Stunting di Indonesia

‘Cukup Dua Telur’ untuk Cegah Stunting Dikampanyekan BKKBN dan Tribun Network

"Jarak kelahiran yang pendek bisa berisiko terhadap stunting hingga kematian bayi. Ini harus dijaga," ujarnya.

|
Editor: mufti
SERAMBINEWS.COM/SYAMSUL AZMAN
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kick Off Semesta Mencegah Stunting bersama 33 provinsi lainnya se-Indonesia. Kick Off Semesta Mencegah Stunting di Aceh dilaksanakan bersamaan dengan talkshow di Studio Serambinews, Selasa (21/3/2023). 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Percepatan penurunan stunting terus digencarkan oleh pemerintah baik dari pusat hingga daerah. Kali ini, pemerintah pusat melakukan kick off semesta mencegah stunting dengan kampanye 'Cukup Dua Telur' yang diluncurkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pusat bersama Tribun Network di Studio Kompas TV, Jakarta, Selasa (21/3/2023).

Kepala BKKBN, dr Hasto Wardoyo, mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap agar angka stunting bisa ditekan menjadi 14 persen pada tahun 2024. "Yang menjadi penentu target stunting ini bisa tercapai adalah generasi muda. Kalau tidak putus sekolah, tidak hamil artinya jaraknya diatur dan mendorong kualitas," ujar Hasto.

BKKBN, menurut Hasto, saat ini tidak lagi bicara kuantitas tapi kualitas anak yang lahir. "Jarak kelahiran yang pendek bisa berisiko terhadap stunting hingga kematian bayi. Ini harus dijaga," ujarnya.

Ia menilai, orang tua zaman dulu memang melahirkan anak lebih dari dua dan jarak anak tidak terlalu jauh. Tapi, orang tua zaman dulu memberikan protein hewani sangat tinggi sehingga stunting bisa dihindari. "Saya juga anak nomor delapan tapi jaraknya lumayan diatur dan saya banyak makan protein hewani terutama belalang, laron," ujarnya.

Hasto berpesan kepada generasi muda untuk tidak menikah di usia terlalu muda, tidak melahirkan anak terlalu banyak, dan memberikan jarak anak secara ideal. Bupati Kulon Progo Periode 2011-2019 ini juga menyampaikan kampanye pencegahan stunting perlu terus digelorakan. Hal itu karena anak stunting lebih mudah terkena penyakit di masa tua nanti. "Anak stunting kurang beruntung karena biasanya di hari tuanya umur 40 tahun ke atas cenderung central obese karena pendek, gemuknya di tengah," tutur Hasto.

Buruknya kondisi kesehatan anak stunting, menurut Hasto, membuat mereka berpotensi mengidap serangan jantung, tekanan darah, dan kencing manis. "Akhirnya anak stunting ini di masa tuanya akan kurang produktif," ujarnya.

Dokter spesialis kandungan ini menambahkan, anak stunting identik tidak hanya gagal tumbuh tapi juga gagal berkembang. Tidak hanya mempengaruhi tumbuh kembang dan kecerdasan, kata Hasto, stunting ternyata bisa berdampak pada kesehatan di usia dewasa.

Ia juga menjelaskan bahwa stunting merupakan situasi gagal tumbuh dan gagal berkembang.  Tumbuh itu ukuran tinggi badan dan berat.  Sedangkan berkembang, merupakan kemampuan intelektual. "Itulah stunting, akhirnya apa, stunting itu pasti pendek. Pasti tidak punya kemampuan intelektual hebat kemudian satu lagi," paparnya.

Pria lulusan UGM Yogyakarta ini pun menyampaikan pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk menurunkan angka stunting yang kini masih berkisar 21,6 persen. "Meskipun masih tinggi, kita juga tentu harus bersyukur karena tahun lalu angka stunting 24,4 persen sehingga sudah ada turun 2,8 persen didukung kementerian/lembaga," ucap Hasto.

Untuk mencegah stunting, menurutnya, harus menyentuh sebabnya ada faktor jauh, menengah, dan dekat sekali. Faktor jauh contohnya lingkungan, sanitasi, jamban dan daerah yang kumuh. Lingkungan yang tidak bersih ini membuat timbulnya penyakit TBC sehingga tumbuh kembang anak terganggu.

“Contoh menengah adalah tidak melakukan program keluarga berencana (KB) terlalu muda atau terlalu tua masih pengin hamil,” ungkap Hasto. Lalu, faktor paling dekat yakni makanan pentingnya protein hewani, obat vitamin, tablet tambah darah, ikan, dan telur. “Itu yang harus disentuh tiga faktor untuk mencegah stunting,” kata Hasto.

Pekerjaan Mulia

CEO Tribun Network, Dahlan Dahi, menceritakan betapa mulianya pekerjaan mengurus permasalahan stunting (gizi kronis). Dahlan menyadari pentingnya penanggulangan stunting saat Tribun Banten berkolaborasi dengan BKKBN. "Saya belajar saat kami menggelar acara bersama BKKBN kemudian saya paham bahwa ini luar biasa. Ini pekerjaan yang sungguh-sungguh mulia," ujarnya.

Sejak itu, Tribun Network ingin terlibat langsung untuk menekan prevalensi stunting yang mencapai 40 juta orang. "Kita tidak seperti tentara yang dibekali senjata, tapi kita punya wartawan di 320 kota dan mereka punya teman, temannya tentara, temannya BKKBN, temannya pengusaha, temannya tokoh agama, dan bagaimana kalau stunting ini kita gerakkan," tutur Dahlan yang juga Chief Digital Officer (CDO) Kompas Gramedia.

Dahlan menilai, stunting bukan sesuatu yang familiar di khalayak umum. Sehingga istilah stunting ini perlu untuk digelorakan oleh generasi muda agar angka prevalensi bisa terus ditekan. Dirinya berharap postingan terkait stunting yang tadinya dianggap tidak keren, ke depan menjadi sangat keren. "Dengan kalian (generasi muda) menggelorakan persoalan stunting ini berarti kalian menyelamatkan generasi bangsa Indonesia," urai Dahlan.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved