Berita Nasional

2 Warga Ini Hidup Tapi Tercatat Meninggal di Sistem Kependudukan, Disdukcapil: Bukan Kesalahan Kami

Disdukcapil Kota Bandung menyebutkan, kesalahan data tersebut bukan berasal dari pihaknya. Menurutnya, kekeliruan data biasa terjadi karena ajuan

Penulis: Yeni Hardika | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/YENI HARDIKA
Ilustrasi KTP elektronik (KTP-el) - 2 Warga Ini Hidup Tapi Tercatat Meninggal di Sistem Kependudukan, Disdukcapil: Bukan Kesalahan Kami 

SERAMBINEWS.COM - Dua warga di Kota Bandung, Jawa Barat tercatat meninggal dunia pada data base Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) setempat.

Padahal, keduanya hingga saat ini masih hidup.

Namun, pada data base kependudukan Disdukcapil Kota Bandung, mereka tercatat telah meninggal dunia.

Dua warga tersebut yakni Sulaeman dan Titing Elah Kurniawati.

Diberitakan Kompas.com, Rabu (8/2/2023), Titing baru mengetahui data dirinya sudah tidak aktif saat ada pembagian bantuan.

Data dirinya dinyatakan tidak aktif karena sudah meninggal dunia.

Kejadian serupa juga dialami oleh Sulaeman, dimana data dirinya tidak aktif dalam data base Disdukcapil setempat.

Terkait hal ini, Disdukcapil Kota Bandung telah memberikan tanggapannya.

Baca juga: Akses NIK dikenakan Tarif Rp 1.000, Berlaku Bagi Siapa Saja? Ini Penjelasan Dukcapil

Disdukcapil Kota Bandung menyebutkan, kesalahan data tersebut bukan berasal dari pihaknya.

Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Disdukcapil Kota Bandung, Dendi Hermansyah menjelaskan, untuk kasus Sulaeman, kesalahan data ini berawal pada 2020.

"Awalnya pada tahun 2020 ada yang melaporkan untuk pembuatan akta kematian atas nama Sulaeman. Kita minta persyaratan dan semua dokumennya memenuhi," jelas Dendi, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Rabu (8/2/2023).

Mulai dari surat keterangan kematian, pengantar RT RW dan kelurahan, dokumen kependudukannya ada, dan pelapornya juga ada. 

Disdukcapil pun langsung memproses ajuan tersebut karena telah memenuhi persyaratan berkas.

Namun setelah 2 tahun berselang, jelas Dendi, tiba-tiba ada yang mengabarkan bahwa datanya sudah tidak aktif.

"Tapi, tiba-tiba tahun 2022 ada yang datang ke Disdukcapil, mengabarkan jika datanya tidak aktif. Sebab jika seseorang sudah dibuatkan data kematian, maka otomatis datanya sudah tidak aktif," ujarnya.

Baca juga: Dimulai Tahun Ini, Setiap Akses NIK Akan Dikenakan Tarif Rp 1.000, Ini Penjelasan Dukcapil

Setelah diverifikasi termasuk melalui pengecekan retina mata, ternyata warga bernama Sulaeman masih hidup.

Usut punya usut, saat diverifikasi ke pelapornya, ternyata ia memiliki motif tertentu.

"Jadi ini bukan karena kesalahan data dari kami, tapi ada kepentingan tertentu dari pihak pelapor. Karena ini merupakan kesengajaan, maka kasus ini dibawa ke pengadilan," ucap Dendi.

Kasus kesalahan data yang dialami Sulaeman ini pun sampai ke meja hijau.

Dendi mengatakan, sampai sekarang pihaknya telah mengawal proses persidangan kasus Sulaeman di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Persidangan kasus Sulaeman ini telah berjalan 4 pekan.

Menurut Dendi, biasanya proses sidang bisa sampai 8 pekan atau lebih.

"Sekarang sudah masuk pekan keempat. Disdukcapil juga terus mengawal kasus ini ke pengadilan tiap minggunya. Sekarang tinggal penentuan saksi," tuturnya.

Sementara itu, pada kasus Titin itu, Dendi mengaku belum tahu ada akta kematiannya atau tidak.

Baca juga: Untuk Bayi Baru Lahir, Lebih Dulu Buat Akte Kelahiran atau Dimasukkan ke KK? Ini Penjelasan Dukcapil

"Harus kita cek dulu di data base apakah data Bu Titin masih aktif atau tidak? Jika ternyata tidak ada, kita cek lagi di data kematian," paparnya.

"Jika ternyata sudah tercatat meninggal, dicek lagi apakah sudah memegang data kematian atau belum. Setelah itu baru kita cek di data base penerbitan akta kematian,” imbuhnya.

Selain Sulaeman dan Titin, dilaporkan ada sejumlah warga lain yang tercatat meninggal, namun masih hidup.

Menurutnya, kekeliruan data biasa terjadi karena ajuan pelaporan.

Dendi mengaku bahwa kerap terjadi kesalahan pada pemohon akta kematian.

"Ada yang istrinya meninggal, tapi data yang dibawa malah data suaminya atau pelapornya. Kalau seperti itu kita langsung proses batalkan. Untuk mengaktifkan kembali, harus ada pembatalan akta," jelasnya.

Baca juga: Modus Ingin Curhat, Ayah di Simeulue Rudapaksa Anak 15 Tahun di Losmen, Korban Menjerit: Jangan Ayah

Dendi menyebutkan, dalam sehari ada sekitar 40-50 laporan meninggal.

Ada juga yang meninggalnya sudah lama seperti 5 tahun, tapi baru membuat akta tersebut.

"Disdukcapil itu bergerak berdasarkan laporan karena kami tupoksi dasarnya adalah berkas.

"Di Kota Bandung orang yang membuat akta kematian itu relatif lebih tertib. Sebab mereka butuh untuk membuat dokumen lainnya, seperti ahli waris, pengambil uang di bank. Ini rata-rata yang meninggalnya masih baru," jelas Dendi.

(Serambinews.com/Yeni Hardika/Kompas.com)

Baca juga: Aturan Baru KTP Nama Minimal 2 Kata, Bagaimana Jika Punya Nama Hanya 1 Kata? Haruskah Buat KTP Baru?

BACA BERITA LAINNYA DI SINI

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved