Konsultasi Agama Islam
Konsultasi Agama Islam - Niat Tarawih atau Sebagian dari Tarawih?
Salah satu lafazh niat shalat tarawih yang sudah lazim diajarkan oleh ulama dan guru-guru kita dari zaman dahulu, khususnya di Aceh dan Asia Tenggara
Konsultasi Agama Islam (KAI) Edisi ke-34
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Abu pengasuh KAI Serambi Indonesia, mohon kejelasan niat shalat tarawih, apakah sebagian dari tarawih atau cukup shalat saja. Hal ini membuat saya bingung karena ada guru yang bilang shalat tarawih itu bukan perdua rakaat tapi sampai selesai. Terima kasih atas jawabannya, semoga Allah merahmati kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin
- Burhanuddin, di Meulaboh
Jawaban :
Wa’alaikumussalam wr.wb
Terima kasih Sdr Burhanuddin dari Meulaboh Aceh Barat yang telah menjadikan ruang Konsultasi Agama Islam, kerja sama serambinews.com dengan ISAD (Ikatan Sarjana Alumni Dayah Aceh) ini sebagai tempat bertanya. Semoga kita semua dan para pembaca Konsultasi Agama Islam serambinews.com ini selalu mendapat ridha Allah Ta’ala.
Salah satu lafazh niat shalat tarawih yang sudah lazim diajarkan oleh ulama dan guru-guru kita dari zaman dahulu, khususnya di Aceh dan Asia Tenggara pada umumnya adalah :
اصلي سنة التراويح ركعتين أداء لله تعالى
“Saya shalat sunnah tarawih dua raka’at secara tunai karena Allah Ta’ala.”
atau
اصلي ركعتين سنة التراويح أداء لله تعالى
“Saya shalat dua rakaat sunnah tarawih secara tunai karena Allah Ta’ala.”
Kedua lafazh niat di atas secara makna sama saja. Bedanya yang pertama duluan disebut sunnah tarawih, sedangkan yang kedua duluan disebut raka’ataini.
Lafazh niat seperti ini antara lain disebut dalam kitab Arab Jawi, Kifayatul Ghulam karangan Syeikh Ismail Minangkabau, halaman 26 dan kitab Arab Jawi, Perukunan Melayu, halaman 57 .
Dua kitab Arab Jawi ini sangat populer dikalangan umat Islam Aceh dan Asia Tenggara pada umumnya.
Sejauh pengetahuan kami belum ada ulama kita yang mengatakan lafazh niat tersebut keliru.
Pembenaran lafazh niat tarawih seperti ini didasarkan bahwa dua rakaat dari shalat tarawih tersebut dapat dinamakan sebagai shalat tarawih sebagaimana halnya dapat dinamakan untuk semua bilangan rakaatnya.
Karenanya, sah meniatkan dua rakaat dari rakaat tarawih sebagai shalat tarawih, tanpa diharuskan meniatkan “sebagian dari tarawih”.
Karena itu, Zakariya al-Anshariy dalam kitab Asnaa al-Mathalib mengatakan :
وَلَا يَصِحُّ بِنِيَّةٍ مُطْلَقَةٍ بَلْ (يَنْوِي بِإِحْرَامٍ كُلَّ رَكْعَتَيْنِ التَّرَاوِيحَ، أَوْ قِيَامَ رَمَضَانَ) لِيَتَمَيَّزَ بِذَلِكَ عَنْ غَيْرِهَا
Tidak sah shalat tarawih dengan niat shalat sunnah mutlaq, akan tetapi dalam takbiratul ihram setiap dua rakaat hendaknya meniatkan tarawih atau qiyam Ramadhan supaya dengan sebab demikian berbeda dari selain tarawih.(Asnaa al-Mathaliib : I/201)
Ketidakharusan meniatkan dengan “sebagian tarawih” juga ditegaskan oleh syeikh Nawawi al-Bantaniy dalam kitabnya :
وَلَا تصح بنية مُطلقَة بل يَنْوِي رَكْعَتَيْنِ من التَّرَاوِيح أَو من قيام رَمَضَان أَو سنة التَّرَاوِيح
Tidak sah shalat tarawih dengan niat shalat sunnah mutlaq, akan tetapi meniatkan dua rakaat dari tarawih atau dari qiyam Ramadhan ataupun meniatkan sunnah tarawih (Nihayatul Zain : 114)
Atas dasar ini pula, apabila seseorang melakukan shalat tarawih sebagian bilangan rakaatnya, tidak sempurna dua puluh raka’at, misalnya dua rakaat atau delapan rakaat,
maka menurut penjelasan Ibnu Hajar al-Haitamiy dan Syarwani dihukum sah sebagai tarawih dan mendapat pahala sesuai dengan banyak jumlah rakaat yang dilakukannya.
Hal ini karena sebagian bilangan rakaat tarawih seperti dua rakaatnya sah dinamakan tarawih. Dalam Tuhfah al-Muhtaj, al-Haitamiy mengatakan,
وَلَوْ صَلَّى مَا عَدَا رَكْعَةَ الْوِتْرِ فَالظَّاهِرُ أَنَّهُ يُثَابُ عَلَى مَا أَتَى بِهِ ثَوَابَ كَوْنِهِ مِنْ الْوِتْرِ؛ لِأَنَّهُ يُطْلَقُ عَلَى مَجْمُوعِ الْإِحْدَى عَشْرَةَ وَكَذَا مَنْ أَتَى بِبَعْضِ التَّرَاوِيحِ وَلَيْسَ هَذَا كَمَنْ أَتَى بِبَعْضِ الْكَفَّارَةِ خِلَافًا لِمَنْ زَعَمَهُ؛ لِأَنَّ خَصْلَةً مِنْ خِصَالِهَا لَيْسَ لَهَا أَبْعَاضٌ مُتَمَايِزَةٌ بِنِيَّاتٍ مُتَعَدِّدَةٍ يَجُوزُ الِاقْتِصَارُ عَلَى بَعْضِهَا بِخِلَافِ مَا هُنَا عَلَى أَنَّهُ لَا جَامِعَ بَيْنَهُمَا كَمَا هُوَ وَاضِحٌ.
Jikalau seseorang melakukan shalat witir selain satu raka’at (sepuluh raka’at), maka dhahirnya diberikan pahala sesuai dengan yang dilakukannya sebagai pahala shalat witir, karena nama witir disebut secara ithlaq atas kumpulan sebelas raka’at, demikian juga orang-orang yang melakukan sebagian tarawih. Ini tidak termasuk seperti orang yang melakukan sebagian kifarat.
Pendapat ini berbeda dengan yang mendakwakan sama dengan kifarat, karena satu perkara dari perkara-perkara kifarat tidak ada bagian yang dibedakan dengan niat yang berulang-ulang sehingga dibolehkan hanya melakukan sebagiannya saja, ini berbeda dengan apa yang di sini, lebih lebih lagi antara keduanya itu tidak ada persamaannya sebagaimana yang jelas terlihat.(Tuhfah al-Muhtaj : II/225)
Syeikh Abd al-Hamid al-Syarwani dalam komentarnya terhadap nash Tuhfah al-Muhtaj di atas mengatakan :
(قَوْلُهُ: وَكَذَا مَنْ أَتَى بِبَعْضِ التَّرَاوِيحِ) أَيْ كَالِاقْتِصَارِ عَلَى الثَّمَانِيَةِ فَيُثَابُ عَلَيْهِمْ ثَوَابَ كَوْنِهَا مِنْ التَّرَاوِيحِ، وَإِنْ قَصَدَ ابْتِدَاءً الِاقْتِصَارَ عَلَيْهَا كَمَا هُوَ الْمُعْتَادُ فِي بَعْضِ الْأَقْطَارِ
(Perkataan pengarang : demikian juga orang-orang yang melakukan sebagian tarawih.) maksudnya seperti melakukan hanya delapan raka’at, maka diberikan pahala kepada mereka sebagai pahala tarawih, meskipun diqashadkan dari awalnya hanya melakukan delapan saja sebagaimana yang menjadi kebiasaan pada sebagian daerah.(Hawasyi Syarwani ‘ala Tuhfah al-Muhtaj : II/225)
Penjelasan senada dengan Ibnu Hajar al-Haitamiy di atas, juga kita temui dalam kitab Nihayah al-Muhtaj, karangan Imam al-Ramli : II/112.
Kalau muncul pertanyaan, bukankah tarawih itu jama’, sehingga per-dua rakaat shalat tarawih tidak sah dinamakan tarawih, bahkan belum ada satu tarawih sama sekali (tarawih : istirahat sesudah empat rakaat shalat tarawih).
Kita jawab, penamaan shalat tarawih ini dengan tarawih dikarenakan pada umat Islam terdahulu melaksanakan shalat ini dengan melakukan sekali istirahat dalam setiap selesai empat raka’at.
Dengan i’tibar ini, nama shalat ini menjadi populer menjadi shalat tarawih. Ini hanya sebuah penamaan atau istilah.
Karena itu, meskipun melakukan shalat tarawih dua puluh rakaat tanpa istirihat sekalipun, shalat tersebut tetap dinamakan shalat tarawih.
Jawaban ini juga berlaku pada ketika seseorang melakukan dua rakaat dari rakaat tarawih, masih dapat dinamakan shalat tarawih.
Kesimpulan
Dalam melaksanakan shalat tarawih dua puluh rakaat dengan sekali salam, maka niatnya sah dengan meniatkan dalam takbiratul ihram setiap dua rakaat dengan niat “Saya shalat sunnah tarawih dua raka’at secara tunai karena Allah Ta’ala” tanpa ada niat “sebagian dari tarawih” sebagaimana juga sah dengan niat “Saya shalat dua rakaat dari shalat sunnah tarawih secara tunai karena Allah Ta’ala”.
Wallahua’lam bisshawab
PBB: Angka Kematian dan Bangunan Hancur di Gaza Akibat Serangan Udara Israel Sudah Banyak |
![]() |
---|
Konsultasi Agama Islam - Kiat-kiat Berpuasa untuk Mencapai Tingkat Muntahi |
![]() |
---|
Konsultasi Agama Islam - Kenapa ada Qunut pada Shalat Witir Bulan Ramadhan? |
![]() |
---|
Hukum Pemberian dari non-Muslim, Uang Riba Diinfaq untuk Kemaslahatan dan Menikahi Mantan Ibu Tiri |
![]() |
---|
KAI Edisi ke-32 - Apakah Belajar Tauhid Harus Mengikuti Metode Ilmu Kalam? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.