Jurnalisme Warga
Legenda Batee Cawan Pingan Batee Raya
Kisah tersebut terdengar lagi dalam perbincangan sahabat saya di Kampus Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (Uniki) Bireuen beberapa hari lalu.
Ada juga berkembang isu dalam masyarakat bahwa barang pecah belah tersebut boleh dipinjam oleh masyarakat saat kenduri dan setelah selesai harus dikembalikan lagi.
Akibat ulah salah satu orang yang tidak mengembalikan piring yang dipinjam, akhirnya pintu batu ini tertutup rapat. “Tapi saya sendiri tidak pernah tahu ini benar terjadi atau tidak,” katanya.
“Nama Desa Batee Raya juga karena adanya kisah ini, selama saya ingat, desa ini sudah diberi nama yang sama dengan kisahnya,” ujar Aliyan.
Pernah suatu hari, kata Aliyan, dua orang penduduk asli Batee Raya, satu anak kepala desa, satu lagi anak warga biasa, berhura-hura di atas Batee Raya. Saat kembali turun ke desa mereka tidak dapat berbicara, mulutnya terkunci hampir 15 hari.
Ada lagi yang mengambil foto dokumen, tapi pada saat dicetak tiba-tiba fotonya tidak terlihat.
“Zaman dulu cerita dari nenek-nenek kami pada tengah malam Batee Raya tersebut mengeluarkan bunyi seperti gemuruh. Ini pertanda bahwa padi yang ditanam oleh masyarakat akan menghasilkan panen yang baik.”
Seluruh masyarakat saat itu bersuka cita, menyambut gembira adanya pertanda tersebut, sebagaimana yang disampaikan oleh Nasir, penduduk desa itu..
Ada lagi cerita, tahun 2018 sekelompok orang dari Kecamatan Peudada datang untuk menangkap tokek dengan membawa beberapa perlengkapan. Menurut yang mereka dengar, tokeknya berukuran besar, tetapi sampai dua hari mereka mencari tidak ditemukan bahkan mereka nyaris tidak tahu jalan pulang.
Pada masa zaman konflik Aceh ada satu regu marinir terdiri atas 12 personel yang bertugas di Batee Raya dan menetap di kantor desa di samping meunasah. Komandan regu panik karena salah satu personelnya hilang sehingga seluruh aparat desa diinterogasi apakah ada yang menculiknya. Kemudian Pak Aliyan mengatakan dia tidak hilang, melainkan ada di sekitar desa ini.
Saat dicari oleh seluruh personel TNI dan masyarakat gampong ternyata anak buahnya bersembunyi dalam gorong-gorong. Semua orang heran. Tapi aparat TNI tadi mengaku bahwa dia dikejar oleh orang berpostur tinggi besar dilengkapi dengan senjata, sehingga personel tersebut takut dan lari tak tentu arah.
Salah satu personel dari regu tersebut mengatakan kepada Pak Aliyan bahwa Desa Batee Raya ini istimewa terasa tenteram dalam jiwa.
Berdasarkan catatan sejarah di desa ini tidak ada warga yang menjadi korban pada saat konflik.
Kemudian ada lagi peristiwa wabah muntah menceret. Hampir semua masyarakat desa sakit perut, akhirnya orang tua gampong berinisiatif membuat kenduri di lokasi. Namun, percaya atau tidak, wabah itu dua hari kemudian hilang. Kebiasaan yang terjadi sampai saat ini kenduri turun ke sawah (khanduri blang) dilaksanakan di lokasi Batee Raya.
Setelah mendengar berbagai cerita tentang Batee Cawan Pingan/Batee Raya, kami bergegas menuju lokasi, tetapi sayangnya karena sedang musim hujan, jalan licin sehingga ksmi sulit untuk naik ke puncaknya.
Batee Raya ini dari jauh tampak berbentuk petak dan banyak tumbuh pohon-pohon liar di atasnya.
Jika ingin naik ke puncaknya, maka harus ada pendamping dari desa agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan.
• VIDEO - Ayah Habisi Nyawa Bayinya Usia 6 Bulan Gegara Terganggu saat Main Game Mobile Legend
• Masih Melajang di Umur 38 Tahun, Pria Ini Dipaksa Masuk RSJ oleh Ibunya: Otakmu Bermasalah
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.