Kupi Beungoh

Racun Viralitas pada Akalbudi

Anugrah paling terindah yang pernah Tuhan berikan kepada ummat manusia adalah akalbudi, maka gunakanlah secara kritis dan dalam.

Editor: Amirullah
For Serambinews
Teuku Muzwari Irza, Penulis Lepas, Pecinta kupi phet. Kader Muda NasDem Aceh. Pengurus Fokusgampi Banda Aceh 

Oleh: Teuku Muzwari Irza*)

Anugrah paling terindah yang pernah Tuhan berikan kepada ummat manusia adalah akalbudi, maka gunakanlah secara kritis dan dalam.

Senada dengan istilah yang pernah di katakan oleh filusuf perancis abad ke 15 salah seorang matematikawan Rene Descartes “cogito ergo sum,”  ialah “aku berpikir maka aku ada”.

Dalam kajian Decart wujud eksistensi manusia ada di saat akalbudi juga ada dan diaktifkan.

Perkembangan tekhnologi terus berkembang pesat dan bermunculan secara signifikan,sebut saja seperti Artificial Inteligence, internet of things, blockchain, biotekhnologi, komputasi kuantum, nano tekhnologi.

Beberapa hal tersebut sangat merubah sifat dan tingkah laku ummat manusia dalam dua dekade terakhir ini. Dalam konsep teori evolusi, manusia adalah Homo sapiens atau manusia yang berfikir.

Namun, apa yang penting terhadap hal itu semua? terkadang pertanyaan itu tak perlu untuk buru-buru dijawab, melainkan kita di bisik didalam hati untuk merenung terdahulu.

Baca juga: Fenomena di Aceh, Berpuasa Sepanjang Hari Tapi Berbuka dengan Makanan Tak Terjamin Halal?

Manusia hanya butiran debu kosmik dalam hamparan alam semesta, dalam sejarah panjangnya manusia perlahan menyadari akan keberadaan eksistensi dirinya, proses dari revolusi kognitif hingga revolusi saintific membantu umat manusia berlatih untuk mengaktifasi akalbudi, hal ini juga berkaitan dengan kemampuan penggunaan nalar dan pengelolaan perasaan.

Menurut penyair Paul Valery “tugas akalbudi adalah menghasilkan masa depan, akalbudi pada dasrnya adalah antisipator, pembangkit harpan.

Akalbudi mengambil petunjuk dari masa kini, yang kemudian diasah dengan bantuan bahan yang disimpannya dari masa lalu, mengubahnya menjadi antisipasi masa depan.

Lalu akalbudi bertindak, secara rasional, atas dasar antisipasi yang di peroleh susah payah”

Hal tersebut sangat relevan dengan suasana kehidupan hari-hari ini, akalbudi telah diracuni oleh yang namanya viralitas dan hyperrealitas manusia, rasionalitas diperangi oleh kebenaran-kebenaran kuantitatif.

Lantas bagaimana bisa racun viralitas ini bisa menyerng kesehatan akalbudi dan kesehatan mental manusia?

Baca juga: Loyalitas dan Fanatisme yang Tidak Berguna 

Sehingga relate yang di katakan Paul Valery untuk membendung racun viralitas tersebut kita tidak menggunakan antisipator sehingga dengan mudah terkontaminasi dengan petunjuk masa kini saja, tanpa berfikir dan mempelajari sejarah yang panjang shingga rasionalitas juga ikut bounch back.

Lompatan tekhnologi hari ini menjadi ciri perdaban masyarakat atau manusia saat ini. Teohknologi Informasi menciptakan ruang baru secara luas atau global, ialah cyberpace.

Ruang tersebut banyak sekali juga secara keseluruhan mengubah secara radikal penegertian manusia tentang cinta, empati, fantasi, komunitas.

Eksistensi secara kuantitatif merupakan harga mati manusia pada abad 21, pengakuan oleh orang banyak bahwa dia ada dan hidup tanpa mengajak akalbudi untuk merenung dan berfikir.

Disinilah viralitas bermunculan. Sehingga kebenaran secara hakikat terdistraksi kepada kebenaran yang dangkal.

Indoensia atau aceh bahkan, merupakan negara yang sangat miskin secara literasi, artinya kemjuan tekhnologi yang di konsumsi oleh masyarakat Indonesia tidak dibarengi oleh kemajuan literasi atau IQ masyarakat indoensia, sehingga terpolarisasi juga mengalami ketimpangan proses penyerapan informasi  anatara yang menggunakan akalbudi atau resionalitas. Sehingga viralitas menjadi racun.

Baca juga: Kita Rusak, Pusat Tak Mengembalikan 4 Pulau Milik Aceh

Hyperrealitas

Fenomena komunikasi pada zaman sekarang ini menjadi perhatian khusus bagi seorang filusuf strukturalis postmodern, Jean Baudrillard.

Menurut saya sendiri Hyperrealitas yang di maksudkan oleh Jean adalah suatu konsep realitas yang berpacu pada citranya sendiri tapi tidak pada relalitas sebenarnya, melainkan tanda-tanda virtual yang tidak memiliki eksistensi yang subtansial.

Hyperrealitas ialah orang lebih terpesona dengan kata dari pada makna atau dengan tanda dari pada penanda.

Indoensia merupakan negara paling aktif dalam mengkonsumsi simbul-silmbul virtual.

Dalam dimensi dunia maya manusia menciptakan banyak identitas, kendati mereka mengundang pengakuan atau afirmasi orang lain dalam dunia realitas, seperti terlihat cerdas, bijak, dewasa, anggun dll. merupakan hal yang irasional secara akalbudi manusia.

Ektasi komunikasi

Citra, fashion tanpa henti, gaya, barang yang telah menyita perhatian manusia sekarang dan kesadaaran masyarakat dalam komunitas.

Ektasi komunikasi menurut Jean Baudrillard adalah tidak adala lagi kedalaman bertukar informasi, selain hanya permukaan yang bersifat imanen, komunikasi yang fungsional saja.

Pada saat kondisi seperti ini, masyarakat terkungkung didalam ektasi komunikasi yang kacau, manusia yang menjadi cemburu terhadap segala banyak hal yang di pertontonkan dalam kehidupan sosialnya.

Komunikasi yang menghilangkan batas bagian dalam dan luar, ruang privasi tidak menjadi lagi rahasia.

Kehidupan yang paling intim tanpa kita sadari menjadi penopang hidup kita untuk menggapai viralitas.

Ektasi komunikasi juga menciptakan dunia baru yang cabul atas segala sesuatu yang di perlihatkan atau dipertontonkan, dan dikomunikasikan secara telanjang.

Sehingga realitisa yang dibuat buat demi viralitas dan eksistensi ini membuat akalbudi dangkal  saat memaknai dan hanya mendapat kebahagiaan semu, penghambaan simbul memupuk pengakuan dan pemujaan gengsi.

Ditengah arus cepat perkembngan sosial media sebagai sarana bertukar informasi, masyarakat untuk mengejar harapan dengan penuh antisipasi ialah memperkaya wawasan yang multidimensional ilmu pengetahuan.

Keracunan ini akan bersifat buruk pada generasi muda sekerang, penyempurnaan diri yang melampaui kemampuan dirinya menjadi modal awal kehancuran akalbudi dan rasionalitas satu generasi.

Perefenasi budaya anak muda masa kini adalah patronistik, mereka akan mengikuti apapun yang idola mereka lakukan, tanpa memilah kondisi sosiologis dan relaitas pada kemampuan akal dan moralnya.

Kemauan dan kemampuan berpikir mereka jauh di atas rata rata, ke engganan membangun budaya intelektualitas menjadi kondisi genrasi ini buruk, bagi mereka berpikir logis, terstruktur, dan memiliki khazanah ilmu yang luas tidaklah penting dari pada viral, punya pengikut banyak, dan mengakui eksistensi mereka.

Viralitas itu memang dangkal, tetapi mereka kenapa harus bertahan didalam kedangkalan, sedangkan hanya ikan yang mati yang tenggelam.

Kata Sunan Kali jaga Anglaras ilining banyu angeli, ananging ora keli.

 

*)Penulis Adalah, Teuku Muzwari Irza, Penulis Lepas, Pecinta kupi phet. Kader Muda NasDem Aceh. Pengurus Fokusgampi Banda Aceh

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved