Kupi Beungoh

Ketika Belanda Menjajah Aceh

Bukti yang paling menarik adalah jatuhnya istana raja Aceh ke tangan Belanda yang dalam sejarah sedikit sekali dibicarakan.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
T. Murdani adalah mahasiswa program Doktor dalam bidang International Development, Fakultas Art & Design, University of Canberra, Australia, mengajar pada jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh. 

Di daerah lain di Nusantara, mereka dapat merekrut pribumi untuk menjadi serdadu mereka, menjaga keamanan mereka, bisnis mereka, segala kepentingan mereka.

Namun tidak di Aceh, tidak ada orang Aceh yang pernah menjadi tentara Belanda.

Pernah sekelompok tentara yang dipimpin oleh Teuku Umar, menyerah dan menjadi tentara Belanda, namun setelah mendapatkan persenjataan dan logistik yang dibutuhkan, Teuku Umar dan kelompoknya kembali masuk hutan untuk melawan Belanda.

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (XIII) Van Heustz: Doktrin Perang dan “De Slager van Atjeh”

Jangan Pernah Kita Ulangi

Satu sejarah kelam yang yang pernah dilakukan oleh indatu kita dan harus kita sesali kemudian jangan pernah kita ulangi kembali adalah ketika sekelompok uleebalang menganggap Belanda akan memberi jabatan bagus kepada mereka dari pada Sultan Aceh.

Sehingga mereka membantu Belanda untuk menguasai istana Sultan.

Jika riwayat ini benar adanya, maka kita harus mengakui bahwa ini strategi paling konyol yang pernah dilakukan oleh buyut kita.

Pengalaman tersebut harus menjadi cambuk bagi generasi selanjutnya agar tidak mengulangi kekonyolan yang sama.

Jabatan, uang, fasilitas hidup mewah tidak semestinya menjadi sebab untuk mengkhianati bansa sendiri karena indatu kita telah memberikan penutoeh seperti dikumandangkan oleh Imum Jhon;

“Lam udep ta meusare, lam meuglee ta meubila-bila, lam lampoeh ta meutuloeng alang, lam meublang ta meusyedara. Lam hudep ta meusaboeh, ta meujroeh beu lage saboeh ma, peunyaket hate ta peugadoeh, peutimoh bila meubila”.

Terlepas dari kekonyolan indatu kita dalam bersikap kala itu, banyak riwayat baik yang tertulis maupun tidak bahwa;

Dengan kekuatan besar dan dana perang yang berlimpah, Belanda tidak mampu menguasai Aceh seperti mereka menguasai daerah lain di Nusantara.

Mereka tidak pernah merasa nyaman di Aceh karena fanatisme dan persatuan orang Aceh sangat kuat.

Aceh tetaplah Aceh, walau diaduk-aduk, diadu domba, patriotisme Aceh akan terjaga dan terawat untuk menjaga tanoeh indatu yang pernah terukir dalam sejarah dunia.

Sebagai generasi penerus Aceh, kita memiliki kewajiban untuk memahami sejarah.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved