Opini
Presidensi G20 dan Peluang Bagi Aceh
G20 merupakan forum multilateral strategis yang terdiri atas negara-negara maju dan berkembang utama di dunia yang berperan secara aktif
Peluang bagi Aceh Data yang di paparkan oleh kepala BI Bali pada saat desiminasi presidensi G20 menunjukkan tingkat ekonomi Bali pada saat covid berada pada posisi terbawah berada pada peringkat 33, namun dengan berakhirnya pandemic Bali menempati peringkat ketiga dengan angka pertumbuhan sebesar 8.
09 persen sedangkan Maluku Utara berada pada peringkat satu dengan angka pertumbuhan 24,85 persen dan Sulawesi Tengah pada peringkat dua dengan angka pertumbuhan 19,13 persen.
Bagaimana dengan nasib negeri syariat? Pada saat covid melanda dunia, Aceh berada pada peringkat 26, atau peringkat 8 paling bawah, jauh lebih baik dari Bali, dan Sumatera Utara, namun setelah Covid berlalu, Aceh berada pada peringkat paling bawah dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,13 persen.
Jika Aceh mau bangkit dari keterpurukan ekonomi, apa yang harus dilakukan oleh Aceh dari pertemuan G20? Ternyata sangat banyak peluang yang bisa direbut dari pertemuan tersebut.
Di antaranya Pemerintah Aceh harus mendesain produk turunan dari Arsitektur kesehatan global, agar Aceh yang rawan bencana mudah dalam mendapatkan pendanaan melalui Pandemic Fund.
Aceh perlu mengatasi krisis pangan, sampai dengan hari ini neraca pangan Aceh masih sangat tergantung dengan daerah luar, maka sudah saatnya memiliki industri pangan sebagai motor perekonomian Aceh sehingga dapat memutuskan mata rantai dengan daerah luar.
Maka Pemerintah Aceh perlu menetapkan strategi normalisasi kebijakan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan mengatasi efek jangka Panjang.
Ada beberapa qanun yang perlu dilahirkan segera mungkin, seperti qanun pangan, qanun CSR sebagai Waqaf perusahaan dan Qanun Zakat dengan sistem ribat.
Sistem Keuangan di Aceh sudah mengalami kemajuan dengan berlakukan qanun LKS, ada beberapa hal yang harus ditingkatkan pelayanannya, seperti pelayanan transaksi ATM mengingat masih besarnya populasi di Aceh yang berinteraksi dengan mesin uang tersebut.
Baca juga: Produk Body Wash Yagi Natural Jadi Suvenir KTT G20 di Bali
Namun pembayaran di era digital sebagaimana hasil capaian di G20 perlu perluasan instrumen pembayaran lintas batas seperti QR Code dan dampak makrofinansial dari CBDC.
Bahkan sangat memungkinkan Bank Aceh memiliki sistem pembayaran yang dapat diakui diskala internasional, sehingga PNS yang melakukan perjalanan ke luar negeri dapat menggunakan perbankan milik rakyat Aceh tersebut.
Sehingga sangat memungkinkan ke depan, Bank Aceh perlu penguatan arsitektur keuangan internasional, penguatan bauran kebijakan, penggunaan mata uang lokal dengan penamaan dinar Aceh, penguatan peran Bank Aceh untuk Pembangunan Multilateral, pengelolaan utang di negara yang mayoritas umat Islam.
Peluang lain yang dapat diraih dari G20 adalah Pembiayaan hijau, merupakan suatu kerangka transisi dalam meningkatkan komitmen lembaga keuangan untuk jenis pembiayaan hijau, dimana pembiayaan yang dapat meningkatkan kualitas emisi dan ozon, bukan pembiayaan yang berdampak terhadap kerusakan alam.
Perkembangan keuangan digital membuat kita harus terus beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, maka pengaturan di sektor keuangan khususnya dalam hal regulasi aset kripto, merupakan salah satu hal yang urgen.
Selain itu penguatan Lembaga Keuangan Non Bank, seperti koperasi merupakan fondasi dasar perekonomian, karena UMKM berkiprah pada sektor real.