Ramadhan Mubarak

Hakikat Zakat Fitrah

Zakat fitrah wajib ditunaikan oleh setiap Muslim yang mampu, baik laki-laki, perempuan, dewasa, anak-anak, orang merdeka maupun hamba sahaya.

Editor: mufti
For Serambinews.com
Prof Dr Syahrizal Abbas MA, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry . 

Prof. Dr. Syahrizal Abbas, MA, (Ketua Dewan Pengawas Syariah Bank Aceh)

Zakat fitrah adalah zakat yang dibayarkan setiap Muslim setelah bulan Ramadan berakhir. Zakat fitrah wajib ditunaikan oleh setiap Muslim yang mampu, baik laki-laki, perempuan, dewasa, anak-anak, orang merdeka maupun hamba sahaya. Hal ini didasarkan pada hadis dari Ibn Abbas ra yang diriwayatkan oleh Jama’ah. Dalam hadis ini dikatakan: “Rasulullah Saw menfardhukan zakat fitrah pada bulan Ramadan atas seluruh umat Islam satu  Sa’ (2.304 Kg) kurma, atau satu Sa’ bagi hamba sahaya dan orang merdeka, baik laki-laki maupun perempuan, baik anak kecil maupun dewasa”.

Orang yang diwajibkan membayarkan zakat fitrah ini, menurut ulama fiqh,  adalah orang yang mempunyai kelebihan harta dari kebutuhan pokoknya minimal satu Sa’ gandum, kurma atau beras. Inilah indikator mampu yang dimiliki setiap orang Muslim, sehingga ia wajib menunaikan zakat fitrah. Kemampuan membayar zakat fitrah diukur pada akhir Ramadan.  
 
Zakat fitrah mulai diwajibkan pada bulan Ramadan tahun ke-2 Hijriah, sekaligus tahun diwajibkan puasa Ramadan. Menurut catatan para ulama, zakat fitrah lebih dahulu diwajibkan  dari zakat harta (zakat maal). Tujuan diwajibkan zakat fitrah adalah untuk menyucikan jiwa orang yang melaksanakan ibadah puasa Ramadan dan sekaligus memberikan makan orang miskin serta mencukupi kebutuhan mereka  ketika Idul Fitri.

Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah Saw yang menyatakan: “Zakat fitrah difardhukan  sebagai penyuci jiwa orang-orang yang berpuasa dari perkataan bohong dan jelek dan memberikan makan orang-orang miskin. Orang yang menunaikannya sebelum salat ‘Ied, maka ia menjadi zakat fitrah yang diterima, dan orang yang membayarnya setelah salat ‘Ied, maka zakat itu berubah menjadi sadakah biasa” (HR. Abu Dawud, Ibn Majah dan Hakim).
 
Berdasarkan hadis di atas, tergambar dengan jelas bahwa keberadaan zakat fitrah tidak dapat dilepaskan dari ibadah puasa Ramadan. Zakat firah hanya terdapat dalam bulan Ramadan yang tujuannya untuk membersihkan jiwa orang berpuasa dan menyempurnakan ibadah puasa Ramadan dari tindakan yang merusak dan meruntuhkan nilai ibadah puasa Ramadan seperti berbohong, berkata jelek, memfitnah dan lain-lain.

Pertanyaan selanjutnya, adalah kapan zakat fitrah tersebut ditunaikan dan bagaimana hukumnya mendahulukan atau menunda pembayaran zakat fitrah. Ulama  Mazhab Hanafi mengatakan bahwa waktu wajib membayar zakat firah adalah sejak terbitnya matahari pada Idul Fitri, karena nama zakat itu sendiri dikaitkan dengan fitrah. Pengaitan ini, menurut mereka, mempunyai makna khusus yang menunjukan waktu pembayarannya.

Apabila seseorang wafat sebelum terbit matahari pada Idul Fitri, maka ia tidak wajib membayar zakat fitrah. Namun demikian, jika seseorang membayar zakat fitrahnya pada awal Ramadan, maka hukumnya boleh. Bahkan, ulama Mazhab Hanafi membolehkan menunda membayarkan zakat fitrah setelah ‘Ied, karena menurut mereka  di dalam zakat fitrah terdapat makna tolong menolong, sehingga dengan makna ini kapan pun dibayarkan boleh, agar tujuan yang dikehendaki tercapai. Oleh sebab itu, menurut mereka, keterlambatan membayarkan zakat fitrah tidak bisa menggugurkan kewajiban membayar zakat fitrah.
 
Jumhur Ulama berpendirian bahwa waktu wajib membayarkan zakat fitrah adalah sejak terbenamnya matahari di akhir bulan Ramadan, karena waktu itulah yang disebut waktu fitrah (berbuka). Konsekuensinya, orang yang  wafat setelah terbenamnya matahari pada akhir Ramadan, wajib dikeluarkan zakat fitrahnya. Berkaitan dengan mendahulukan pembayaran zakat fitrah dari waktu wajibnya, menurut ulama Mazhab Syafi’i dibolehkan sejak awal bulan Ramadan, sedangkan menurut ulama Mazhab Maliki dan Mazhab Hanbali, hanya dibolehkan 3 (tiga) hari sebelum Idul Fitri.
 
Adapun penundaan pembayaran zakat fitrah, menurut ulama Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali, tidak dibolehkan tanpa uzur, bahkan mereka mengharamkannya, karena dalam hadis Rasulullah Saw dikatakan bahwa; “Apabila dibayarkan setelah Idul Fitri, maka tidak dinamakan zakat fitrah lagi, tetapi berubah menjadi sedekah biasa”. Namun, di kalangan ulama Mazhab Malik membolehkan membayarkan zakat fitrah setelah shalat Idul Fitri dan kewajibannya tidak gugur sampai dibayarkan zakat  fitrah tersebut.
 
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana pandangan ulama mazhab mengenai membayarkan zakat fitrah  dengan nilai (uang). Ulama mazhab berbeda pendapat mengenai hal ini. Ulama Mazhab Hanafi  mengatakan bahwa zakat fitrah bisa dibayarkan dengan biji-bijian dan buah-buahan, seperti gandum, kurma, atau jelai dan bisa juga dibayarkan dengan nilai atau uang. Alasan mereka adalah karena yang wajib itu adalah memenuhi kebutuhan orang-orang yang berhak menerima zakat fitrah. Hal ini berdasarkan pada sabda Rasulullah Saw; “Penuhi kebutuhan mereka pada hari ini (Idul Fitri)” (HR. Bukhari).

Apabila zakat fitrah dibayarkan dengan biji-bijian atau buah-buahan, maka kadar wajibnya adalah satu atau setengah sa’. Kalau zakat fitrah dibayarkan dengan uang, maka nilainya seharga satu atau setengah sa’. Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah Saw: “Bayarkanlah (zakat fitrah) dari setiap orang merdeka dan hamba setengah Sa’ dari gandum atau satu Sa’ dari kurma (HR. Abu Dawud)”.
 
Jumhur ulama berpendapat bahwa zakat fitrah harus dibayarkan melalui makanan pokok setempat, dan kadar yang wajib dibayarkan adalah sebanyak satu sa’. Alasannya adalah hadis Rasulullah Saw: “Kami mengeluarkan zakat fitrah pada masa Rasulullah Saw ada bersama kami. Satu sa’ makanan, satu sa’ kurma, satu sa’ gandum, atau satu sa’ kurma basah atau satu sa’gandum basah (HR. Jamaah).
Hadis ini menggambarkan jenis-jenis bahan makanan dan jumlah yang dikeluarkan zakat firah pada masa Rasulullah Saw.  Dalam konteks hari ini, kita dapat memilih untuk menunaikan zakat fitrah dengan menggunakan bahan-bahan pokok atau membayarkan nilainya atau uang, demi untuk memenuhi kebutuhan orang miskin pada saat hari Raya Idul Fitri. Wallahu a’lam.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved