerung mengatakan bahwa tuduhan dan vonis terhadap HRS adalah penegasan bahwa ia adalah target politik istana.

Inilah yang membuat  penegakan hukum tidak lagi berada di ruang publik, tetapi hanya ada di ruang peradilan.

Rocky Gerung secara blak-blakan menuduh Cokro TV sebagai alat pemerintah oligarki sebagai instrumen untuk menakut nakuti kelompok minoritas.

Hal itu dilakukan dengan kampanye berkelanjutan tentang Islam radikal dan fundamentalis.

Cokro TV menurut Rocky Gerung sudah menjadikan agama sebagai komoditi bisnis.

Saluran TV ini dalam pandangan Rocky tak lebih sebagai provokator, penyebar islamophobia, dan bahkan beberapa pengasuh acara di saluran TV itu adalah “buzzer” pemerintah yang sedang berkuasa.

Kalaulah benar penggemar Rocky Gerung, terutama ummat Islam, baik di Aceh maupun secara nasional yang melihat ia sebagai pembela Islam, apa respons Rocky Gerung terhadap anggapan itu?

Dengan lugas ia mengatakan ia membeli perspektif Islam tentang kebenaran, kesetaraan, dan keadilan.

Ia menganggap ada sebuah ketidakadilan pemerintah terhadap ummat Islam yang telah dan sedang berjalan.

Karenanya sebagai warga negara, ia terpanggil untuk membela saudara-saudara sebangsa dan senegaranya, mayoritas ummat Islam.

Ada anggapan seolah Rocky Gerung telah masuk Islam, bahkan pendakwah dan model Neno Warisman telah mempersiapkan nama awal Muhammad kepadanya jika satu hari ia menjadi mualaf.

Rocky Gerung menanggapi santai tentang hal itu, dan ia tak mau berdiskusi soal keyakinan.

Dalam hal muamalah katanya, ada ruang debat yang terbuka lebar, sedangkan dalam hal keyakinan itu adalah wilayah pribadi.

Iman, hidayah, bahkan panggilan Tuhan menurut filosof itu adalah sesuatu yang sakral-didengar sekaligus dijawab oleh nurani.

Karena itu misterius, hal itu boleh saja menjadi milik pribadi individu yang bersangkutan, tanpa diketahui publik.

Untuk banyak pihak, statemen ini memang bernuansa liberal, namun Rocky dalam sebuah kesempatan segera menimpali dengan mengutip Surat Al-Fajr Ayat 14-Inna rabbaka mirshaad-(sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi).

Baca juga: Tokoh Muda Buddha, Kristen, Katolik dan Hindu Akui Sangat Nyaman Tinggal di Aceh

Kafir Dzimmi Wajib Dilundingi

Segera setelah video Rocky Gerung di acara Maulid komunitas Kembang Tanjong di Jakarta, saya berdiskusi dengan beberapa ulama milenial Aceh via Whatsapp.

Semuanya bersepakat bahwa jika benar ia bukan pemeluk Islam, Rocky Gerung adalah kafir dzimmi, yakni golongan non-muslim yang hidup rukun dan damai dengan ummat Islam.

Dengan begitu ia wajib dilindungi oleh kaum muslimin. 

Namun menariknya, ketika diskusi mengarah kepada contoh sejarah, seseorang secara seloro memberi gelar Rocky Gerung sebagai “Abu Thalib kontemporer” Indonesia, dan semua peserta WA group itu gerrr.

Pembicaraan humor, namun substantif itu mengingatkan kepada sosok Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW yang menurut banyak riwayat tak pernah berhenti membela dakwah Rasul, namun ia tetap tidak mau masuk Islam sampai akhir hayatnya.

Ketika diskusi WA group itu akan selesai seseorang nyelutuk singkat dengan mengajukan pertanyaan, ‘kalau Rocky Gerung itu Abu Thalib kontemporer, lalu siapa Abu Jahal dan Abu Lahab kontemporer”?.

Suasana hening, kemudian gerrr lagi sejenak.

Diskusi tak berlanjut, karena host acara telah mematikan Zoom.

*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved