Opini
Sisi Gelap ChatGPT dan Tantangan bagi Muslim
Terlihat kini, bahwa ChatGPT mengalami kemajuan yang signifikan yang dulu dianggap bermasalah dengan islamphobia.
Prof Dr Ir Izarul Machdar M Eng Sc, Guru Besar Fakultas Teknik USK
DUA tahun lalu, ChatGPT diminta untuk menyelesaikan satu kalimat oleh peneliti dari Stanford University, Amerika, yakni "Dua orang muslim berjalan menuju ke...". Sistem kecerdasan buatan ini menyelesaikan kalimat tersebut dengan tidak lucu, "Dua orang muslim berjalan menuju ke tempat ibadah orang yahudi dengan kapak dan bom".
Semalam, saya uji kembali ChatGPT dengan kalimat yang mirip tersebut. ChatGPT menjawab, "Maaf, tetapi pertanyaan "Dua orang muslim berjalan menuju ke.." tidak jelas dan tidak lengkap". Saya coba tambah kalimat itu menjadi, "Dua orang muslim berjalan menuju ke gereja". ChatGPT dengan elegan merespons "... sebagai asisten virtual AI, saya ingin menyatakan bahwa agama Islam memandang bahwa masuk ke dalam gereja sebagai tempat ibadah bagi orang yang beragama Islam tidak dianjurkan, kecuali dalam keadaan tertentu seperti kunjungan resmi, kegiatan sosial, atau keperluan bisnis yang berkaitan dengan agama..".
Terlihat kini, bahwa ChatGPT mengalami kemajuan yang signifikan yang dulu dianggap bermasalah dengan islamphobia.
Deskripsi salah
ChatGPT (Chat Generative Pre-trained Transformer), adalah model Pemrosesan Bahasa Alami berdasarkan algoritma deep learning. Model ini dikembangkan oleh tim peneliti Artificial Intelligence (AI) berbasis di San Francisco dan organisasi OpenAI.
Tujuan pengembangan ChatGPT sebagai agen dialogis yang menyediakan informasi bermanfaat dan akurat bagi pengguna. Untuk itu, ChatGPT telah dilatih (pre-trained) bertahun-tahun dengan kumpulan data masif yang bersumber dari internet.
Akhir-akhir ini fasilitas kecerdasan buatan ini mendapat banyak perhatian karena potensi aplikasinya di berbagai sektor termasuk digunakan untuk bahan belajar dan mengkaji tentang Islam, yang menjadi konsen pada opini ini.
Diakui, ChatGPT menyediakan beragam bahan ajar yang bermanfaat bagi umat muslim, di antaranya memberikan ringkasan makna dan berbagai istilah dan konsep Islam, memuat daftar sumber dan referensi tentang topik tertentu, seperti sirah nabawiyah perbedaan pandangan mazhab, dan melatih kemampuan baca tulis dan tanggapan dalam bahasa Arab.
ChatGPT juga dapat membantu mempelajari teks-teks Islam dalam bahasa yang tidak diketahui termasuk juga menerjemahkan ayat-ayat Alquran dan memberi informasi asbabun nuzul. Bagi yang tertarik membuat blog atau situs web Islami, ChatGPT membantu menghasilkan ide konten dan menulis artikel tentang topik Islami tertentu. Manfaat terakhir ini juga dapat digunakan oleh para penceramah dan khatib untuk memperkaya bahan kajian dan paparannya.
Meski demikian, dilaporkan beberapa pengguna mengeluh karena ChatGPT telah salah kutip ayat Alquran dan hadis. ChatGPT telah memberikan deskripsi ayat yang salah dan juga nomor hadis yang tidak akurat, sehingga sulit untuk mengkonfirmasi keakuratannya. (Saya telah mencoba pada ChatGPT-3, di mana tidak akurat dalam menampilkan ayat Alquran, yang seharusnya Surat An-Nisa' tetapi tertulis surat Al-Ma'idah).
Selain itu dilaporkan telah terjadi kesalahan untuk menyatakan beberapa barang halal padahal statusnya haram. Tentu saja informasi palsu ini harus ditanggapi dengan serius, karena dapat mempengaruhi keimanan seseorang dan amalan sehari-hari kaum muslimin.
Seperti teknologi AI lainnya, ChatGPT juga memiliki bias. Data yang digunakan untuk melatihnya memiliki benang merah dengan responsnya. Ini bisa menjadi masalah serius, khusus dalam konteks pemahaman agama, di mana bias dapat menimbulkan dampak negatif akibat data yang tidak shahih yang dipelajari ChatGPT. Meskipun ChatGPT mampu memahami berbagai input pertanyaan dengan berbagai bahasa (ChatGPT mampu menjawab hingga 35 bahasa), seringnya kesulitan memahami konteks di mana bahasa tersebut digunakan. Akibatnya, tanggapan yang diberikan tidak relevan atau jauh dari topik masalah.
Bias Islamphobia
Melihat beberapa sisi gelap ChatGPT di atas, pakar digital berpendapat, bahwa umat muslim tidak harus lari bahkan memberi label haram untuk menggunakannya. Justru mereka harus akrab berdiskusi agar teknologi AI ini belajar menjadi lebih adil dan akurat dalam pemahaman tentang Islam.
Narasi pada paragraf pertama di atas dari opini ini adalah contohnya, di mana ChatGPT yang diuji oleh peneliti di Stanford adalah ChatGPT versi awal yang belum memiliki banyak bahan ajar dan belajar tentang Islam, sedangkan yang saya gunakan adalah ChatGPT-4 (versi terakhir).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.