Breaking News

Kupi Beungoh

Syariatisasi Jalan Raya

Qanun Syariat Islam yang mengatur tentang tatacara berkendara di jalan raya serta sanksi bagi pelanggar demi terciptanya jalan raya yang bersyariat

Editor: Muhammad Hadi
Dok Pribadi
Khairil Miswar, penulis buku Syariat dan Apa Ta’a (Padebooks, 2017) 

Tidak hanya pengendara yang “sok sibuk” dalam melintas, ramai pula para penyeberang yang tiba-tiba menjadi komedian yang menyeberangi jalanan macet dengan begitu santuy dan gemulai seolah-olah baru keluar dari kamar mandi.

Kerumitan di jalan raya juga dilengkapi dengan kehadiran kaum ibu-ibu yang terkadang membuat arisan plus reuni atau berparade dengan kode lampu sein yang hanya dipahami oleh dirinya dan Tuhan.

Fenomena lainnya yang tak kalah unik adalah tidak berfungsinya rambu-rambu, di mana pengendara kerap melakukan tafsir ulang terhadap aturan yang telah ada.

Pemandangan ini di antaranya bisa disaksikan gratis di Kota Matangglumpangdua, di mana tiga warna lampu di perempatan telah ditafsir ulang sehingga memiliki makna yang sama: Hijau-maju, kuning-maju dan merah pun maju.

Berhenti saat lampu merah di sana justru bisa mengundang petaka atau minimal mendapat gertak melalui klakson dari pengemudi-pengemudi budiman.

Dalam konteks Aceh yang telah menerapkan formalisasi syariat Islam selama dua puluh tahun.

Pemandangan demikian tentunya tidak saja merusak pandangan tapi juga membunuh kewarasan kaum-kaum terdidik yang di satu sisi meneriakkan yel-yel syariat Islam dalam setiap kesempatan.

Baca juga: Penumpang Mabuk Kencingi Wanita, Maskapai Penerbangan India Didenda Rp558 Juta, Ini Kronologinya

Namun di sisi lain terkesan membiarkan perilaku itu kekal di hadapan mereka.

Berangkat dari kenyataan ini, kita jadi berpikir apakah syariat Islam tidak diizinkan masuk ke jalan raya?

Atau mungkin kita telah bersepakat untuk mengusirnya agar jalan raya kian liberal?

Tapi bukanlah kesombongan di jalan raya juga harus dikutuk?

Dua pertanyaan pertama akan tetap kita biarkan mengapung sebagai penanda bahwa jalan raya kita memang belum bersyariat.

Adapun pertanyaan terakhir, Alquran telah menjelaskan dengan tegas.

Dengan mengembalikan otoritas tafsir kepada ahlinya, secara tekstual, surat Al-Isra ayat 37 dengan lugas mengatakan “Janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan sombong.”

Bersandar kepada ayat ini, sekali lagi secara tekstual – sangat jelas bahwa jalan raya adalah bagian dari muka bumi sehingga penolakan terhadap kesombongan di jalan raya memiliki landasan teologis dalam kitab suci.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved