Kupi Beungoh
Aceh dan Kepemimpinan Militer XVI - Daud Beureueh: Medan Area, Pembentukan TNI, dan Daerah Modal
Masa jabatan Beureueh sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanoh Karo, sebenarnya adalah sebuah periode “suluh besar” ditengah kegelapan
Pilihan itu diperkuat lagi dengan telegram dari Panglima Sumatera Mayjen Soeharjo yang meminta Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo untuk mengirimkan kekuatan Aceh ke Medan, sampai kota itu kembali ke tangan NKRI (Semdam I Iskandar Muda 1972:581).
Di bawah arahan Beureueh, Aceh mengirimkan pasukan dan juga logistik ke kota Medan dan sekitarnya.
Pekerjaan utama adalah merebut kembali kawasan-kawasan di sekitar kota Medan yang telah diduduki dan dikuasai oleh Belanda.
Pekerjaan kedua adalah membendung tentara Belanda masuk ke Aceh.
Baca juga: Inilah Sosok Perekam Tsunami Aceh hingga Viral pada Masanya
Seperti ditulis oleh Gade Ismail (1994:42), sejumlah operasi militer yang dilakukan oleh kekuatan Aceh untuk merebut kembali daerah-daerah yang telah dikuasai Belanda relatif kurang berhasil.
Dalam keadaan yang mendadak dan miskinnya kordinasi antara sesama tentara dan pejuang di kawasan sekitar kota Medan- disebut juga Medan Area, penyerangan dan upaya perebutan wilayah itu tidak membawa hasil maksimal.
Memang keragaman asal wilayah-banyak pasukan itu dari berbagai wilayah Sumatera bagian Timur, dan mungkin juga perbedaan keahlian berperang antar berbagai kelompok asal itu membuat penggempuran total terhadap pasukan Belanda tak pernah behasil.
Namun sejumlah kegagalan itu tetap saja tidak membuat pasukan Aceh putus asa, karena pekerjaan kedua-membendung Belanda masuk kembali ke Aceh dapat terlaksana dengan baik. Belanda tidak pernah kembali ke Aceh.
Kerja nyata Beureueh yang juga sangat penting untuk dicatat adalah pembentukan TNI di Aceh, yang dmulai dengan pembubaran berbagai laskar dan barisan tentara rakyat yang telah berjuang tanpa pengakuan dan bantuan negara.
Ribuan, mungkin puluhan ribu rakyat Aceh yang secara de facto berasosiasi dengan Beureueh, baik secara jaringan sebelum dan sesudah kemerdekaan kini dilebur dan mengalami proses rasionalisasi organisasi, kesatuan, dan individu.
Paling kurang ada tiga divisi “partikulir” yang mempunyai anggota dan wilayah, yakni Divisi Tgk Chik di Tiro yang membawahi wilayah Pidie dan sekitarnya.
Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (XIII) Van Heustz: Doktrin Perang dan “De Slager van Atjeh”
Divisi Tgk Chik di Paya Bakong dengan wilayah sebagain besar pantai utara, dan timur Aceh, dan Divisi Rencong yang berkedudukan di Banda Aceh dan sekitarnya.
Selain berbagai divisi yang berasosiasi dengan rakyat itu, di Aceh telah pula didirikan TRI-Tentara Rakyat Indonesia yang telah mulai ada semenjak awal kemerdakaan, dan berasosiasi dengan pemerintahan.
Adalah Jenderal Mayor tituler T.Nyak Arief yang pada waktu itu menjabat sebagai Residen Aceh yang memprakarsai pembentukan TRI itu yang anggotanya didominasi oleh mantan anggota tentara Jepang- Gyugon, Heiho, yang umumnya telah memperoleh pendidikan dan pengetahuan kemiliteran.
Persoalannya menjadi kompleks instruksi Panglima Sumatera no 616/tkt tentang pembubaran tentara dan lasykar rakyat berikut dengan pengabungannya ke dalam TNI mempunyai sejumlah ketentuan khusus yang mesti dipatuhi dan dilaksanakan.