Jurnalisme Warga

Secangkir Sanger dan Manisnya Senja di Ulee Lheue

Menatap senja di Sarinah Department Store, saya selalu teringat dengan manisnya lembayung senja di pinggir Pantai Ulee Lheue

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Secangkir Sanger dan Manisnya Senja di Ulee Lheue
FOR SERAMBINEWS.COM
MELINDA RAHMAWATI, Mantan peserta Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka di Kampus Universitas BBG Banda Aceh dan Anggota Nasyiatul Aisyiyah DKI Jakarta, melaporkan dari Jakarta

OLEH MELINDA RAHMAWATI, Mantan peserta Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka di Kampus Universitas BBG Banda Aceh dan Anggota Nasyiatul Aisyiyah DKI Jakarta, melaporkan dari Jakarta

SUDAH setahun yang lalu saya datang sebagai mahasiswi pertukaran di Aceh, tepatnya di Kampus Universitas Bina Bangsa Getsempena (UBBG) Band Aceh.

Dan sudah hampir empat bulan sejak lawatan saya pada awal Agustus ke Aceh melalui Teluk Samawi dan kembali berakhir di Kota Banda Aceh (Kutaraja).

Gemerlap lampu dari pelbagai gedung pencakar langit di kota metropolitan Jakarta mengusik perasaan dan menerbangkan angan saya kembali ke ujung Pulau Sumatra itu.

Setiap kali saya menatap senja di taman outdoor yang ada di lantai 3 gedung Sarinah Department Store, saya selalu teringat dengan manisnya lembayung senja di pinggir Pantai Ulee Lheue, Banda Aceh.

Sebuah lembayung senja yang manis, menenangkan, dan menawan.

Di mana pun saya berada, hanya dua hal saja yang mampu mengingatkan saya dengan tanoh pusaka Indatu Moyang itu.

Yakni, secangkir sanger panas dan lukisan lembayung senjanya yang menghadirkan ketenangan setelah menjalani rutinitas harian.

Seperti halnya ketika saya menghadiri sebuah acara yang diselenggarakan Nasyiatul Aisyiyah di Bandung, Jawa Barat, awal bulan lalu.

Ketika saya mendapat peluang untuk berjalan-jalan bebas setelah mengikuti rangkaian kegiatan seharian, yang pertama kali saya cari di Kota Kembang itu adalah restoran penyedia minuman dan makanan khas Aceh.

Tentu menjadi satu hal yang aneh ketika mencari makanan khas daerah luar di daerah yang berbeda.

Tenyata saya temukan salah satu cabang kedai Aceh Cie Rasa Loom yang ada Jalan Cihampelas, Bandung.

Baca juga: Wali Kota Resmikan Keramba Ceurucok Ulee Lheue

Baca juga: Petugas Cegah Anjing Masuk Ulee Lheue  

Betapa bahagianya dapat kembali menyeruput ‘cappucino’ tradisional Aceh ini sebelum kembali ke Jakarta.

Tentu banyak yang bertanya alasan saya sangat menyukai sanger.

Padahal, tanoh Aceh memiliki beragam koleksi kopinya yang mendunia.

Alasannya sederhana saja.

Sanger tidak hanya sekadar minuman bagi saya, tapi sanger adalah teman pertama saya saat melakukan lawatan pertama kali ke makam Teungku Chik Pante Kulu di Kuta Cot Glie, Aceh Besar.

Terima kasih yang tidak terhingga saya ucapkan pada Bang Sufri dari Elsafar Tour dan Bang Fahrul yang telah mengantarkan saya ke sana dan menunjukkan berbagai keindahan yang ada di Aceh Besar.

Dalam setiap teguk sanger, bagaikan ziarah saya pada perjalanan tersebut.

Sebuah perjalanan panjang seharian penuh mengitari separuh wilayah Aceh Besar, dari Kuta Cot Glie, Makam Teungku Chik di Tiro, Masjid Tuha Indrapuri, Benteng Indraparta, Pantai Pasir Putih-Lamreh, Kebun Kurma Barbate, dan mengitari bagian belakang Bandara Sultan Iskandar Muda di Blang Bintang.

Dan tidak lupa, selain menjadi imajiner ziarah saya juga sebagai pengingat warung kopi terkenal yang mengenalkan saya dengan minuman ini dan makanan pendampingnya, roti Samahani.

Roti selai serikaya yang selalu saya cari jika saya sedang berada di Aceh.

Pada awalnya, saya bukan seorang pencinta kopi.

Bahkan, belum pernah sekalipun sebelumnya saya meminum segelas kopi dalam versi apa pun.

Baca juga: Kemenhub Tinjau Pelabuhan Ulee Lheue, Persiapan Libur Akhir Tahun

Hanya di Aceh saja pertama kalinya saya meneguk secangkir sanger dan akhirnya tenggorokan saya selalu haus dengan kenikmatan dan kehangatannya.

Rasa pahit yang saya rasakan terkalahkan dengan kenikmatannya yang luar biasa bagi saya.

Dan kini, ke mana pun saya pergi dan di saat itu saya sedang merindukan gemerlap Tanoh Indatu Moyang, cukuplah saya mencari restoran penyedia minuman dan makanan khas Aceh.

Saya memiliki beberapa referensi restoran yang menyediakan makanan dan minuman khas Aceh yang berada di Jakarta.

Salah satu yang sering saya kunjungi adalah The Atjeh Connection di Jalan Sabang (sekitar 500 meter dari Sarinah Departement Store).

Selain di restoran ini, maka saya harus ke Anjungan Provinsi Aceh di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur.

Di kantinnya juga tersedia berbagai makanan khas Aceh.

Pengunjung dapat menyantapnya sembari memandangi pesawat RI-001 Seulawah yang terparkir di halaman anjungan.

Sungguh khazanah budaya yang indah.

Demikian ketika hari telah senja, lembayung senja di Jakarta memang lebih indah dipandang dari atas gedung bertingkat.

Hiruk pikuk Kota Jakarta pada jam pulang kantor yang menemani lukisan alam itu seakan mengisahkan padatnya rutinitas kota metropolitan.

Setiap kali saya menatap lembayung senja saat langit cerah, saya kembali pada imajiner lembayung senja di Pantai Ulee Lheue, Banda Aceh.

Baca juga: Gampong Ulee Lheue Terima Penghargaan dan Hadiah Juara 2 Nasional ADWI 2022

Bermain di pantai dan menikmati senja di Pantai Ulee Lheue menjadi rutinitas wajib saya dan tiga teman lainnya setelah menjalani rutinitas seharian.

Sungguh lembayung senja yang indah, menenangkan, dan mengesankan.

Senja di Jakarta memang hanya terlihat saat langit cerah.

Itu pun harus melihatnya dari atas ketinggian gedung.

Ke Pantai Ancol saja kini harus pesan tiket secara daring melalui situs resminya.

Sedangkan di Aceh, ke Pantai Ulee Lheue dapat gratis dengan naik Transkutaraja dan menikmati seporsi pulut panggang kuah durian Ulee Lheue yang enak itu.

Melihat senja yang perlahan menurun ke peraduannya dengan latar belakang Pulau Weh dan Pulau Breuh, membuat saya semakin jatuh hati pada kota itu.

Sungguh pengalaman memburu senja yang sangat saya rindukan.

Kini, di pulau berbeda.

Pulau yang memiliki pembangunan yang lebih pesat daripada pulau-pulau lain di Indonesia, saya tetap merindukan semburat senja di ujung Pulau Sumatra.

Sebuah lembayung senja yang eksotis bagi mereka para pemburu senja dan fotografer panorama alam.

Tidak salah jika Aceh menjadi salah satu destinasi wisata alam favorit, khususnya bagi para fotografer panorama alam.

Keasrian alamnya tidak hanya menenangkan, tetapi juga eksotis untuk diabadikan dalam pelbagai jepretan foto.

Setiap kali saya menengok senja dan meneguk secangkir sanger (akronim dari saling ngerti), tentu yang terlintas dalam imajiner saya pertama kali adalah ketenangan senja di halaman Masjid Raya Baiturrahman.

Setiap kali saya merindukan masa-masa sewaktu singgah selama tiga bulan di Kota Banda Aceh, saya hanya cukup mencari secangkir sanger panas atau melihat senja di ketinggian.

Menatap langit Jakarta yang sibuk menceritakan padatnya rutinitas kota metropolitan, secara perlahan meredam rasa rindu saya dengan lembayung senja di Pantai Ulee Lheue yang menghipnotis itu. (melindarahmawati7@ gmail.com)

Baca juga: Cuaca Berangsur Normal, Nelayan Ulee Lheue Kembali Melaut, Harga Ikan Stabil

Baca juga: Sejarah, Alam, dan Budaya Menyatu di Ulee Lheue

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved