Geng Remaja Bercelurit Hebohkan Lhokseumawe, Berusia 14-17 Tahun
Penangkapan itu sendiri bermula dari insiden pengeroyokan yang dilakukan geng remaja tersebut kepada RR (14), remaja lainnya asal Banda Sakti.
Kapolres Lhokseumawe, AKBP Henki Ismanto melalui Kasat Reskrim AKP Zeska Julian Taruna Wijaya, menjelaskan, dari hasil penyelidikan awal, kasus pengeroyokan itu berawal dari saling ejek antara dua geng remaja.
"Dua kelompok remaja berpapasan dan terjadi saling mengejek yang membuat kelompok (remaja yang diamankan) emosi dan melakukan pencarian terhadap kelompok remaja lainnya," jelasnya.
Saat pencarian tersebut, setelah sekian lama, tiba-tiba muncul korban RR sedang mengendarai becak seorang diri. Karena diduga merupakan kelompok geng remaja yang mereka cari, pengejaran dilakukan oleh 8 remaja dengan menggunakan tiga sepeda motor, dan berakhir dengan insiden kekerasan.
"Namun hasil pemeriksaan awal, korban RR tidak terlibat dalam kelompok yang dicari oleh mereka. Jadi kesimpulam awal, mereka salah sasaran," ungkap Kasat Reskrim didampingi Kanit Pidum Ipda Bagus Erdyanthoro STrK.
Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan awal, dari delapan remaja yang ikut mengadang, yang diduga langsung melakukam kekerasan berjumlah tiga orang.
Namun begitu pihaknya masih akan terus mendalami kasus ini. Hingga Minggu sore kemarin, ke-13 remaja itu masih diamankan di Mapolres Lhokseumawe untuk proses pemeriksaan lanjutan.
Psikolog: Ini Hal Baru di Aceh
Direktur Konsultan Psikologi & Training Tandaseru Indonesia, Lailan Fajri Saidina menilai peristiwa kekerasan remaja dengan senjata tajam termasuk hal baru di Aceh. Menurutnya, hal ini bisa jadi terjadi karena pengaruh media sosial dan video game.
“Jika kita flashback, peristiwa kekerasan remaja dengan senjata tajam ini termasuk hal baru di Aceh khususnya Lhokseumawe,” katanya kepada Serambi, Minggu (29/1/2023).
“Dan bisa jadi merupakan akumulasi perilaku dari apa yang berulang-ulang dilihat dari sosial media, atau yang berulang-ulang dimainkan melalui game, sehingga muncul dorongan untuk mendapatkan sensasi nyata," tambah Lailan.
Dia menjelaskan, bermain game atau menonton tontonan bernuansa kekerasan secara berulang-ulang akan memunculkan konformitas (perilaku ikut-ikutan), dimana seseorang mengubah perilaku individunya menjadi perilaku yang diterima kelompoknya.
Dalam banyak kasus perkelahian antarkelompok remaja di luar Aceh, Lailan menyebutkan, ditemukan beberapa faktor penyebab perilaku konformitas.
Misalnya, pertama, ingin menghilangkan beban pelajaran atau melampiaskan kekesalan. Kedua, karena kesenangan, dimana perkelahian dirasakan sebagai hal yang asyik dan seru, meskipun terluka.
Ketiga, karena kesetiakawanan dalam satu kelompok, agar kehadirannya di kelompok tertentu diterima dan dihargai. “Artinya, pengaruh kelompok terhadap perilaku seseorang itu sangat kuat.
Bahkan seseorang akan meninggalkan norma individu meskipun baik, ketika dia menjadi bagian dari kelompok dengan norma buruk sebagai identitas sosial,” papar Lailan.
Karena itu Lailan mengimbau agar orang tua, lingkungan pendidikan, maupun masyarakat umum memahami gejala perubahan perilaku yang terjadi, terutama pada anaknya masing-masing, sekaligus meningkatkan rasa tanggungjawab sosial.
Remaja Bercelurit
Geng Remaja Bercelurit
Lhokseumawe
Aceh
berita aceh terkini
berita hari ini
Serambinews
50 Pramuka Penegak Jadi Duta Hidup Bersih dan Sehat Aceh Tamiang |
![]() |
---|
Forum Asoe Nanggroe Dukung Pemekaran ASJA: Masyarakat Ingin Akses Pelayanan Lebih Mudah |
![]() |
---|
Yayasan Geutanyoe Apresiasi Gerak Cepat Haji Uma Selamatkan Pemuda Aceh Korban TPPO |
![]() |
---|
Wapres Gibran Apresiasi Pentas Seni Santri Pesantren Modern Misbahul Ulum Lhokseumawe |
![]() |
---|
Anggota DPRK Desak Pemkab Aceh Jaya Usulkan Seluruh Tenaga Non ASN Jadi PPPK Paruh Waktu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.